Topik ini sebenarnya lanjutan dari topik Islam KTP[1] yang tampaknya masih belum jelas. Topik ini juga merupakan penegasan kembali atas pendapatku di diskusi yang kulakukan di Ajangkita[2]. Yang jelas topik ini adalah topik sensitif dan aku bersedia dicap sesat untuk menulis topik ini. Jadi harap baca dengan teliti.
Tidak Pernah Ada Definisi Agama di Indonesia
Dalam bahasa hukum sebuah Undang-Undang atau Peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah, definisi adalah sesuatu yang wajib ada. Dengan adanya definisi, sebuah diskusi tidak akan melebar melebihi ruang lingkup yang dibutuhkan. Dengan adanya definisi, perbedaan-perbedaan yang tidak penting bisa disatukan untuk melahirkan sebuah diskusi yang sehat. Sayangnya, tidak pernah ada definisi tentang agama di Indonesia.
Definisi Umum
Menurut KBBI, agama adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebhaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut[3].
Seorang rekan muslim mengatakan, sebuah kepercayaan bisa disebut sebagai agama bila memiliki orang yang menyampaikan (alias nabi) dan memiliki kitab suci[4]. Lebih jauh lagi, rekan saya, seperti halnya pandangan klasik yang saya dengar dari ulama-ulama, membagi agama menjadi dua, agama Samawi dan agama Budaya di mana pada agama yang terakhir, Tuhan tidak didefinikan secara baku dalam kitab sucinya[5]. Tentu saja definisi ini sangat berbahaya, karena bila kita mempersyaratkan nabi sebagai sahnya agama, maka Hindu tidak dianggap sebagai agama (!!). Sementara kalau kita mempersyaratkan kejelasan konsep Tuhan dalam kitab suci sebagai tanda sahnya agama, maka Budha tidak bisa dianggap sebagai agama(!!).
Saya masih penasaran, siapakah yang membuat definisi agama seperti yang disebutkan oleh teman saya di Ajangkita tadi? Teman saya mengatakan bahwa mungkin Selo Soemardjan yang mengemukakan pendapat tersebut [6] tetapi berdasarkan pencarian melalui internet (saya belum sempat mencari buku-buku beliau) saya tidak menemukan pendapat Selo Soemardjan seperti itu.
Apakah pendapat tadi benar-benar pendapat seorang ahli Antropolog/Sosiolog ataukah sekedar pendapat seseorang yang terlalu picik (bahkan walau mungkin bekerja di LIPI dan mempunyai ijazah dari jurusan Antropolog/Sosiolog) yang jelas pendapat tersebut adalah tidak netral dan harus diubah karena mempunyai akibat-akibat yang membahayakan.
Definisi-definisi yang cukup netral saya dapatkan dari beberapa orang luar negeri dan beberapa di antaranya pernah saya kemukakan di diskusi saya di Ajangkita[7]. Definisi-definisi cukup netral tersebut antara lain:
Menurut Michael Shermer (agnostik non-theis), agama itu berfungsi untuk mengontrol moral.
(dari buku The Science of Good and Evil karangannya.. [pada saat aku menulis, bukunya sedang tidak ada di hadapanku])
Menurut Religion for Dummies, sebuah kepercayaan bisa disebut agama bila:
1. mempunyai kepercayaan
2. mempunyai aturan moral
3. mempunyai ritual
Menurut Émile Durkheim:
Seperangkat sistem keyakinan dan praktek yang diikatkan pada hal-hal yang sakral, atau bisa juga disebut, hal-hal yang disisihkan dan dilarang --keyakinan dan praktek-praktek ke dalam komunitas moral tunggal yang disebut Gereja
(catatan: dari latar belakangnya, yang dimaksud Gereja adalah instansi keagamaan tersebut, jadi jangan dipersempit menjadi tempat ibadah kristen)
(dari buku Agama & Teori Sosial karangan Bryant S. Turner)
Menurut Clifford Geertz:
(1) sistem simbol yang gunanya (2) membentuk mood dan motivasi-motivasi yang begitu kuat, melingkupi dan bertahan lama dalam diri manusia dengan (3)memformulasikan konsepsi-konsepsi tatanan umum eksistensi dan (4) menyelubungi konsep-konsep tersebut dengan semacam aura faktualitas sehingga (5)mood dan motivasi-motivasi secara unik dapat ditangkap sebagai sesuatu yang realistis
(dari bukunya Turner)
Menurut Daniel Bell:
Agama adalah jawaban-jawaban menyeluruh terhadap pertanyaan-pertanyaan inti eksistensial yang selalu dihadapi umat manusia, pengkodifikasian jawaban-jawaban ini ke dalam bentuk-bentuk kredo menjadi signifikan bagi para penganutnya, ritual dan upacara-upacaranya memberikan ikatan emosional bagi setiap individu yang melaksanakannya, dan pembentukan tubuh institusional membawa mereka yang sama-sama menganut kredo dan melaksanakan ritus dan upacara tersebut ke dalam kongregasi (jemaat), dan yang tak kalah pentingnya tubuh institusi mampu melanggengkan ritus-ritus tersebut dari generasi ke generasi.
