Ternyata gue yang brengsek
Dengan sengaja, kutemui ibu-ibu perpustakaan. Kuminta "KP-452" untuk kubaca di tempat. Karena ... aku kangen. Aku ingin melihatmu walau sekedar nama yang tercantum dalam laporan KP.
Kubuka halaman-halaman pertama, dan kutemukan namaku tercantum di dalam Kata Pengantar. Kau tuliskan di situ:
6. Dolly dan Narpati yang telah begitu banyak membantu saya
Tahukah engkau.
Dadaku terasa sesak tiba-tiba. Aku merasa sangat malu. Tanpa kusadari ternyata diriku sudah berubah begitu banyak. Aku kini telah menjadi orang brengsek di matamu.
Kukenang saat pertama kali kita bertemu di kampus ini. Kau adalah mahasiswi yang akan menginjak semester lima, dengan senyummu yang menawan menyambutku, calon mahasiswa Kelas Internasional yang sedang mendaftar ulang setelah lulus seleksi. Kau begitu terkejut menemuiku kembali di kampusmu.
Sayang sekali, selama engkau masih di sini, kita berdua begitu jarang bertemu. Karena jarak dua generasi yang memisahkan kita. Apalagi ditambah faktor aku seorang mahasiswa PISIK dengan kelas yang terisolasi dari mahasiswa-mahasiswa lain.
Tetapi masa-masa itu, hubungan kita begitu bahagia. Pertemuan kita selalu diawali dengan senyumanmu yang lalu kubalas dengan senyumanku. Biasanya setelah itu kau menunjukkan wajah manjamu meminta pertolongan dariku, junior yang lugu. Dan aku, terhanyut oleh kecantikan seniorku -- yaitu kamu -- dengan percaya diri mengiyakan permintaanmu.
Kita memang jarang bertemu. Tetapi kita tak pernah berselisih. Bahkan kau pernah menjadikanku teman curhatmu saat kau mendapat masalah, walau hanya lewat e-mail. Pernah juga aku bercerita bahwa aku sedang menaksir seorang wanita di angkatanku tetapi aku takut karena aku jatuh cinta hanya karena wajahnya dan aku tidak mau jatuh cinta hanya karena
kecantikan.
Sayang,
aku masih ingat,
ketika kau mengundangku ke rumahmu, menghadiri pesta ulang tahunmu. Aku masih ingat saat itu, ayahmu menemaniku, bercerita tentang perjuanganmu untuk membiayai kuliahmu. Aku begitu terkesan oleh perjuanganmu sehingga diam-diam hatiku mulai tertarik. Tetapi aku merasa bahwa aku hanyalah seorang juniormu yang kau undang untuk datang ke pesta ulang tahun.
Tapi kau mengejutkanku di saat pembagian kue.
Aku ingat, irisan kue pertamamu kau berikan pada ibumu.
Aku ingat, irisan kue keduamu kau berikan pada ayahmu.
Dan aku ingat, ketika kau mengiris kue ulang tahunmu untuk yang ketiganya, teman-teman dan tetangga-tetanggamu berteriak-teriak memanggil kakak-kakakmu untuk bersiap-siap menerima irisan ketiga.
Di luar dugaan semua orang, bukan kakak-kakakmu yang menerima irisan kue ketigamu. Bukan pula kekasihmu saat itu.
Irisan kue ketigamu, kau berikan pada orang yang tidak disangka.. aku.
Junior kampusmu, yang terpisah dua tahun. Semua terkejut saat itu.
Sayang,
aku masih ingat,
masa-masa menjelang wisudamu. Saat-saat yang seharusnya meresahkanku, karena berarti seorang seniorku nan cantik akan meninggalkan kampus ini untuk selama-lamanya. Tetapi bukan itu yang muncul di pikiranku. Yang ada adalah perasaan ikut bahagia, bahwa wanita yang pernah memberikan irisan kue ketiganya padaku akan lulus.
Aku masih ingat, sehari sebelum wisuda, aku bertanya padamu, apakah yang engkau minta sebagai hadiah untuk wisuda. Engkau meminta sebatang coklat dariku di hari-H. Sore itu juga, aku langsung mencari coklat untuk kuberikan padamu.
Namun di hari wisuda, aku sempat kesal, karena tak bisa mendekatimu. Birokrasi protokoler wisuda yang terlalu ketat tidak mengizinkan penonton untuk mendekati wisudawati. Kucoba mencari-cari celah namun selalu gagal.
Tetapi, segera setelah acara selesai, aku langsung diam-diam menyelinap di antara wisudawan-wisudawan lain. Kutarik tanganmu diam-diam dan kuberikan coklat yang kau pesan namun karena ku terlalu malu, segera kutinggalkan dirimu bersama teman-teman angkatanmu.
Dan tak ada berita darimu setelah itu..
Berbulan-bulan tanpa berita.
dan aku menikmati penderitaan beban mata kuliah yang diberikan dosen-dosen sebelum berangkat ke Australia.
Tetapi, pada bulan Juli 2004, tiba-tiba kau menelponku.
Kau bertanya, kapankah aku akan pergi. Kukatakan padamu bahwa aku akan pergi tanggal 11 Juli 2004. Kau memintaku untuk menemuimu, sebelum aku pergi ke Australia. Dan kita sepakati tanggal 9 Juli di Plaza Senayan.
Aku ingat,
kau juga mengundang teman-teman gosipmu saat SMU. Jadilah pertemuan itu menjadi reunimu dengan teman-temanmu (cewek semua) dan aku. Dan aku adalah satu-satunya laki-laki saat itu.
Aku ingat,
teman-temanmu saat itu merokok semua di coffee bean. Tidak ada yang menyadari wajah pucatku mencium asap rokok yang memenuhi teras. Kau diam-diam memperhatikanku dan bertanya apakah aku baik-baik saja. Untuk kesekian kalinya kau membuatku jatuh cinta.
Saat pulang, tiada satupun yang membawa kendaraan kecuali aku. Aku diminta oleh kalian untuk mengantar kalian satu persatu. Dengan akal bulusku, aku pura-pura bersedia mengantar kalian. Namun aku pura-pura mengatur siapa yang diantar terlebih dahulu sehingga engkaulah yang paling terakhir kuantar. Jujur saja, ada niat jahat timbul dalam pikiranku saat itu.
Tapi.. ternyata, saat itu, malam begitu sepi dan tak ada satupun dari kita yang berbicara. Kita berdua hanya diam menikmati pemandangan selama perjalanan menuju rumahmu. Tiada apapun yang terjadi malam itu. Aku sedikit kecewa.
Aku ingat,
tanggal 11 Juli 2004, sore hari menjelang berangkat. Tiba-tiba kau menelponku. Kau mengatakan, "Narpati.. gue pengen satu setengah tahun lagi gue mendengar lo lulus dari sana". Dan gue berjanji saat itu.
Itulah janji pertamaku padamu yang gagal kupenuhi.
Maafkan aku, sayang..
Sayang,
Aku ingat, wajahmu begitu terbayang-bayang di pikiranku selama minggu-minggu pertamaku di Australia. Itu sebabnya begitu aku menemukan warnet (dan yang mahal pula... hiks...) yang pertama kali kulakukan adalah mengirim e-mailmu, yang kau beritahukan alamatnya padaku pada malam 9 Juli itu. Dan aku begitu senang kau membalasnya.
Hari berganti hari dan kau menggodaku lewat surel2 yang kau kirimkan di sela-sela pekerjaannmu. Dan tibalah saatnya pertanyaan yang mengubah nasib kita. Pada tanggal 23
Juli 2004, kau menanyakan pertanyaan padaku yang pertanyaan terakhirnya adalah:
" dah ada cw bule yg ditaksir belum? hee.. "
Dan aku masih ingat betapa pertanyaan yang begitu sederhana membutuhkan berhari-hari untuk menjawabnya. Akhirnya, baru pada tanggal 26 Juli lah aku menjawabmu.
"6) dah ada cw bule yg ditaksir belum? hee..
Belum. Lagipula kayaknya aku nggak mungkin naksir bule. Aku nggak suka rambut pirang.
