Friday, March 15, 2024

Thursday, February 15, 2024

Rangkuman Isu SIREKAP 2024, mulai dari masa pelatihan KPPS hingga proses Rekapitulasi

 



Sebagai KPPS yang ditugaskan untuk memegang aplikasi Sirekap 2024, saya berprasangka baik bahwa aplikasi ini digunakan untuk meringankan beban PPS dan mempercepat proses publikasi foto C1 beserta perkiraan hasil kepada publik. Namun apa daya, ternyata sejak SIREKAP ini diberitahukan kepada kami, ternyata banyak masalah yang melanda.

Ada empat bagian dari tulisan ini:

1. Pengenalan SIREKAP dan fungsinya

2. isu yang dihadapi sebelum hari pencoblosan;

3. isu yang dihadapi saat hari pencoblosan dan perhitungan suara;

4. saran perbaikan di masa yang akan depan.


Pengenalan SIREKAP dan Fungsinya

Sirekap digunakan untuk menjaga keterbukaan pemilihan. Sebelumnya, aplikasi ini sudah digunakan pada PILKADA 2020 dan kini diterapkan pada PILPRES dan PILEG tahun 2024. 

Setidaknya, ada beberapa pengguna SIREKAP, yakni:

  1. Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara atau KPPS yang bertugas di lapangan yang melakukan pemungutan suara dan kemudian melakukan perhitungan suara di depan masyarakat;
  2. Badan Adhoc KPU
  3. KPU
  4. masyarakat umum yang melihat hasil dari SIREKAP dari situs lain.

Beberapa aplikasi terkait sirekap:

  1. aplikasi SIREKAP 2024 untuk dipasang di Android. Aplikasi ini bisa digunakan oleh KPPS dan badan adhoc KPU;

  2. situs SIREKAP WEB. Situs ini hanya bisa diakses oleh KPU dan badan adhoc KPU;

  3. situs Pemilu 2024 ( https://pemilu2024.kpu.go.id/ ) yang berisi hasil perhitungan -- termasuk perhitungan awal otomatis, dan foto-foto C1 Hasil yang diunggah lewat SIREKAP. 

Alur proses SIREKAP

Sebelum melakukan pengunggahan foto C1-Hasil, SIREKAP membolehkan KPPS mengisi beberapa data dahulu.


Antara lain, sebelum penghitungan dilakukan, aplikasi SIREKAP sudah bisa digunakan untuk mencatat Saksi dan Panwas yang hadir di TPS. 


Kemudian setelah penghitungan surat suara selesai, SIREKAP digunakan untuk memfoto C1-hasil. 



Ada tiga proses dalam pengunggahan C1-Hasil SIREKAP, yakni:

  1. pengambilan foto (ditandai dengan logo kamera);
  2. pengunggahan atau pengiriman foto ke server SIREKAP (ditandai dengan logo awan dan panah ke atas);
  3. proses konversi foto menjadi angka (ditandai dengan logo centang) yang dilakukan di server secara otomatis menggunakan OCR - Optical Character Recognition

Setelah semua foto C1-Hasil SIREKAP selesai dikirim dan selesai dikonversi, maka dilakukan proses penguncian dan pembuatan dokumen PDF berisi laporan. 



Setelah dokumen PDF dibuat maka dokumen tersebut dapat dibagikan kepada kawan-kawan sesama KPPS, para saksi, dan Panwas. 




Usai proses pengunggahan, maka C1 dapat dilihat di situs Pemilu 2024 KPU. Sementara jika proses konversi sukses, hasilnya  juga bisa dilihat di situs yang sama. 




Isu Yang Dihadapi Sebelum Hari Pencoblosan

Beberapa minggu sebelum hari pencoblosan, KPPS sudah mencoba SIREKAP dan ada beberapa masalah yag dihadapi. 


