Sutan Sjahrir Berulang Tahun ke-100
Tulisan ini kopi-paste dari forum Ajangkita.
Selamat ulang tahun ke-100, Bung Kecil!
Bila bulan Februari lalu adalah 200 tahunnya Abraham Lincoln maka bulan Maret ini adalah 100 tahunnya Sjahrir.
Buat yang belum tahu, Sutan Sjahrir adalah salah satu bapak bangsa yang juga penuh kontroversi. Ketika saya datang ke sebuah perpustakaan buat mencari "Perjuangan Kita", penjaga perpustakaan tidak segan-segan bertanya, "Oh.. Sutan Sjahrir itu yang pengkhianat itu?".
Buku AM Hanafi, berjudul Menteng 31 juga tak segan-segan mencap Sutan Sjahrir sebagai antek-antek Belanda.
Tidak heran, karena bila Sukarno dikenal sebagai mata keranjang, maka prestasi Sutan Sjahrir sebenarnya lebih dahsyat karena yang dia lirik adalah wanita-wanita bule (di mana Sukarno sendiri gagal). Di masa muda, ia selalu menghadiri pesta-pesta dansa.Tetapi berbeda dengan Sukarno, Sjahrir bukan tipe tukang kawin. Ia hanya punya satu istri dalam satu waktu dan tak pernah melirik ke wanita lain. Istri keduanya ia dapatkan setelah perceraian.
Bila orang Indonesia mengenal dwitunggal Soekarno-Hatta, maka Sutan Sjahrir sebenarnya lebih dekat pada Hatta dibandingkan Soekarno. Sebelum Jepang datang, orang selalu menganggap di mana ada Sjahrir di situ ada Hatta.
Hubungan Sjahrir dan Soekarno sendiri sebenarnya cukup renggang. Di masa muda mereka, Sjahrir yang lebih muda pernah memarahi Soekarno di rapat (padahal nama Soekarno lebih populer). Ketika masa perang kemerdekaan paska agresi militer II (Operasi Gagak) mereka diasingkan, Soekarno berada di rumah yang sama dengan Sutan Sjahrir dan lagi-lagi mereka bentrok karena Sjahrir membentak Soekarno.
Ketika nama Soekarno dan Hatta ternoda karena pernah bekerjasama dengan Jepang, Sutan Sjahrir-lah yang pertama kali mereka sepakati sebagai corong untuk mewakili Indonesia (sebagai perdana menteri). (Soekarno tadinya ingin Tan Malaka tetapi tidak disetujui oleh Hatta)
Surat-surat cinta Sutan Sjahrir kepada istrinya dalam bahasa Belanda disebarluaskan selama masa perang kemerdekaan, menjadi corong propaganda aktivis-aktivis pro-Indonesia di Belanda.
Sutan Sjahrir mungkin juga adalah satu-satunya bapak bangsa yang di awal kemerdekaan Indonesia yang sangat vokal penentangannya terhadap rasisme walaupun sikap tersebut membuatnya dimusuhi oleh rekan-rekannya.
Sjahrir juga seorang yang mendukung kesetaraan perempuan, dan ditunjukkannya dengan mengangkat seorang perempuan sebagai menteri.
Walaupun diejek 'hollandphilie', di pengasingan di Banda, Sutan Sjahrir tidak segan-segan membentak salah satu istri pelopor pergerakan Indonesia (saya lupa siapa.. anggota Budi Utomo kah) yang kebetulan wanita Belanda karena merendahkan orang kampung.
Di masa muda, Sutan Sjahrir pernah bergabung dengan komunitas ekstrim sosialis-anarkisme yang berbagi segala hal termasuk kontrasepsi kecuali sikat gigi.
Istri pertama Sutan Sjahrir adalah seorang Belanda bernama Maria Johanna Duchateau dan ketika pertama kali mereka bertemu, masih berstatus istri dari Salomon Tas. Setelah petualangan di komunitas ekstrim sosialis, Sjahrir tinggal bersama mereka dan rumah mereka ditambah satu penghuni wanita lagi yakni Judith van Wamelen yang merupakan pacar Salomon Tas. Jadilah Sutan Sjahrir dan Maria saling melirik dan Salomon Tas tidak keberatan. Perceraian Sol Tas dan Maria berakhir pada tahun 1932.