(masih dari bukunya Turner)
Menurut Peter L. Berger:
Agama adalah daya upaya manusia yang dengannyalah yang sakral dibentuk. Atau dengan kata lain, agama adalah kosmisasi hal-hal yang sakral. Yang sakral di sini diartikan sebagai sebuah kualitas kekuatan yang misterius dan menggetarkan, yang bukan manusia namun berhubungan dengannya, yang dia yakini ada dan terdapat dalam obyek-obyek tertentu pengalamannya... Kosmos sakral dihadapi manusia sebagai realitas yang begitu kuat melebihi kemampuannya. Akan tetapi kekuatan ini mengalamatkan diri pada manusia dan manusia menempatkan dirinya di dalam sebuah tatanan yang penuh makna.
Menurut Wikipedia berbahasa Inggris:
It is commonly understood as a group of beliefs or attitudes concerning an object (real or imagined), person (real or imagined), or system of thought considered to be supernatural, sacred, or divine, and the moral codes, practices, values, institutions, and rituals associated with such belief or system of though
Artinya: "Biasanya dipahami sebagai sekelompok kepercayaan atau minat terhadap sebuah obyek (nyata atau imajinasi), seseorang (nyata atau imaginasi), atau sistem pemikiran yang dianggap sebagai supernatural, suci, atau ilahi, dan aturan-aturan moral, praktek-praktek, nilai-nilai, institusi-institusi, dan ritual yang diasosiasikan terhadap kepercayan atau sistem pemikiran tersebut."
Dengan begitu, secara garis besar kita bisa melihat agama mempunyai ciri-ciri:
- menciptakan atau membentuk sebuah ikatan atau komunitas
- memiliki seperangkat aturan perilaku (moral) yang harus dipatuhi oleh warganya
- memiliki upacara-upacara tertentu dalam rangka menjaga ikatan tersebut
- memiliki sistem hadiah (pahala) dan hukuman (dosa) dalam bentuk yang tidak dikendalikan oleh manusia atau di luar kekuasaan manusia (seperti bencana, karma, surga dan neraka, arwah tersesat, menyatu dengan Tuhan), sehingga memaksa warganya untuk mematuhi peraturan dan menjalankan upacara walaupun tidak ada pengawasan dari rekan-rekannya
Yang jelas, dengan definisi yang saya coba simpulkan, Budha dan Hindu bisa dikategorikan sebagai agama, sementara Nasionalisme bisa dikeluarkan sebagai agama.
Apakah Kepercayaan di Indonesia Merupakan Agama?
Setelah mencoba mendefinisikan agama secara netral, bagaimana sih hukum-hukum kita mencoba mengatur agama? Bagaimana mereka bisa mengatur agama sementara definisi agama saja tidak mempunyai kejelasan?
Di dalam UU No. 7 tahun 1989 mengenai Pengadilan Agama[9], seperti yang disebutkan di atas, agama tidak didefinisikan sama sekali. Justru agama di dalam undang-undang disini disempitkan pengertiannya menjadi hanya Agama Islam, dengan menggunakan definisi "Peradilan Agama adalah Peradilan bagi Orang-Orang yang Beragama Islam". Saya sampai heran, mengapa tidak dinamakan saja undang-undangnya menjadi UU mengenai Pengadilan Agama Islam?
KUHP pasal 156a mengenai penodaan agama juga tidak memberikan definisi tentang agama. Bahkan, bila dibandingkan dengan pasal-pasal lain yang merupakan warisan dari zaman kolonial, pasal ini tergolong baru karena baru ada setelah tahun 1965, lebih tepatnya setelah munculnya PNPS No 1 tahun 1965[10].
PNPS No 1 tahun 1965 mengenai Pencegahan Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama lagi-lagi tidak membahas definisi agama melainkan hanya memberi peraturan dalam pasal pertamanya yaitu "Setiap orang dilarang dengan sengaja di muka umum menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum untuk melakukan penafsiran tentang sesuatu agama yang utama di Indonesia atau melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-kegiatan agama itu, penafsiran dan kegiatan mana menyimpang dari pokok-pokok ajaran dari agama itu"[11]. Sementara bagian penjelasan hanya memuat penjelasan bodoh yakni agama yang dipeluk penduduk Indonesia adalah Islam, Kristen, Katolik, Budha, Hindu, dan Konghucu [12].