Gagapnya Pengembang Dalam Menghadapi Kebijakan Android Terbaru
Ketika KPPS mendapatkan username dan password para KPPS segera mencoba aplikasi ini. Beberapa berhasil login sementara beberapa lain gagal login. Biasanya PPS memberi jawaban diplomatis "server sedang mati" padahal isunya bukan itu tetapi karena ada bug di software SIREKAP. 

Seperti galat berikut:


terjadi bukan karena masalah jaringan tetapi karena pengembang software tidak menyadari bahwa sejak Android 13, terjadi perubahan kebijakan di mana tidak bisa sembarangan menyimpan data. Saya sempat mengirimkan beberapa log kepada pusat data (pusdatin at kpu.go.id) dan juga memberitahu Komisioner KPU bagian data tentang error tersebut.

Error yang disebutkan akhirnya diperbaiki sejak versi 2.41.


Tiadanya Tanggapan atau Umpan Balik atas Bug Yang Ditemui

Sejak saya gagal login, saya berusaha memberi tahu bug yang saya jumpai. Saya menelpon nomor telepon yang tertera di informasi di Google Play tak diangkat.


Sementara mengirim e-mail tak dapat tanggapan serius. Begitu mendapatkan informasi tentang komisioner KPU yang bertanggung jawab atas data, barulah saya beritahu bahwa saya mengirim e-mail berisi laporan bug lengkap dengan log debugger.


Tiadanya Latihan Yang Memadai Sehingga Terjadi Miskomunikasi

RW kami mengundang PPS untuk mengadakan BIMTEK tambahan dan di hari itu, kami semua sudah dapat login masuk KPPS. Saya menanyakan apakah ada peraga C1 Hasil dengan ukuran sebenarnya yang dapat kami foto dengan SIREKAP sehingga kami tahu seperti apa kami harus menggunakan SIREKAP dan seperti apa input tertulisnya. Sayangnya ternyata tak ada alat peraga C1.

Jadi, hingga hari pencoblosan, KPPS sama sekali buta tentang SIREKAP.


Isu yang Dihadapi Di Hari Pencoblosan Dan Perhitungan Suara

Saat hari pencoblosan dan perhitungan suara, ada beberapa kendala yang terjadi saat menggunakan aplikasi SIREKAP. Saya hanya menyebutkan beberapa di antaranya:

Isu SSO KPU yang membuat SIREKAP gagal diakses

Entah bagaimana, SSO KPU down sehingga SIREKAP tak bisa digunakan. Sebenarnya tak terlalu ada masalah jika seandainya tidak ada masalah berikut.

Session SIREKAP terlalu cepat kadaluarsa

Session SIREKAP terlalu cepat habis, hanya dalam beberapa langkah penggunaan, tiba-tiba session habis sehingga harus login lagi. Padahal ketika SSO sedang tak berfungsi maka beberapa fungsi SIREKAP menjadi terganggu. 


Proses Pengenalan Batas C1 Otomatis Yang Tak Bekerja Dengan Baik

Untuk memastikan bahwa C1 yang difoto dengan SIREKAP memenuhi standar, aplikasi SIREKA memiliki pengenal batas yang mencari 4 tanda di setiap sudutnya. 


Sayangnya, proses penanda ini ternyata ada beberapa proses tak terdokumentasi misalnya:

  1. ada penanda biru yang sempat membuat saya bertanya bagaimana cara menggunakannya;

  2. ketika penanda ini berbentuk aneh, misalnya berbentuk segitiga, bukan segi empat -- lebih tepatnya berbentuk trapesium dengan sudut sangat sempit hingga mirip segitiga, tidak ada dokumentasi solusinya. 
Saya mencoba mengutak-atik ketika terjadi kasus yang kedua namun selalu gagal. Hasilnya selalu berupa kertas kosong. 




Saya akhirnya harus merelakan lembar ke-17 dari C1-Hasil DPR karena kami harus segera beranjak ke perhitungan selanjutnya.