Pernikahan pertama Sutan Sjahrir dibatalkan sepihak oleh Belanda dengan alasan surat-surat perceraian pihak wanita belum selesai. Walaupun begitu, hingga perceraian mereka di tahun 1948, Sutan Sjahrir tetap menganggap pernikahan mereka selesai dan penolakan Pemerintah Belanda lebih didasari politik belaka karena baru saja terjadi pemberontakan oleh PKI dan Pemerintah Kolonial mencurigai pernikahan Sjahrir dengan Maria Duchateau adalah palsu untuk menyelundupkan aktivis komunis ke Hindia Belanda.
Buah hati dari pernikahan pertama Sutan Sjahrir tak pernah dilahirkan karena keguguran. Sutan Sjahrir tak berada disamping istrinya karena mereka berdua dipisahkan oleh pemerintah kolonial. Ironisnya, surat-surat Sutan Sjahrir tidak terlalu perduli dan malah semangat bercerita tentang aktivitasnya untuk memerdekakan Indonesia.
Ketika Jepang mulai menyerang, Maria Duchateau, sang istri memohon Ratu Belanda untuk mengampuni Sutan Sjahrir, meminta agar Sutan Sjahrir bisa ke Belanda untuk menemaninya. Permohonan ditolak dan Sutan Sjahrir tetap di pengasingannya di Banda.
Seperti halnya Tan Malaka, Sutan Sjahrir juga mengorganisasi gerakan bawah tanah selama masa Jepang. Namun, Sutan Sjahrir dibantu oleh tangan kanannya, Pak Sastra (mantan aktivis komunis dan menjadi dekat dengan Sjahrir) dan karena itu, tak usah heran bila banyak generasi 45 yang tak mengenal Sutan Sjahrir tetapi mengenal Pak Sastra (pernah baca pengakuan generasi 45 yang tak pernah melihat Sjahrir tetapi sering melihat Pak Sastra mengorganisasi pemuda).
Walau tak mau bekerjasama, saat di pembuangan Boven Digoel, Sutan Sjahrir terpaksa bekerja pada pemerintah demi mendapatkan gaji untuk membayar prangko untuk mengirim surat ke Belanda (ke istrinya).
Bacaan Buku: (sayangnya, semua milikku kutinggal di Jakarta)
- Renungan Indonesia alias Indonesische Overpeinzingen alias Out of Exile (dengan nama samaran Sjahrazad, berisi surat-suratnya pada istrinya, diedit oleh sang istri, Maria Duchateau, dan saudaranya, Sjahsam
- Perjuangan Kita alias Our Struggle, buklet kecil yang disebarkan untuk menentang gejala fasisme dan rasisme yang muncul di antara generasi 45 di tahun 45
- Mengenang Sjahrir, berisi kumpulan tulisan-tulisan tentang Sjahrir dari Pak Sastra, IJ Kasimo, Hatta, Salomon Tas, J De Kadt, Charles Wolfe, HB Jassin, dll.
- Janus at the Millennium: Perspectives on Time in the Culture of the Low Countries editan Thomas F. Shannon dan Johan P. Snapper. Saya hanya membaca sebagian melalui http://books.google.com dan membahas tentang Sjahrir di halaman 153. Di bukunya ada foto "Maria Duchateau" yang sampai sekarang saya penasaran seperti apa rupanya tetapi sayang tak ditampilkan karena masalah hak cipta.
Bacaan online:
http://buku-buku-buku.blogspot.com/2007/05/renungan-dan-perjuangan.html
http://www.iisg.nl/bwsa/bios/tas.html
http://tokohindonesia.com/ensiklopedi/s/sutan-syahrir/berita/01.shtml
0 comments:
Post a Comment