Tuesday, May 16, 2006

Permintaan Melarang Da Vinci Code

Jika Da Vinci Code Dilarang

Sepanjang pengetahuan saya yang awam ini, untuk pertama kalinya, dalam sejarah perfilman Indonesia, kalangan dari luar pemerintah dan bukan muslim meminta sebuah film dilarang. Film yang diminta dilarang tersebut adalah film yang mungkin ditunggu-tunggu oleh beberapa teman saya, yakni Da Vinci Code, yang dibintangi oleh Tom Hanks (Cast Away, Forrest Gump), disutradarai Ron Howard (Apollo 13, A Beautiful Mind) dan merupakan hasil adaptasi dari novel berjudul sama karya Dan Brown. Pihak yang meminta pemerintah (dalam hal ini Menkominfo) melarangnya, seperti yang diduga, berasal dari kalangan Nasrani, walau belum merupakan kebulatan suara, atau lebih tepatnya Persekutuan Injil Indonesia (PII). Sementara itu, Konferensi WaliGereja Indonesia (KWI) menyatakan tidak keberatan dengan pemutaran film tersebut. Lucunya, beberapa teman saya yang menggemari novelnya justru berasal dari kalangan Nasrani.

Lepas dari apakah film ini akhirnya dilarang atau tidak, seandainya pernyataan tersebut berasal dari seluruh kaum Nasrani di Indonesia atau minimal dari seluruh atau sebagian besar organisasi Nasrani di Indonesia, maka keputusan yang akan diambil dapat mempengaruhi konsep kebebasan dalam negara kita.

Bila film tersebut dilarang, maka beberapa buku dan film yang menyinggung sebuah agama (apapun itu, Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha), terpaksa harus juga dilarang agar pemerintah konsisten dengan kata-katanya. Perlu dicatat, B dapat tersinggung oleh pernyataan A walaupun A sudah menggunakan dalil-dalil yang jelas dan dengan tidak menggunakan kata-kata cacian, apalagi pemeluk agama cenderung menyikapi agamanya dengan tingkat nalar yang berbeda saat menghadapi masalah lain. (Ingat masalah kartun Denmark?).

Bila film tersebut tidak dilarang, maka tindakan dakwah, proselyte, misi menyebarkan sebuah agama ke pemeluk agama lain dengan menggunakan dalil-dalil yang mengungkap kelemahan (baik berupa kelemahan sesungguhnya maupun perbedaan tafsir) agama yang sudah dipeluk oleh obyek dakwah/misi, tidak bisa dilarang selama tidak melangkahi batas-batas ditentukan (seperti dengan tidak menghina secara eksplisit tokoh-tokoh dalam agama tersebut) agar pemerintah konsisten dengan keputusannya. Dengan kata lain, pemutaran film ini bisa mengubah peraturan tentang toleransi dan penyebaran agama walaupun sebenarnya cerita film ini adalah fiksi.

Tentu saja perlu diingat, bahwa implikasi yang saya sebutkan di atas akan terjadi jika mayoritas umat Nasrani merasa keberatan dengan pemutaran film tersebut. Jika permintaan tersebut hanya berasal dari beberapa organisasi yang tidak terlalu berpengaruh, maka pemutaran film tersebut mungkin tidak akan mempengaruhi situasi di Indonesia, sama halnya film-film sensitif lain seperti Stigmata.

Hormat saya,
Kunderemp Ratnawati Hardjito A.K.A
Narpati Wisjnu Ari Pradana



Rujukan:
Detik.com. Menkominfo Diminta Larang "The Da Vinci Code". Detik.com (2006). http://www.detikhot.com/index.php/tainment.read/tahun/2006/bulan/05/tgl/16/time/165747/idnews/596111/idkanal/229 (Diakses terakhir 16 Mei 2006)

3 comments:

Anonymous said...

mas, sekarang dah ada buku the crack of da vinci code kan?
dah baca lom mas?
aku lom baca je mas

jpmrblood said...

Whua.. ha.. ha...
basbang abis kalo bilang di id yang nyerang Nasrani bakal dilarang. Dari zamannya Bible, Science, and Holy Quran juga ud nyerang abis-abisan Nasrani.

Menurut gw, adalah hal yang bagus hal2 yang kayak gituan masuk. Biar ketahuan mana yang punya iman Nasraninya dangkal. Kalo orang yang ud belajar teologi + sejarah dunia | ud pernah bergaul dengan Tuhan, pasti gak bakal ngaruh ama gituan.

Paling kayak gw, ngakak ketawa liat kayak gituan. Hiburan yang baik... :P

Anonymous said...

Basbang?

Hmm...
Aku gak tertarik apakah Da Vinci Code dilarang atau tidak. Tapi aku tertarik, kalau seandainya dilarang, apakah yang akan terjadi, apalagi di masa sensitif seperti ini yang sering dijuluki masa "mobocracy" (pemerintahan dengan amuk massa).

Kebetulan selama ini yang suara vokal sampai main ancam boikot, demonstrasi berasal dari kalangan muslim. Walau aku memahami alasan mereka, aku tidak menyetujui cara mereka yang menurutku cenderung gelap mata dan menuju pada kezaliman.

Karena itu, aku berkhayal dengan kata-kata sakti "seandainya".

Kurang lebih tujuanku menulis bisa dianalogikan seperti ini.. Kalau seorang guru sering mengeluh murid-muridnya tidak pernah mendengar dirinya, bagaimana kalau suatu hari murid-muridnya mengeluh bahwa sang guru tidak pernah mendengarnya? Ya.. mirip-mirip Golden Rule sih. "Jangan lakukan kepada orang lain apa yang engkau tidak ingin orang lain melakukan hal yang sama denganmu"

Inukiki,
aku belum baca bukunya. Seingatku waktu di Australia ada dua buku yang berjudul Crack of Da Vinci Code, yang satu menyerang, yang satu mendukung. Aku tidak tahu yang mana yang terbit di Indonesia.

Selain itu, membaca postingan teman-teman nasrani di Ajangkita, membaca entri-entri wikipedia, dan membaca Cinemags dan beberapa sumber lain, ada beberapa kesalahan yang cukup fatal di bukunya (lepas dari masalah teologinya) dan sengaja oleh pengarangnya agar membuat nuansa lebih mistis.

Bahkan pembuat filmnya sendiri merasa lebih nyaman dengan menyebut filmnya sebagai fiksi.