Nostalgia film "Nostalghia"
Pertama kali aku menonton film ini adalah sekitar empat tahun bersama kawan, Joseph Ernest Mambu, di kost kami di St. Lucia, Brisbane. Kami telat menontonnya dan saat itu sebenarnya kami sekedar iseng pindah channel ke SBS channel yang bisa dibilang saluran paling multikultur dan paling 'nyeni'.
Aku ingat, adegan pertama yang kutonton saat itu adalah wanita sedih, dalam ruangan hotel, berdebat dengan seorang bapak-bapak. Wanita tersebut kemudian meninggalkan si bapak-bapak dan si bapak termenung sendirian di kamar hotel. Sumpah, pencahayaannya benar-benar bagus dari terang menuju gelap. Tidak ada over-exposure, white-balance benar-benar pas, gambar yang diambil benar-benar sempurna.
Kemudian adegan beralih ke adegan demonstrasi di mana ada seorang idealist menyuarakan suaranya dan orang-orang di sekitar terpaku di tempatnya masing-masing. Kemudian idealist tersebut membakar dirinya, lalu terdengar Symphoni No. 9 Beethoven. Karena Joseph, kawan saya yang ikut menonton adalah penggemar musik klasik, ia semakin penasaran dengan film ini.
Kemudian adegan beralih ke adegan terkenal dari film ini yakni adegan tanpa henti nyaris selama 10 menit si bapak tadi menyalakan lilin dan membawa dari ujung kolam pemandian air panas ke ujung lainnya sementara uap air begitu tebal dan angin mematikan lilin tersebut berkali-kali. Kami tidak mengerti ceritanya saat itu, tetapi Joseph, yang merupakan dosen Linguistik di Universitas Satya Wacana menebak bahwa adegan itu melambangkan perjuangan untuk hidup di mana api adalah lambang kehidupan. Tampaknya ia benar.
Beberapa bulan kemudian, SBS channel memutar kembali film ini dan saya melihatnya lebih ke depan (walau tidak paling depan). Sekarang saya mengetahui bahwa si pria adalah seseorang yang sedang menapak tilas pujangga Rusia ke Italia. Kemudian di Italia ia bertemu dengan seorang paranoid yang mengurung keluarganya dan dicap sebagai 'gila' oleh masyarakat (dan tokoh utama merasa bahwa paranoid ini tidak gila tetapi memiliki iman yang besar). Di akhir cerita, tokoh utama mengabulkan permintaan tokoh paranoid ini yakni membawa lilin yang menyala ke ujung kolan air panas
Aku baru menyadari film ini berjudul Nostalghia setelah melihat artikel Wikipedia tentang Forced Perspective, dan sekilas saja melihat gambar di artikel tersebut langsung membuatku menyadari bahwa adegan tersebut pernah kulihat.
http://en.wikipedia.org/wiki/Forced_perspective
Saya jadi ingat kata-kata ayahku sekitar satu setengah dekade lalu ketika membahas lukisan Jaka Tarub dan 7 Bidadari,
"sebuah cerita yang bagus adalah bila di dalamnya muncul adegan-adegan yang merangsang imajinasi visual bagi para pendengar atau pembacanya. Dan seorang pelukis yang bagus adalah ketika ia terinspirasi oleh cerita tersebut, ia mampu memilih adegan yang mewakili cerita tersebut dan menghasilkan lukisan yang juga tak kalah menarik".
Bahwa film yang hanya pernah kulihat dua kali ini berhasil menancapkan dirinya di memoriku walau aku tak tahu judulnya hingga hari ini, menunjukkan film ini layak kuacungkan jempol.
Trailernya bisa dilihat di:
http://www.youtube.com/watch?v=0II7OE6IUaY
Aku ingat, adegan pertama yang kutonton saat itu adalah wanita sedih, dalam ruangan hotel, berdebat dengan seorang bapak-bapak. Wanita tersebut kemudian meninggalkan si bapak-bapak dan si bapak termenung sendirian di kamar hotel. Sumpah, pencahayaannya benar-benar bagus dari terang menuju gelap. Tidak ada over-exposure, white-balance benar-benar pas, gambar yang diambil benar-benar sempurna.
Kemudian adegan beralih ke adegan demonstrasi di mana ada seorang idealist menyuarakan suaranya dan orang-orang di sekitar terpaku di tempatnya masing-masing. Kemudian idealist tersebut membakar dirinya, lalu terdengar Symphoni No. 9 Beethoven. Karena Joseph, kawan saya yang ikut menonton adalah penggemar musik klasik, ia semakin penasaran dengan film ini.
Kemudian adegan beralih ke adegan terkenal dari film ini yakni adegan tanpa henti nyaris selama 10 menit si bapak tadi menyalakan lilin dan membawa dari ujung kolam pemandian air panas ke ujung lainnya sementara uap air begitu tebal dan angin mematikan lilin tersebut berkali-kali. Kami tidak mengerti ceritanya saat itu, tetapi Joseph, yang merupakan dosen Linguistik di Universitas Satya Wacana menebak bahwa adegan itu melambangkan perjuangan untuk hidup di mana api adalah lambang kehidupan. Tampaknya ia benar.
Beberapa bulan kemudian, SBS channel memutar kembali film ini dan saya melihatnya lebih ke depan (walau tidak paling depan). Sekarang saya mengetahui bahwa si pria adalah seseorang yang sedang menapak tilas pujangga Rusia ke Italia. Kemudian di Italia ia bertemu dengan seorang paranoid yang mengurung keluarganya dan dicap sebagai 'gila' oleh masyarakat (dan tokoh utama merasa bahwa paranoid ini tidak gila tetapi memiliki iman yang besar). Di akhir cerita, tokoh utama mengabulkan permintaan tokoh paranoid ini yakni membawa lilin yang menyala ke ujung kolan air panas
Aku baru menyadari film ini berjudul Nostalghia setelah melihat artikel Wikipedia tentang Forced Perspective, dan sekilas saja melihat gambar di artikel tersebut langsung membuatku menyadari bahwa adegan tersebut pernah kulihat.
http://en.wikipedia.org/wiki/Forced_perspective
Saya jadi ingat kata-kata ayahku sekitar satu setengah dekade lalu ketika membahas lukisan Jaka Tarub dan 7 Bidadari,
"sebuah cerita yang bagus adalah bila di dalamnya muncul adegan-adegan yang merangsang imajinasi visual bagi para pendengar atau pembacanya. Dan seorang pelukis yang bagus adalah ketika ia terinspirasi oleh cerita tersebut, ia mampu memilih adegan yang mewakili cerita tersebut dan menghasilkan lukisan yang juga tak kalah menarik".
Bahwa film yang hanya pernah kulihat dua kali ini berhasil menancapkan dirinya di memoriku walau aku tak tahu judulnya hingga hari ini, menunjukkan film ini layak kuacungkan jempol.
Trailernya bisa dilihat di:
http://www.youtube.com/watch?v=0II7OE6IUaY
0 comments:
Post a Comment