Mengapa definisi tersebut adalah kebodohan? Karena definisi tersebut membuktikan ketidakmampuan dari perancang peraturan yang hanya bisa memberikan definisi menggunakan contoh. Analoginya, seandainya ada peraturan mengenai korupsi dan dijelaskan bahwa koruptor adalah Mantan Presiden Soeharto, Tommy Soeharto, maka apakah selain dua orang tersebut tidak bisa digolongkan sebagai koruptor? Kalau bilangan cacah didefinisikan sebagai 0,1,2,3,4,5,6,7,8,9,10 maka apakah selain sebelas bilangan tadi tidak bisa dikategorikan sebagai bilangan cacah?
Lebih buruk lagi, Konghucu yang tadinya diakui sebagai agama di PNPS 1 tahun 1965, tiba-tiba tidak diakui menjadi agama pada tahun 1978 melalui surat Mendagri No 477 / 74054[13]. Inilah bukti betapa berbahayanya sebuah definisi yang sekedar menggunakan contoh tanpa kejelasan ciri-ciri yang akhirnya bisa menimbulkan penafsiran sembarang.
Kembali ke topik, apakah aliran-aliran kepercayaan bisa dikategorikan sebagai agama? Walaupun aku cenderung berpendapat "iya", seperti yang pernah kuceritakan di tulisanku sebelumnya, tampaknya para penghayat kepercayaan memilih untuk tidak menjadikan kepercayaan mereka sebagai agama[14]. Sikap ini tampaknya membuat pemerintah merasa aman walau merasa takut terhadap kepercayaan. Terbukti sejak tahun 1978, di bawah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (kini Depdiknas) terdapat Direktorat Pembinaan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa karena menurut GBHN di tahun tersebut, Kepercayaan bukanlah agama.
Apa yang salah dengan direktorat tersebut? Kesalahannya adalah, kata pembinaan sangat tidak layak menjadi nama direktorat. Selain karena para penghayat kepercayaan bukanlah anak kecil yang butuh dibina, fungsi direktorat tersebut bukanlah membina melainkan mengawasi agar kepercayaan tersebut tidak berubah menjadi agama (!!)[15]. Walaupun di bagian lain mereka membela diri dengan mengatakan "Pembinaan merupakan suatu proses pemberian bantuan kepada pribadi ataupun organisasi penghayat kepercayaan terhadap Tuhan yang Maha Esa berupa bimbingan, dorongan, dan pengayoman agar yang bersangkutan mau dan mampu menampilkan diri dengan tangguh berdasarkan kekuatan potensi yang ada pada dirinya....[16]" namun harus diingat bahwa tujuan awalnya adalah mencegah kepercayaan ini menjadi agama baru.
Implikasi Lebih Dalam
Selain tidak diakui sebagai agama, walaupun pemerintah menyatakan memberikan kebebasan terhadap penghayat untuk mengamalkan ajarannya, pemerintah juga menghalangi para penganut kepercayaan atas hak-hak mereka.
Seperti pada tulisan saya sebelumnya, aliran kepercayaan ini, beberapa sama sekali bukan merupakan bagian dari agama resmi[17]. Dengan kata lain, seharusnya mereka berhak untuk tidak mengisi kolom "agama" pada kartu identitas mereka. Namun dengan diwajibkannya terisinya 'agama', banyak dari para penghayat ini yang hak-haknya disangkal oleh pemerintah seperti hak agar pernikahannya diakui, hak agar diberikan Kartu Tanda Penduduk, dan hak-hak lain karena tidak bersedia memilih salah satu dari agama resmi[18].
Sementara, beberapa penghayat menyerah dan memilih salah satu dengan keterpaksaan. Itu pun, dari bincang-bincang di warung kopi semalam bersama seorang teman kampus, masih dirintangi oleh halangan lain, yaitu memilih agama tertentu seperti Kristen atau Katolik, biasanya tetap akan dihalang-halangi oleh kantor catatan sipil(!!). Tidak heran, seperti dalam tulisan saya sebelumnya, banyak di antara para penghayat ini yang akhirnya memilih agama mayoritas yakni, bisa ditebak, Islam.
Apakah ini namanya kalau bukan pemaksaan terselubung?!
Apakah ini sebuah keadilan?!
Bahkan kitab suci kaum Muslim mengatakan "Tidak ada paksaan dalam agama" (2:256).
Kenapa hal seperti ini masih terjadi? Apakah karena fanatisme sempit yang berlebihan?