Proses Pengenalan Angka Otomatis (OCR) Yang Sering Keliru

Saya yakin banyak yang mengalami hal ini. 


Yang sering saya amati, 
angka 1 berubah menjadi 4, angka 3 berubah menjadi 7, dan silang (tanda dikosongkan) berubah menjadi 8. Tentunya ada varian-varian lain tetapi kesalahan pengenalan ini yang sering terjadi.

Salah satu yang jadi masalah adalah tiadanya alat peraga C1 Hasil sehingga kami tak pernah berlatih cara input yang benar. 

Misalnya, PPS memberi tahu kami bahwa angkanya nanti berupa garis yang mirip digital, sehingga bayangan kami adalah seperti tampilan 7 segment ( 7 segment display ) seperti berikut:


Berbekal prasangka seperti itu, saya sempat bertanya kepada PPS saat bimtek, jika untuk mengisi angka 1, harus di manakah kami mengisi, di sisi kiri atau kanan. PPS menjawab di sisi kanan. Ingat, tidak ada alat peraga sehingga kami harus mengira-ngira.

Kenyataannya, bentuk polanya bukanlah tampilan 7 segmen tetapi ada 2 segment tambahan di tengah. 


Tentu saja, berbekal dari jawaban PPS selama BIMTEK, saya mengisi angka 1 dengan menuliskan di sisi kanan dan selalu dibaca sebagai 4. Tak terpikirkan oleh saya bahwa saya mungkin harus mencoba di tengah.

Selain itu, bagaimana dengan angka 3? Mengapa selalu dianggap sebagai angka 7 ?

Tim kami menulis angka 3 seperti ini.


dan ini terbaca sebagai angka 7. 
Sementara angka 7, saya menulis seperti ini.


dan terbaca sebagai angka 1.

Ajaibnya, salah satu rekan kami menulis angka 7 seperti berikut.


Ia sempat ditertawakan karena angka 7 seperti F terbalik namun ternyata sistem SIREKAP sukses membacanya sebagai angka 7.

Masalahnya, proses konversi oleh OCR ini terjadi di server SIREKAP sehingga kami tak bisa segera menyadari problem ini. 


Tiadanya Proses Sunting Hasil Lembar Kedua C1-Hasil PPWP

Salah satu yang mengganggu saya adalah, ketika di halaman-halaman lain, kami dapat melakukan sunting koreksi terhadap hasil pembacaan OCR, proses itu tidak bisa dilakukan di hasil lembar kedua C1-Hasil PPWP yang berisi hasil perhitungan suara untuk Presiden dan Wakil Presiden. Kami hanya bisa menandainya sebagai "salah" atau "benar". 




Jadi angka 97 yang dibuat oleh SIREKAP hanya ditandai sebagai merah, tanda invalid, tanpa bisa diperbaiki oleh operator SIREKAP. 

Sementara di lembar lain, angka-angka yang salah masih dapat dikoreksi. 





Hilangnya foto lembar kedua C1-Hasil PPWP yang hasil pembacaan otomatis ditandai keliru

Saya terkejut, di Situs PEMILU 2024 milik KPU, foto C1-Hasil PPWP lembar kedua hilang padahal sudah diunggah via SIREKAP, dan sudah lewat proses. Tampaknya, ketika saya menandai sebagai invalid, sistem KPU menghilangkan atau menyembunyikan foto C1-Hasil PPWP lembar kedua padahal masalah bukan pada foto tetapi pada proses otomatisasi pengenalan angka (OCR). 


Kita bandingkan dengan proses C1-Hasil PPWP lembar 1 yang membolehkan angka hasil OCR dikoreksi. 



Hasilnya tetap terlihat dan C1 Hasil tetap ada. 

Atau contohlah hasil PDF yang di-generate oleh SIREKAP yang tetap menampilkan C1-Hasil PPWP lembar kedua dan hasil konversinya termasuk menandai angka mana yang tidak sesuai. 