Dulu sih waktu belum berangkat, aku punya cita-cita, punya pacar orang Asia Timur (gubrak). Tapi kayaknya nggak mungkin. Selain kendala bahasa, mereka lebih akrab dengan sesama mereka. Sama saja kayak orang Indonesia di sini, begitu ketemu sesama Melayu abis itu langsung gosip gak jelas juntrungannya.
Lagipula kayaknya aku bakal agak susah naksir perempuan. Soalnya akhir-akhir ini aku bermimpi tentang cewek yang sama. Cewek yang tinggal di Jakarta, berambut hitam, berhidung agak pesek, berpipi cempluk, pokoknya tipe cewek yang tidak akan membuatku jatuh cinta dalam pandangan pertama. Sayangnya, aku nggak pernah berani menganggap diriku mulai jatuh cinta padanya, soalnya aku belum lulus dan aku pernah mencampuri urusannya (walaupun sebenarnya dia minta saran padaku). "
dan..
lusanya, kau hanya mengirim sebuah kalimat dalam e-mailmu
"ok.., simple question, is that me?"
Aku begitu ketakutan.
Dengan gemetar aku mengakui dalam e-mailku 2 Agustus 2004
"hmm.. errr..
Kalau kujawab tidak pasti kau tidak percaya
Kalau kujawab iya aku tidak tahu apa yang terjadi
Lagipula, pantaskah aku?
(diam 4 menit..
dalam hati mengutuk
kenapa aku selalu kelepasan kalau mengetik)
jawabannya: iya.. maaf.. maaf.. (nunduk-nunduk)
see you! (langsung kabur)"
Dan dengan itulah kuakhiri e-mailku yang semena-mena.
Sayangku,
lucu yah..
hubungan kita berawal dari aku yang malu-malu, bersikap seperti seorang penggemar gelap. Aku mencintaimu dari kejauhan dan tiada mengharapkan balasan darimu. Aku membantumu saat diminta dan tidak mencampuri urusanmu.
Kenapa aku berubah, yah.. sayangku?
Kini..
aku menjadi orang yang sangat menyebalkan di matamu.
Aku menjadi orang yang obsesif, posesif..
Aku menjadi orang yang ingin menguasai dirimu..
Aku yang tadinya mendukung apapun yang kamu lakukan sekarang menjadi orang yang menginginkanmu membatalkan semua aktivitasmu demi aku.
Aku minta maaf, sayang..
aku minta maaf..
tapi engkau sudah menutup pintu komunikasi.
Aku tak tahu apakah engkau mau memaafkanku..
Seandainya engkau tahu.
aku menangis saat menulis ini.
Aku benar-benar minta maaf.
Aku ingin minta maaf.
Aku gak ngerti.. kenapa aku bisa berubah?
Aku gak ngerti.. kenapa aku yang dulu lebih bisa mengerti kamu daripada aku yang sekarang?
Aku gak ngerti.. kenapa dulu aku bisa merelakan dirimu terbang bebas sementara aku yang sekarang lebih suka melihatmu menderita?
Kenapa aku berubah?
dan kenapa aku tidak menyadarinya hingga hari ini?
Selama ini aku selalu menyalahkanmu..
tetapi ternyata.. semua ini benar-benar kesalahanku..
Kini aku jadi bertanya-tanya, layakkah aku untukmu?
seorang pemuda 23 tahun gak jelas yang belum lulus S1 sama sekali.
Aku minta maaf sayang.. minta maaf..
Begitu bodohnya aku..
Aku mengira engkau yang berubah.
Ternyata akulah yang berubah..
Aku minta maaf, sayang..
Aku minta maaf..
Sungguh.. aku minta maaf..
5 comments:
kisah nyata?
kisah nyata?
kisah nyaa.. ta.. (???)
wadhuh, gag tau mau ngomong apa *speechless*
you'll be alright, my dearest friend.
you'll be alright.
i assure you that.
Apaan sih panjang amet :P Ntar ajalah bacanya, tapi sebelumnya... gw kudu nangis gak ya?
*kabur* (ke warung sebelah, beli bawang)
subhanallah
narpati..
tetap semangat ya..
for me, you two looked perfect
bonnie and clyde versi kunderemp :P
sabar yaks...there's up and DOWN (really really down, the lowest point in yer life)
Post a Comment