Aku rela dicap sesat demi menulis ini.
Aku rela dicap sebagai orang liberal yang mengizinkan pemurtadan demi menulis ini.
Kebenaran adalah kebenaran, walau sejuta umat menyangkalnya (Quran 6:116).
Hormat saya,
Kunderemp Ratnawati Hardjito A.K.A
Narpati Wisjnu Ari Pradana
Referensi
[1] . Narpati Wisjnu Ari Pradana. Islam Ka-Te-Pe. (2006). Cacian Qalbu dan Aql. http://cacianqalbukunderemp.blogspot.com/2006/06/islam-ktp.html (diakses terakhir tanggal 17 Juni 2006)
[2]. Kunderemp. Re: Taat Pada Agama, Taat Pada Tuhan. (2006). Ajangkita.com http://www.ajangkita.com/forum/viewtopic.php?t=13063&start=32 (diakses terakhir tanggal 17 Juni 2006)
[3]. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia. (1997). Diakses melalui http://id.wikipedia.org/wiki/Agama (terakhir tanggal 17 Juni 2006)
[4] Wong. Re: Taat Pada Agama, Taat Pada Tuhan. (2006). Ajangkita.com http://www.ajangkita.com/forum/viewtopic.php?t=13063&start=27 (diakses terakhir tanggal 17 Juni 2006)
[5] Wong. Re: Taat Pada Agama, Taat Pada Tuhan. (2006). Ajangkita.com
http://www.ajangkita.com/forum/viewtopic.php?t=13063&start=31 (diakses terakhir tanggal 17 Juni 2006)
[6] Wong. Re: Taat Pada Agama, Taat Pada Tuhan. (2006). Ajangkita.com http://www.ajangkita.com/forum/viewtopic.php?t=13063&start=34 (diakses terakhir tanggal 17 Juni 2006
[7] Kunderemp. Re: Taat Pada Agama, Taat Pada Tuhan. (2006). Ajangkita.com http://www.ajangkita.com/forum/viewtopic.php?t=13063&start=32 (diakses terakhir tanggal 17 Juni 2006)
[8] Ishaputra. Re: Taat Pada Agama, Taat Pada Tuhan. (2006). Ajangkita.com http://www.ajangkita.com/forum/viewtopic.php?t=13063&start=25 (diakses terakhir tanggal 17 Juni 2006)
[9] Presiden Republik Indonesia. UU No. 7 Tahun 1989 mengenai Pengadilan Agama. (1989). Diakses melalui repositori bebas http://bebas.vlsm.org/v01/RI/uu/1989/uu-1989-007.txt (diakses terakhir tanggal 17 Juni 2006)
[10] Hukum Online. Undang-Undang Penodaan Agama akan Dibawa ke MK. (2005).Hukum Online. http://hukumonline.com/detail.asp?id=13283&cl=Berita (diakses terakhir tanggal 17 Juni 2006)
[11] ibid.
[12] Wikipedia Indonesia. Agama. (2006). Wikipedia. http://id.wikipedia.org/wiki/Agama (diakses terakhir tanggal 17 Juni 2006)
[13] Anly Cenggana SH. Quo Vadis Pengakuan Lima Agama. (2005). Freelist http://www.freelists.org/archives/ppi/09-2005/msg00110.html (diakses terakhir tanggal 7 Juni 2006)
[14] Narpati Wisjnu Ari Pradana. Islam Ka-Te-Pe. (2006). Cacian Qalbu dan Aql. http://cacianqalbukunderemp.blogspot.com/2006/06/islam-ktp.html (diakses terakhir tanggal 17 Juni 2006)
[15]. Direktorat Pembinaan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Sejarah Singkat. (1999). Departemen Pendidikan Nasional. http://www.depdiknas.go.id/kebudayaan/binyat/sejarah.htm (diakses terakhir tanggal 17 Juni 1006)
[16] Direktorat Pembinaan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Pembinaan Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa . (1999). Departemen Pendidikan Nasional. http://www.depdiknas.go.id/kebudayaan/binyat/pembinaan.htm (diakses terakhir tanggal 17 Juni 1006)
[17] Narpati Wisjnu Ari Pradana. Islam Ka-Te-Pe. (2006). Cacian Qalbu dan Aql. http://cacianqalbukunderemp.blogspot.com/2006/06/islam-ktp.html (diakses terakhir tanggal 17 Juni 2006)
[18] Rumadi. Agenda Kebebasan Beragama. (2004). Kompas Cyber Media. http://www.kompas.com/kompas-cetak/0410/15/opini/1326646.htm (diakses terakhir tanggal 17 Juni 2006)