Argumen UU ITE di Mahkamah Konstitusi Diunggah oleh Anggara
http://anggara.org/2009/03/19/sidang-pleno-ii-uu-ite/
Silakan mengunduh dan membaca.
Oh ya, aku sepakat dengan pendapat Anggara tentang UU Pornografi di sini dan di sini. Dunia hukum kita terlalu terpaku pada hukum yang tertulis sehingga berlomba-lomba membuat UU yang tak perlu. Kita butuh hakim dan jaksa seperti Bismar Siregar.
2 comments:
Di Cilandak I ada rumah yang tulisannya Bismar Siregar...jangan-jangan rumah beliau ya
(Komentar OOT)
WAKIL TUHAN ITU BERNAMA H.SUBARYANTO,SH.
Profesi hakim sering diidentikkan dengan wakil Tuhan di bumi ini. Namun jika putusan-putusan sang hakim sering dan sangat jauh dari rasa keadilan masyarakat banyak, maka perlu dipertanyakan lagi - tuhan yang mana yang diwakili oleh sang hakim tersebut? Mari kita tinjau sepak terjang dari salah satu 'wakil tuhan' ini.
Namanya Subaryanto, SH. Jabatan terakhir yang dipegang saat ini adalah Kepala PN. Pontianak. Track record ybs ini rupanya sangat fenopmenal juga, antara lain coba kita urai satu per satu.
Pada tahun 2005, ybs telah memvonis bebas atas 12 anggota DPRD terhadap tuntutan korupsi APBD Singkawang TA. 2003. Materi yang diperkarakan adalah seputar besarnya premi asuransi anggota DPRD Singkawang yang jumlahnya mencapai Rp. 1,9 M. Kita jadi bertanya-tanya, premi 1,9 M itu untuk jaminan pertanggungan seperti apa ya?
Pada tahun 2006, di PN. SOlo, si Subaryanto, SH. telah membebaskan tergugat PT. Tunas Financindo Sarana atas tuntutan konsumen yang dirugikan. Hebatnya, sang hakim menolak gugatan karena menganggap bahwa yang dilakukan tergugat adalah telah sesuai dengan yang diperjanjikan semula, yang notabene adalah klausula baku yang diharamkan oleh UUPK No. 8 Thn. 1999. Sang hakim ini juga tidak perduli jika dalam kasus ini tergugat telah 'memaksa' konsumen membayar suap pengurusan surat sejumlah Rp. 5,4 jt di Polda Jateng.
Penghujung 2008 Indonesian Corruption Watch melaporkan 58 oknum hakim bermasalah, khususnya dalam perkara illegal logging. Coba tebak, ternyata sang wakil tuhan ini, Subaryanto, SH termasuk salah satu dalam daftar hakim bermasalah tersebut. Oleh ICW, hakim-hakim ini dianggap sengaja membuat kesalahan dalam vonis. Ironisnya lagi, mereka justru mendapatkan reward/promisi dari institusi Mahkamah Agung.
Awal tahun 2009, pada kasus trafficking dengan pelaku Sumiati, Subaryanto,SH kembali menggebrak dengan putusan hebohnya. Sumiati yang telah dikejar dan diincar oleh JPU yang bekerja sama dengan anggota masyarakat dan telah masuk dalam DPO/59/V/2007 di Polda Kalbar, diputus bebas oleh sang wakil tuhan ini. Padahal dua orang rekan kerja Sumiati telah diputus bersalah dan telah menghuni penjara selama 2,2 tahun.
Benang merah dari keseluruhan kasus diatas adalah : suap. Tidak membutuhkan pendidikan tinggi untuk mencium aroma tidak sedap ini. Namun di negara ini, putusan hakim adalah mutlak dan menjadi rahasia negara. Karena sifatnya itu maka tidak seorang atau institusi manapun yang berani mempersoalkannya. Persoalannya adalah apabila putusan itu terasa sangat jauh dari rasa keadilan masyarakat umum. Lebih celaka lagi bilamana praktik-praktik semacam ini telah terstruktur mapan dalam lembaga peradilan kita, mulai dari PN hingga ke MA. Rejeki berjamaah istilah kerennya. Lantas apakah harus dibiarkan terus menerus terjadi?
Garda terakhir rasa keadilan kini berada di tangan Mahkamah Konstitusi. Masyarakat sangat mengharapkan agar institusi ini mampu berperan sesuai peruntukannya, demi mencegah arogansi dan anarkisme masyarakat terhadap peradilan (yang tampaknya mulai menjadi trend) di negeri ini. Banyak bukti yang menunjukkan bahwa kesabaran masyarakat sudah sangat menipis terhadap institusi peradilan. Akhirnya, tidak ada salahnya jika MK bersedia meninjau kembali setiap putusan yang dibuat oleh hakim-hakim bermasalah, khususnya atas putusan hakim Subaryanto, SH ini. Syukur-syukur bila keputusan-keputusan hakim tersebut dianulir, sekaligus dibuat keputusan baru yang lebih memenuhi rasa keadilan dan kepastian hukum.
Masyarakat sedang menunggu. Silahkan pak Mahfud.... !!!
bao@gmail.com
Post a Comment