Saran Untuk Selanjutnya

Ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh KPU untuk memperbaiki hal-hal yang disebutkan.

Gunakan Fasilitas Bug Tracker yang bisa diakses user untuk melaporkan bug

Ada banyak programmer-programmer di Indonesia yang menjadi relawan KPPS dan tentunya rela menjadi beta tester. Daripada hanya menunggu lewat telepon yang tak pernah diangkat, e-mail yang tak pernah ditanggapi, lebih baik menggunakan bug-tracker. 

Setiap KPPS yang memegang aplikasi, diberikan juga fasilitas untuk submit bug via bug-tracker yang digunakan sehingga mereka tahu apakah keluhan mereka ditanggapi. 


Berikan Alat Peraga Memadai untuk Latihan Penggunaan Sirekap

Berhentilah menduga-duga bahwa user aplikasi akan paham cara penggunaannya dengan diberikan manual. Lakukan peragaan mendekati sesungguhnya. Jika aplikasinya, seperti SIREKAP, menggunakan fitur khusus seperti kamera dan proses pengenalan angka, maka seharusnya ada alat peraga yang bisa digunakan untuk mencoba fitur-fitur itu. 


Selalu Berikan Pilihan Manual

Jangan tergantung pada hal-hal otomatis. Begitu memberikan dan memaksa KPPS untuk angkat sumpah maka seharusnya KPU percaya pada KPPS. 

Untuk hasil C1-PPWP lembar kedua, seharusnya bisa disunting seperti pada lembar-lembar lain. 

Begitu juga untuk proses marking batas C1, seharusnya jangan tergantung pada otomatis seperti batas garis  kuning. Berikan juga pilihan untuk memberi batas secara manual walaupun sudah ada batas otomatis yang diberikan. 


Jangan Menunggu Semua Proses Selesai Sebelum Ekspor Dokumen dan Update Data
Salah satu problem SIREKAP adalah dokumen PDF baru bisa dibuat ketika semua foto sudah terunggah dan sudah terproses. Sayangnya, beberapa proses itu macet karena dijalankan di sisi server. 

Seharusnya dokumen PDF bisa di-generate ketika beberapa halaman sudah bisa dibuatkan laporannya. Tentu saja diberi tanda dokumen itu adalah draft karena ada beberapa proses yang belum selesai tetapi setidaknya ada yang bisa dibagikan kepada para saksi dan Panwaslu.

Begitu juga proses-prosesnya, seharusnya sudah bisa ditampilkan publik walaupun belum semuanya selesai. Proses harus dilihat sebagai sesuatu yang mengalir (stream ), bukan sesuatu yang dibendung. 


UPDATE — 15 Februari 2024

Saya baru ingat kalau SIREKAP ada fitur luring ( offline ). Kemarin di hari-H saya mencoba mencari cara untuk aktifkan fitur offline tetapi gagal dapat.

Hari ini, setelah periksa panduan SIREKAP, baru paham, fitur ini hanya akan muncul jika ponsel benar-benar terputus dari jaringan. Jika ponsel masih masuk jaringan tetapi server SIREKAP bermasalah, maka fitur offline ini tidak muncul.



UPDATE 16 Februari 2024 08:34

Semalam, saya baru melihat bahwa data PPWP Lembar kedua akhirnya dimutakhirkan ( updated ) dan kini TPS saya masuk. Artinya proses perbaikan data yang kutandai sudah berjalan. Data tersebut diperbaiki pada tanggal 15 Februari pukul 17:30.



Tuesday, December 12, 2023

Perkara Bendera Papua

Berdasarkan UU Otonomi Papua no 21 tahun 2001, Papua berhak memiliki lambang daerah berupa dalam bentuk bendera daerah dan lagu daerah. Lambang daerah Papua di sini bukan sembarang lambang melainkan "simbol kultural bagi kemegahan jati diri orang Papua".




Undang-undang ini ditandatangani di awal masa pemerintah Megawati, lima bulan setelah ia menggantikan Presiden Abdurrahman Wahid. Presiden sebelumnya, akrab dipanggil Gus Dur, membolehkan Provinsi Papua mengibarkan bendera Bintang Kejora. Ya! Bendera Bintang Kejora!



Ketika kita bicara tentang bendera yang memiliki simbol kultural Papua, maka kita bicara tentang Bintang Kejora. Bintang di bendera itu bukanlah lambang Ketuhanan terinspirasi Pancasila seperti pada bendera Provinsi Papua Barat, Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Daya. Bukan!

Bintang kejora adalah lambang dari mitologi Koreri khas Papua. Sementara biru, putih, dan merah, adalah ramalan dari Angganitha, pemimpin gerakan melawan Belanda dan Jepang pada tahun 1938-1942.

Namun Bintang Kejora tetap dimusuhi setelah itu, dianggap sebagai bendera kedaulatan. Setiap kali ditemukan, akan segera disita. Bahkan begitu sensitifnya urusan bendera, pada Juni 2018, ketika sedang ramai-ramainya Piala Dunia, tiba-tiba Kepolisian Sorong sampai mengancam warga yang mengibarkan bendera negara lain.




Jadi, ketika pada 1 Desember 2018, sejumlah karyawan proyek TransPapua diduga memergoki pengibaran bendera bintang kejora dan merekamnya, maka hal itu pun bukanlah perkara sepele.

Pelarangan Bintang Kejora, termasuk dengan membuat pasal 6 ayat 4 Peraturan Pemerintah No 77 tahun 2007, adalah bentuk kearoganan Jakarta yang menolak memahami budaya Papua.

Jika Pemerintah selanjutnya berniat membuka dialog, maka revisi Peraturan Pemerintah no 77 tahun 2007 tentang bendera ini perlu dilakukan dan Pusat harus berani memberi toleransi.

Catatan: Tulisan ini ditulis setelah mendengarkan Debat Capres 12 Desember 2023.

Monday, December 04, 2023

[Bukan Review] Jatuh Cinta Seperti di Film-Film



Dahulu di era 2000an awal, saya menonton Ringgo Agus Rahman dari zaman Jomblo hingga Leher 2013. Kemudian saya agak abai mengikutinya sampai terakhir kali menonton Keluarga Cemara. Menurut saya, ia termasuk aktor yang berkembang walau mungkin tak sampai menarik perhatian. Karena itu ketika iklan menampilkan dia di film hitam putih, saya langsung tertarik.


Nirina Zubir juga termasuk aktris yang berkembang dari zaman culun tomboy di Heart, seksi di Comic 8. Terakhir kali saya menontonnya beradu akting dengan Cut Mini Theo di Saiyo Sakato. Walau tokohnya sama-sama janda, karakter yang diperankan di JCSFF berbeda dengan karakternya di Saiyo Sakato.

Jatuh Cinta Seperti di Film-Film seperti nostalgia buat pecinta film Indonesia dari masa 2000an dan lebih sukses daripada Ada Apa Dengan Cinta 2. Jika akhir AADC2 memberikan akhir menjengkelkan -- syukurlah kemudian ada spin-off Milly & Mamet, maka JCTSFF memberikan akhir semanis saccharin.

Skenario adalah kekuatan utama di film ini. Membuat film bergenre romansa membutuhkan dialog-dialog yang bisa membuat penonton terpikat pada tokoh-tokohnya. Penulis skenario sebenarnya menempuh jalan riskan dengan menempatkan karakternya seperti Jesse dari trilogi Before-nya Richard Linklater. Namun Yandi Laurens, penulis sekaligus sutradara, berhasil menciptakan percakapan panjang tetapi tak membosankan.

