Wednesday, March 20, 2024

Pandangan Pendiri Negara Indonesia Tentang Kemal Attaturk

 Catatan: ini merupakan jawaban di Quora atas pertanyaan Bagaimana pendapatmu mengenai Turki yang berencana menjadikan nama Kemal Ataturk sebagai nama jalan di Jakarta? 


Kemal Attaturk itu figur yang cukup kontroversial.

Muhammad Asad membencinya sementara kawannya, Agus Salim, justru membelanya. Hamka, memuji Attaturk dari sisi modernisasi tetapi mengritik sekularisasi Attaturk.

Yang jelas, langkah-langkah modernisme yang dilakukan oleh Kemal Attaturk justru menginspirasi para pendiri Indonesia seperti Bung Hatta dan Bung Karno.

Pada tahun 1940, di majalah Panji Islam, Bung Karno membela Attaturk.

"Islam sejak 10 April 1928 itu bukan agama negara lagi. Islam di­nyatakan menjadi urusan-urusan persoon. “Agama adalah privaatzaak”, begitulah kata Kamal, “tiap-tiap penduduk Republik boleh memilih agamanya masing-masing.”

Seluruh dunia Islam gempar. Seluruh dunia Islam berkertak gigi, marah, mengepalkan tinju; Islam dihina, Islam mau dibasmi di negeri Turki. Benarkah begitu? Dengan rajin saya selidiki hal ini, saya buka kitab-kitab yang ada pada saya, saya perhatikan pidato-pidato dan tulisan­-tulisan pemimpin-pemimpin Turki sekarang, saya cari keterangan-­keterangan penyelidik-penyelidik yang obyektif, – dan saya punya kesim­pulan ialah bahwa Turki tidak bermaksud membasmi agama. Saya kira, begitu jugalah konklusi tiap-tiap orang lain yang mau menyelidiki keadaan di Turki itu dengan saksama dan obyektif. Yang menjadi soal sekarang ini, bukanlah Turki mau membasmi agama atau tidak, tetapi ialah soal: apa sebab Turki memisah agama dari negara, dan soal: diper­bolehkankah oleh Islam (bukan kitab fiqh) perpisahan agama dari negara, dan akhirnya soal: lebih baikkah agama dipisahkan dari negara?

Soal yang pertama itulah yang menjadi themanya seri artikel saya sekarang ini. Di dalam seri saya “Memudakan Pengertian Islam” soal ini sudah saya singgung sedikit-sedikit. Di dalam seri itu saya sitir beberapa ucapan-ucapan yang mengenai soal itu, antara lain-lain dari Halide Edib Hanoum yang berbunyi: “Kalau Islam terancam bahaya kehilangan pengaruhnya di atas rakyat Turki, maka itu bukanlah karena tidak diurus oleh pemerintah, tetapi ialah justru karena diurus oleh pemerintah … Umat Islam terikat kaki-tangannya dengan rantai kepada politiknya pemerintah itu. Hal ini adalah satu halangan yang besar sekali buat kesuburan Islam di Turki …

Dan bukan sahaja di Turki, tetapi di mana‑mana sahaja, di mana pemerintah campur tangan di dalam urusan agama, di situ ia merupakan satu halangan besar yang tak dapat dienyahkan …”

Jadi: bukan anti-agama, tapi juga justru menolong agama.

Bukan mau membasmi agama, tetapi justru buat menyuburkan agama. Bukan seperti Rusia, tetapi hanyalah menyimpang dari kebiasaan umat Islam yang telah berabad-abad. Turki meninjau ke dalam sejarah dunia, dan melihat betapa agama-sejati selalu didurhakai, justru oleh pemerintah‑pemerintah dan orang-orang-kuasa yang juga menjadi “penjaga-penjaga” agama itu. "


Pada tahun 1938, Agus Salim, seperti yang saya sebut di atas, membela Attaturk di Pedoman Masjarakat.

Dengan cepat dan berturut-turut pelbagai perubahan dan pembaharuan dilakukan oleh Kemal Paysa dengan ketetapan dan kekerasan hati. Dalam waktu yang sedikit sekali bangsa Turki dan Anatol yang sebagian besar buta huruf itu diajarnya pandai menulis dan membaca, diberinya kewajiban bersekolah serta dengan sekolah tidak membayar. Dalam masa yang sedikit pula bangsanya yang rata-rata kaum tani, diajarnya mempunyai dan menghidupkan kerajinan. Adat kuno-kuno, yang teguh berdiri dekat seribu tahun, seperti tak mau berubah-ubah, dengan cepat disuruhnya berubah. Bangsa Turki menukar pakaian aslinya dengan pakaian Eropa, perempuannya menanggalkan syerself tutup muka dan kepala, melepaskan melaya pembalut badan. Tidak lagi orang Turki akan dipandang sebagai keanehan, sebagai tontonan untuk kaum turis, seperti dulunya. Eropa mesti dibiasakan melihat bangsa Turki sebagai bangsa yang setanding dan sebaya.

Gadis dan istri Turki tidak lagi menjadi barang pingitan. Menanti laki-laki sebelum bersuami, melayani laki-laki sesudah kawin. Pintu sekolah, pintu kantor semua terbuka luas untuk kaum wanita. Bahkan sampai pintu majelis wakil rakyat pun dibukakan seluas-luasnya.

Segala itu telah berlalu dalam 15 tahun dalam pegangan Kemal Ataturk, bapak Turki.

Sekarang ia sudah berlalu. Ia pergi akan menghadapi timbangan dan balasan Tuhannya dengan membawa jasanya dan dosanya.


Memang secara tersirat dari kedua tulisan itu jelas Ataturk adalah antitesis dari pemerintahan sebelumnya. Pemerintahan sebelumnya, dinasti Utsmaniyah, mau saja diperalat oleh Jerman dan membawa-bawa jihad demi aliansi mereka.



 



Ya sekarang kita balik lagi ke sosok Bung Karno yang namanya dijadikan nama jalan di Turki. Apakah Bung Karno adalah sosok sempurna tanpa dosa ? Tidak, kan? Saya bisa memberi daftar dosa-dosa Bung Karno terhadap Indonesia tetapi toh beliau punya jasa. Jadi kalau Turki punya nama jalan Sukarno di sana, saya juga tidak ada keberatan.

Begitu juga Attaturk. Ya, ia punya dosa tetapi bahwa ia masih dihormati di Turki, bahkan walaupun pemimpin Turki saat ini adalah Erdogan yang islami, tetapi permintaan itu menunjukkan Attaturk punya jasa yang besar walaupun tentu juga berbuat dosa.

Saya pikir ini kontroversi yang tak penting. Herannya, sebegitu menakutkannya sosok Attaturk ini sampai sampai ada yang memfitnah Attaturk setelah kematiannya.



0 comments: