Sunday, February 28, 2021

Jika Pers Berbohong, Bisakah Dipidana?

 

Ketika pers memuat berita bohong, bukan berarti mereka bisa langsung dijerat oleh pasal 310 atau 311 KUHP (Pencemaran Nama Baik dan Fitnah) begitu saja. Sejak tahun 1999, melalui UU Pers, paradigma kita melihat pers harus dibuat bebas, tidak mudah dijerat.

Jadi pada dasarnya, Pers memang dibebaskan karena Pers agar bisa mencari informasi yang ditutup-tutupi. Terkadang informasi-informasi ini memang lemah, susah dicari buktinya walaupun para wartawan sudah berusaha menggali sekalipun.

Tapi bagaimana jika pers melakukan kesalahan seperti memuat berita bohong atau fitnah ?


Nah, maka langkah pertama adalah apakah berita bohong tersebut adalah produk jurnalistik ? Apakah dimuat di media massa yang memang dimiliki oleh perusahaan pers ? Jika iya, maka definisi berita bohong lebih ketat dibandingkan untuk non-pers. Menurut kode jurnalistik yang dibuat Dewan Pers pada Surat Keputusan Dewan Pers Nomor 03/SK-DP/III/2006 jo Peraturan Dewan Pers no 6/Peraturan-DP/2008:

Pasal 4(a) : Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.

Pasal 4(b) : Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.


Untuk membuktikan perusahaan pers tersebut memang tidak punya niat buruk, maka perusahaan tersebut akan segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa seusai Pasal 12.

Selain itu, untuk membuktikan perusahaan pers tersebut memang tidak punya niat buruk, maka mereka melayani hak jawab dan hak koreksi sesuai Pasal 11 (dan ini wajib sesuai UU Pers):

Pasal 11(a) : Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.

Pasal 11(b) : Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.

Pasal 11(c) : Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.


Itu langkah korektif (jika sudah terjadi kesalahan). Di sisi lain, juga ada langkah preventif dan dijelaskan di pasal 3 Kode Etik Jurnalistik:  menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.

a. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu.

b. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional.

c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.

d.Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.


Sebenarnya, kode etik Dewan Pers itu menegaskan dan menjelaskan apa yang sudah ada di UU No 40 tahun 1999 tentang Pers, terutama pasal 5:

(1)Pers nasional berkewajiban memberikan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah.

(2)Pers wajib melayani Hak Jawab.

(3)Pers wajib melayani Hak Koreksi.


Jika perusahaan pers tersebut tidak melakukan itu, maka bisa dipidana sesuai pasal 18 UU Pers.

Pasal 18 (2):   Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 13 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).


Nah, para hakim yang menerima pengaduan terkait pers, disarankan memperhatikan Surat Edaran MA (SEMA) No 13 tahun 2008, yakni hendaknya mendengar atau meminta keterangan saksi ahli dari Dewan Pers.


Jadi rujukannya:

1. Undang-Undang No 40 tahun 1999 tentang Pers;

2. Surat Keputusan Dewan Pers Nomor 03/SK-DP/III/2006 jo Peraturan Dewan Pers no 6/Peraturan-DP/2008

3. SEMA no 13 tahun 2008


Bacaan lebih lanjut:

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt509886c80973d/tanggung-jawab-keperdataan-media-cetak-dalam-memuat-berita-yang-salah/ 


0 comments: