Apakah Musuh Islam adalah Alquran?
Komentar seorang anonim di artikel lama di blog-ku
Maaf.. aku tidak sepakat dengan saudara Anonim.
Kujawab setelahnya
Kalau mau buat daftar pertanyaan2 sederhana,
1. Apakah anda berpikir "murtad" berarti pindah agama? Bila jawabannya iya, maka anda sudah teracuni 'istilah' yang diciptakan kasta ulama.
2. Apakah anda berpikir "muslim" berarti seseorang yang telah mengucapkan kalimat syahadat? Bila jawabannya iya, lagi-lagi anda sudah teracuni oleh kasta ulama. Menjadi 'muslim' lebih kompleks dari itu. Syahadat hanyalah sebuah deklarasi bahwa anda akan mencoba menjadi muslim yang mengikuti jalan yang ditempuh Nabi Muhammad. Cari-carilah referensi tentang kata 'muslim' niscaya anda akan berpikir dua kali untuk mengaku 'saya muslim'.
3. Apakah anda berpikir "ibadah" berarti sembahyang atau melakukan ritual seperti puasa, zakat? Bila jawabannya iya, lagi-lagi anda sudah teracuni. Kata 'ibadah' lebih kompleks dari itu. Bahasa Indonesia mengadaptasinya menjadi 'abdi-mengabdi'. Bukankah luas kata tersebut?
4. Apakah anda berpikir para Muslim terdahulu anti-Yahudi? Anda berarti sudah teracuni hadits dan tarikh. Kenyataannya, umat Yahudi diperbolehkan memasuki Yerusalem di masa Umar ibn Khattab. Kenyataannya, Shallahuddin Al-Ayyubi menggunakan orang-orang Yahudi sebagai dokter-dokter pribadinya. Dan perlukah bercerita apa yang dilakukan penguasa dinasti Utsmani di tahun 1492?
Mereka (kasta ulama) yang mempropagandakan hadits-hadits anti-Yahudi, yang mencemari perjuangan kemerdekaan Palestina dengan semangat anti-Yahudi adalah mereka yang membuat nama Islam semakin terpuruk walau mereka menipu diri mereka sendiri bahwa mereka berjuang demi Islam.
5. Apakah anda berpikir Ulama adalah mereka-mereka yang menenggelamkan diri pada kitab-kitab ulama terdahulu yang mereka puja, tidak berani menyentuh apa yang berasal dari luar lingkungan mereka, yang fanatik, picik, dan egois? Maka, lagi-lagi anda sudah teracuni kasta 'ulama'. Ulama sesungguhnya didefinisikan jelas di 35:27-28.
Sebagai penutup, ada sebuah kisah ketika Umar ibn Khattab bertanya pada Ubai Bin Ka'ab mengenai takwa. Ubai balik bertanya : ” Apakah anda pernah melewati jalan yang banyak durinya ” ? ” Pernah ” Jawab Umar. Ubai bertanya kembali : ” Bagaimana ketika anda melewatinya ” ? Umar menjawab : ” Saya bersungguh- sungguh serta berhati- hati sekali supaya tidak kena duri ” . Ubai akhirnya mengatakan : ” Itulah arti Taqwa yang sebenar- benarnya. ”.
Dan Alquran, adalah petunjuk untuk orang yang bertakwa, orang-orang yang berhati-hati, yang rendah hati, percaya setiap apa yang ia lakukan mengandung konsekuensinya, yang selalu memohon petunjuk, yang bersedia menafkahkan sebagian rezekinya, yang percaya bahwa ia tidak sendiri, yang menyadari banyak hal yang terjadi di luar kekuasaannya (2:2-5).
Dan orang-orang yang menuruti hawa nafsunya, egonya, walaupun berkali-kali ia membuka Alquran, niscaya mereka tidak akan mendapatkan petunjuk melainkan hanya sebagai pembenar tindakannya.
Maka,
bukanlah Quran yang menjadi musuh umat Islam, yang harus dilarang di negara sana-sini. Bukan.. Melainkan orang-orang yang menuruti hawa nafsunya, yang menjadikan dirinya tuhan dengan merasa setiap orang harus seia sekata dengannya, yang melakukan kerusakan di mana-mana, melakukan kezaliman dan penindasan, yang berjalan di muka bumi dengan kesombongan. Dan bukankah orang-orang seperti itu ada di manapun, dari kelompok agama manapun?
Penyangkalan:
Pendapat ini diungkapkan oleh seseorang yang walau di KTP dinyatakan beragama Islam tetapi merasa masih belum pantas menamakan dirinya seorang muslim.
Penulis masih mengikuti sholat Jumat walau kadang-kadang panas bila khatib melakukan penyesatan dengan justru mengajak pada kezaliman (seperti menuduh jemaah yang kelaparan yang mengadu pada pemerintah saat ibadah haji tahun 2006 sebagai orang-orang yang berbantah2an -- Naudzubillah min dzalik).
Penulis, walaupun kadang-kadang tidak setuju pada pandangan beberapa ulama, tetapi masih mampu menoleransi dalam kadar perbedaan pendapat. Bahkan suatu saat ada seorang blogger anonim di wordpress yang coba memfitnah seorang ulama dengan menyamar sebagai beliau dan berkomentar di berbagai blog, penulis mencoba membela dan bertanya pada rekan penulis untuk klarifikasi.
Bagi penulis, ulama adalah seorang konsultan hukum dan karena itu tidak heran bila dijumpai berbagai perbedaan pendapat. Namun ulama (termasuk ustadz, habib, kyai) yang picik, sempit, mengajak pengikutnya berbuat hal-hal yang tidak islami maka mereka adalah bagian dari 'kasta ulama' yang bagi penulis wajib dijauhi.
Maaf.. aku tidak sepakat dengan saudara Anonim.
Kujawab setelahnya
To Anonymous:
Nope...
Musuh Islam bukan Alquran...
Alquran justru mengajarkan toleran dan hanya beringas bila untuk menyelamatkan keadilan
(baca keseluruhan Quran kalau mau memahami ayat-ayat pedang)
Alquran melarang kita berperang karena emosi. Alquran melarang kita berperang demi ego kita (termasuk ego "identitas agama").
Dan Alquran melarang kita membuat kasta pendeta dan rahib.. dan tentu saja kasta 'ulama' termasuk yang dilarang.
'Ulama' yang dihormati dalam Alquran bukanlah tokoh egois yang hidup di dalam menara gading berisi kitab-kitab. BUKAN! Sekali-kali tidak! Jadi, Alquran melarang umat Islam terpancing oleh fatwa-fatwa yang sebenarnya tidak Islami.
Alquran menyuruh kita mengabaikan hal-hal yang sia-sia. Alquran mengajarkan untuk bersabar.
Hanya ketidakadilan dan penindasanlah satu-satunya alasan untuk berjuang. Itupun tidak dengan cara menuruti amarah.
Rasulullah hijrah ketika umat Islam ditindas di Mekkah. Bukan menyuruh umat muslim memberontak sehingga mudah dihancurkan seketika oleh kaum kafir.
Alquran menyuruh kita berpikir jangka panjang.. bukan untuk menuruti amarah kita.
Alquran menyuruh kita cenderung pada perdamaian dan menerima perdamaian dari musuh bila ada tanda-tanda harapan. Dan perjanjian Hudaibiyah, walau merugikan umat Muslim merupakan implementasi dari pesan qurani.
Bahkan Alquran menyuruh kita untuk menegakkan keadilan, menjadi saksi yang adil dan jangan sampai kebencian kita menghalangi kita berbuat adil. Artinya, terhadap musuh pun kita tidak boleh menuruti hawa nafsu kita.
Yang membuat umat Islam selama ini hancur adalah karena kita menjauh dari AlQuran. Kita cuma sepotong-potong melihat ayat Alquran. Kita tidak berpikir seperti halnya orang-orang sezaman Rasulullah saat mengartikan kata-katanya.