Kekuatan lain dari film ini adalah keputusan-keputusan sinematografi. Pilihan riskan awal yang terlihat sejak di iklan adalah penggunaan warna hitam putih. Pilihan lainnya adalah perubahan resolusi, menyesuaikan mood. Kemudian, bahkan di segmen hitam putih pun ada color grading berbeda. Tentunya juga ada variasi penggunaan kamera, sudut pandang, dan seterusnya.

Kekuatan lain film ini adalah makeup dan busana, terutama pemilihan makeup dan busana untuk karakter Hana -- Nirina Zubir. Entah bagaimana, kombinasi antara make up, busana dan akting Nirina berhasil mengeluarkan "aura janda" dan ini terlihat ketika karakter lain memerankan Hana, Julie Estelle, aura ini tidak muncul walaupun "Julie" berusaha memerankan Hana sebaik mungkin. Tim make up dan tim busana sukses membuat dua Hana ini berbeda walau dialognya sama.

Namun, di luar hal-hal teknis itu, apakah filmnya bisa dinikmati? Iya, film tersebut bisa dinikmati. Hanya satu hal kecil yang mengganggu: pilihan supermarketnya terasa tak cocok dengan mobil yang dikendarai karakter Hana.

Friday, October 27, 2023

Presentasi Sejarah Sumpah Pemuda

Presentasi ini, pertama kali ditampilkan di depan anak-anak di komunitas Sejarah Asik. 
Karena ditujukan untuk anak-anak usia SD dan SMP, kami mencoba bahasa sesederhana mungkin. 


Silakan klik Presentasi Sumpah Pemuda 


Monday, September 25, 2023

Jangan Lupa Adab Sebelum Review

 Akhir-akhir ini sedang ada kontroversi pemilik warung yang ngamuk-ngamuk setelah mendapatkan review jujur. Sebagian warganet tampaknya lebih memihak peninjau dan sebenarnya pemilik warung memang ada salah. Namun bukan berarti si peninjau tidak lepas dari khilaf.


Harus dibedakan antara review yang dibuat oleh seorang pengunjung murni dengan review yang dibuat oleh "profesional". Review yang dibuat oleh pengunjung murni, biasanya dilakukan di tempat publik yang diisi banyak pihak seperti surat pembaca, forum pembaca, komentar di Google Place, yang sifatnya sporadis. Sebaliknya review yang dibuat oleh "profesional" biasanya dilakukan di media pribadi seperti blog pribadi yang sudah dikhususkan untuk review makanan, atau saluran tiktok, yang ditujukan untuk mendapat keuntungan, baik keuntungan langsung seperti finansial atau keuntungan berupa nama dan reputasi.

Mengapa pembedaan ini penting? Karena pemilik warung bisa saja menggugat secara hukum, entah pasal apa yang digunakan. Dan jika si peninjau mengkhususkan diri dalam membuat tinjauan-tinjauan warung makan dan memiliki reputasi, maka bisa jadi pencarian reputasi ini dijadikan landasan untuk menyerang balik, peninjau dianggap mencari keuntungan dengan menjelekkan pihak lain.

Warung yang sedang dibincangkan memang memiliki sejumlah kelemahan namun saya tidak melihat adanya usaha mengajukan keluhan langsung kepada warung tersebut, misalnya menegur pelayan. Tidak ada usaha memberikan kesempatan warung tersebut untuk memperbaiki sebelum menerbitkan hasil peninjauan.

"Tapi, kalau mereka diberi kesempatan, nanti mereka akan sengaja memperbaiki diri".

Bukankah itu tujuannya? Lagipula, pelayanan warung bisa menjadi bagian yang dikisahkan dalam tinjauan. Bisa saja dituliskan bahwa dalam keadaan ramai, kebersihan warung menjadi telantar hingga akhirnya pelayan harus diminta untuk membersihkan. Tidak ada kebohongan dalam hal itu tetapi warung juga diberi kesempatan untuk membenahi diri.