Kita terlalu terpesona pada para 'ulama' (termasuk kyai, ustadz, guru agama) sehingga tunduk begitu saja. Kita terlalu takut menggunakan akal sehat padahal Alquran berkali-kali menyuruh kita 'berpikir'.
Kita menerima begitu saja Tarikh dan Sirah yang diceritakan oleh 'pendahulu' tanpa melakukan cross-check. Kita menerima begitu saja hadith hanya karena para 'ulama' mengatakan "sudah dicek oleh para pendahulu". Kita menerima hanya karena kita merasa minder dan kurang berilmu. Padahal, Alquran menyuruh seorang muslim mengecek apa yang ia lihat dan ia dengar.
Alquran melarang kita merasa benar. Alquran melarang kita merasa memiliki ketakwaan yang lebih tinggi dibandingkan orang lain. Alquran melarang kita menghina orang lain. Alquran bahkan melarang kita menghina apa yang disembah agama lain.
dan jangan lupa,
Alquran melarang paksaan dalam agama dan melarang memaksakan keyakinan pada orang lain.
Rasulullah harus membuat piagam Madinah dahulu untuk menjadi seorang pemimpin di Yathrib.
Kalau mau buat daftar pertanyaan2 sederhana,
1. Apakah anda berpikir "murtad" berarti pindah agama? Bila jawabannya iya, maka anda sudah teracuni 'istilah' yang diciptakan kasta ulama.
2. Apakah anda berpikir "muslim" berarti seseorang yang telah mengucapkan kalimat syahadat? Bila jawabannya iya, lagi-lagi anda sudah teracuni oleh kasta ulama. Menjadi 'muslim' lebih kompleks dari itu. Syahadat hanyalah sebuah deklarasi bahwa anda akan mencoba menjadi muslim yang mengikuti jalan yang ditempuh Nabi Muhammad. Cari-carilah referensi tentang kata 'muslim' niscaya anda akan berpikir dua kali untuk mengaku 'saya muslim'.
3. Apakah anda berpikir "ibadah" berarti sembahyang atau melakukan ritual seperti puasa, zakat? Bila jawabannya iya, lagi-lagi anda sudah teracuni. Kata 'ibadah' lebih kompleks dari itu. Bahasa Indonesia mengadaptasinya menjadi 'abdi-mengabdi'. Bukankah luas kata tersebut?
4. Apakah anda berpikir para Muslim terdahulu anti-Yahudi? Anda berarti sudah teracuni hadits dan tarikh. Kenyataannya, umat Yahudi diperbolehkan memasuki Yerusalem di masa Umar ibn Khattab. Kenyataannya, Shallahuddin Al-Ayyubi menggunakan orang-orang Yahudi sebagai dokter-dokter pribadinya. Dan perlukah bercerita apa yang dilakukan penguasa dinasti Utsmani di tahun 1492?
Mereka (kasta ulama) yang mempropagandakan hadits-hadits anti-Yahudi, yang mencemari perjuangan kemerdekaan Palestina dengan semangat anti-Yahudi adalah mereka yang membuat nama Islam semakin terpuruk walau mereka menipu diri mereka sendiri bahwa mereka berjuang demi Islam.
5. Apakah anda berpikir Ulama adalah mereka-mereka yang menenggelamkan diri pada kitab-kitab ulama terdahulu yang mereka puja, tidak berani menyentuh apa yang berasal dari luar lingkungan mereka, yang fanatik, picik, dan egois? Maka, lagi-lagi anda sudah teracuni kasta 'ulama'. Ulama sesungguhnya didefinisikan jelas di 35:27-28.
Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari langit lalu Kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam jenisnya. Dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat.Silakan cari kamus atau referensi tentang kata ulama, dan definisi di atas lebih mendekati dibandingkan definisi yang diberikan kasta ulama. Dan tidak heran pula bahwa Allah mengingatkan bahwa keragaman itu juga mencakup keimanan
Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama (yang dimaksud dengan ulama dalam ayat ini ialah orang-orangyang mengetahui kebesaran dan kekuasaan Allah). Sesunggunya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.