Jikalau mereka tak mau membenahi setelah diberi kesempatan, peninjau warung juga harus mempertimbangkan dahulu apakah perlu menyampaikan hal buruk tersebut. Jikapun perlu, apakah sudah siap menghadapi konflik. Adakah langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk meminimalisir dampak seperti dengan mengurangi visual yang terlalu mencolok untuk meredam emosi.

Dalam dunia jurnalisme, sebelum berita buruk tayang biasanya ada editor dan redaksi yang menentukan apakah akan tayang atau tidak. Jadi ada pertimbangan matang sebelum benar-benar tayang. Saya rasa pembuat konten pun juga perlu berpikir matang-matang sebelum mengunggah hasil jurnalisme warganya ke internet. Catatan:
Di Indonesia ada pasal pencemaran nama baik, yakni di KUHP lama pasal 310 sementara di KUHP baru (UU no 1 tahun 2023) di pasal 433. Walaupun pasal ini sebenarnya untuk pencemaran nama individu, tetapi MA melalui putusan no 183/K/PID/2010 sempat berpendapat badan hukum dapan menjadi obyek pencemaran nama baik walaupun di putusan itu MA mengabulkan kasasi terdakwa karena menurut MA badan hukum itu harus diwakili oleh Direktur Utama.

Thursday, September 08, 2022

Bolehkah Menolak Mengizinkan Pendirian Rumah Ibadah ?

Misalkan, ada sebuah kota di Indonesia Timur dengan jumlah penduduk 20 ribu jiwa di mana sebagian besar beragama Kristen. Namun ada sejumlah perusahaan yang pegawainya adalah pendatang dan sebagian di antaranya beragama Islam. Jumlah pegawai pendatang laki-laki Muslim di kota kecil itu kebetulan hanya 100 orang saja dan jika ditambah dengan anggota keluarganya maka kurang lebih ada 400 muslim di kota itu, alias hanya sekitar 2%

Pertanyaannya, apakah 400 muslim di kota kecil ini dilarang berkumpul untuk shalat berjamaah ? 

Jawabannya jelas: Tidak boleh ada larangan itu. UUD 1945 Pasal 29 ayat 2 menyatakan "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu".

Pertanyaan lebih lanjut, apakah 400 muslim di kota kecil itu dilarang membuat "masjid" kecil di tengah-tengah masyarakat Kristiani? Sekedar catatan, jumlah laki-laki Muslim itu sudah memenuhi syarat untuk shalat jumat. Jawabannya seharusnya sudah cukup jelas: tidak boleh ada larangan membuat atau menyediakan tempat khusus untuk beribadah walaupun izin untuk tempat tersebut juga harus mempertimbangkan kondisi seperti lalu lintas, tempat parkir jika jamaah sebagian dari tempat yang jauh, dan semacamnya. 

Pertanyaan lebih lanjut, apakah 400 muslim di kota kecil itu boleh membuat masjid besar, dengan menara megah dengan pengeras suara dahsyat ? Saya yakin yang beragama Muslim pasti akan menggelengkan kepala karena masjid semacam itu hanya akan mengganggu dan malah menyinggung masyarakat sekitar.

Skenario di atas adalah skenario ekstrim di mana saya sengaja membuat pemeluk minoritas dengan persentase kecil membutuhkan sebuah tempat berkumpul untuk beribadah bersama. Persentase pemeluk yang kecil bukan berarti alasan untuk melarang mereka beribadah dan bukan pula alasan untuk melarang mereka berkumpul untuk beribadah. Yang bisa dinegosiasikan dengan alasan "kerukunan" adalah wujud tempat berkumpul itu apakah diperbolehkan berupa rumah ibadah atau hanya sebuah ruang yang dipinjamkan, seberapa besar daya tampung tempat ibadah tersebut dan serta syarat-prasyarat lainnya agar tidak mengganggu.


Sebuah unjuk rasa menolak pendirian tempat ibadah, apalagi jika didukung oleh pemimpin kota, adalah preseden buruk yang dapat memancing aksi atau kebijakan balasan di daerah lain.