(terjemahan Departemen Agama)
Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya? (10:99. terjemahan Departemen Agama)Jadi mereka yang berteriak-teriak, mengusahakan agar orang-orang yang berbeda keyakinan untuk ditindas, dianiaya, sungguh, mereka bukanlah ulama walau mereka menyebut diri mereka habib, ustadz, atau bahkan bagian dari FUUI dan sebagainya. Mereka adalah orang-orang yang mengingkari pesan Quran.
Sebagai penutup, ada sebuah kisah ketika Umar ibn Khattab bertanya pada Ubai Bin Ka'ab mengenai takwa. Ubai balik bertanya : ” Apakah anda pernah melewati jalan yang banyak durinya ” ? ” Pernah ” Jawab Umar. Ubai bertanya kembali : ” Bagaimana ketika anda melewatinya ” ? Umar menjawab : ” Saya bersungguh- sungguh serta berhati- hati sekali supaya tidak kena duri ” . Ubai akhirnya mengatakan : ” Itulah arti Taqwa yang sebenar- benarnya. ”.
Dan Alquran, adalah petunjuk untuk orang yang bertakwa, orang-orang yang berhati-hati, yang rendah hati, percaya setiap apa yang ia lakukan mengandung konsekuensinya, yang selalu memohon petunjuk, yang bersedia menafkahkan sebagian rezekinya, yang percaya bahwa ia tidak sendiri, yang menyadari banyak hal yang terjadi di luar kekuasaannya (2:2-5).
Dan orang-orang yang menuruti hawa nafsunya, egonya, walaupun berkali-kali ia membuka Alquran, niscaya mereka tidak akan mendapatkan petunjuk melainkan hanya sebagai pembenar tindakannya.
Maka,
bukanlah Quran yang menjadi musuh umat Islam, yang harus dilarang di negara sana-sini. Bukan.. Melainkan orang-orang yang menuruti hawa nafsunya, yang menjadikan dirinya tuhan dengan merasa setiap orang harus seia sekata dengannya, yang melakukan kerusakan di mana-mana, melakukan kezaliman dan penindasan, yang berjalan di muka bumi dengan kesombongan. Dan bukankah orang-orang seperti itu ada di manapun, dari kelompok agama manapun?
Penyangkalan:
Pendapat ini diungkapkan oleh seseorang yang walau di KTP dinyatakan beragama Islam tetapi merasa masih belum pantas menamakan dirinya seorang muslim.
Penulis masih mengikuti sholat Jumat walau kadang-kadang panas bila khatib melakukan penyesatan dengan justru mengajak pada kezaliman (seperti menuduh jemaah yang kelaparan yang mengadu pada pemerintah saat ibadah haji tahun 2006 sebagai orang-orang yang berbantah2an -- Naudzubillah min dzalik).
Penulis, walaupun kadang-kadang tidak setuju pada pandangan beberapa ulama, tetapi masih mampu menoleransi dalam kadar perbedaan pendapat. Bahkan suatu saat ada seorang blogger anonim di wordpress yang coba memfitnah seorang ulama dengan menyamar sebagai beliau dan berkomentar di berbagai blog, penulis mencoba membela dan bertanya pada rekan penulis untuk klarifikasi.
Bagi penulis, ulama adalah seorang konsultan hukum dan karena itu tidak heran bila dijumpai berbagai perbedaan pendapat. Namun ulama (termasuk ustadz, habib, kyai) yang picik, sempit, mengajak pengikutnya berbuat hal-hal yang tidak islami maka mereka adalah bagian dari 'kasta ulama' yang bagi penulis wajib dijauhi.
2 comments:
Aah...
*tersentak*
*manggut-manggut*
*tercerahkan*
askum mas..
wow luar biasa cara anda memandang permasalahan tersebut..saya pun jd mempunyai pikiran sperti ini "apakah mungkin seseorang yang belum bisa disebut muslim mempunyai pendalaman ttng islam yang luar biasa" saya benar2 kagum.
usia anda tidak jauh beda dengan saya..
mudah2an suatu saat anda dapat menjdi muslim sejati sehingga semakin banyak orang yang tercerahkan kaya bung tito
wassalam
Post a Comment