Tuesday, June 28, 2016

Taharrush Gamea, Tradisi Arab Berabad-Abad Atau Propaganda Xenophobia?

Kemarin, tanggal 27 Juni 2016,
akun FB Antropologi Agama menyebarkan video kontroversial dengan kata-kata pengantar yang juga kontroversial

Metode pemerkosaan "Taharrush" mulai diperkenalkan oleh para imigran Arab di Eropa
Invasi imigran Timur Tengah secara besar-besaran ke Eropa membawa sebuah tradisi Arab bernama "Taharrush Gamea" yang cukup mengagetkan bagi bangsa Eropa dan belum pernah mereka kenal sebelumnya.

Taharrush merupakan sebuah tradisi permainan kuno bangsa Arab dimana seorang perempuan ditelanjangi dan diperkosa ramai-ramai (ala gangbang). Perempuan yang diperkosa tersebut dikerumuni banyak pria yang membentuk formasi lingkaran, sehingga tidak ada orang yang bisa menolong karena terhalang oleh kerumunan.

Dengan metode formasi Taharrush ini, mustahil ada wanita yang tidak bisa diperkosa, dan mustahil ada wanita yang bisa diselamatkan dari pemerkosaan. Karena metode Taharrush ini sudah dikembangkan ribuan tahun efektifitasnya oleh bangsa Arab kuno dan kini metode klasik tersebut mulai dibangkitkan lagi di Eropa oleh para imigran.Dengan metode formasi Taharrush ini, mustahil ada wanita yang tidak bisa diperkosa, dan mustahil ada wanita yang bisa diselamatkan dari pemerkosaan. Karena metode Taharrush ini sudah dikembangkan ribuan tahun efektifitasnya oleh bangsa Arab kuno dan kini metode klasik tersebut mulai dibangkitkan lagi di Eropa oleh para imigran.Dalam budaya Arab kuno, memperkosa wanita bukanlah suatu tindak kriminal tingkat tinggi, bahkan pemerkosaan malah dijadikan sebagai suatu jenis permainan bernama Taharrush ini.

Di era Arab modern sekalipun, hukuman bagi pemerkosa sangat sulit diterapkan, karena aturan di Arab yang mensyaratkan 4 saksi. Jadi bila pemerkosaan dilakukan di ruangan kosong misalnya, mustahil bisa dituntut karena tidak adanya saksi. Begitupula dalam sebuah pemerkosaan berkelompok mustahil juga para pelakunya mau bersaksi melawan rekannya, yang pada akhirnya akan menyebabkan tuntutan pemerkosaan tetap gagal di jalur hukum.

Aturan bangsa Arab yang menguntungkan pemerkosa ini disebabkan karena dalam budaya Arab terkandung faham "misogyny" yaitu faham yg menganggap perempuan derajatnya lebih rendah daripada pria, dan wanita bisa dianggap seperti budak yang pantas dihukum. Sehingga dalam faham misogyny, seorang pria sangat boleh & sangat berhak memperkosa wanita.

Faham misogyny dalam budaya Arab kuno yang dibawa para imigran ini ini tentu sangat mengagetkan bagi bangsa eropa yg menganut faham emansipasi wanita.
Dalam budaya Arab kuno, perempuan wajib hukumnya menggunakan busana tertutup. Sehingga perempuan berbusana minim yg banyak berkeliaran di Eropa dianggap sangat boleh dan sangat pantas dihukum dengan cara diperkosa. Pemerkosaan secara perseorangan maupun berkelompok (Taharrush) dianggap sebagai "penghukuman" bagi wanita-wanita yang tidak mengenakan busana tertutup.

Dalam video ini terdapat cuplikan video Taharrush yang terjadi di Eropa dan juga wanita-wanita korban perkosaan ala Taharrush. Juga ada kesaksian dari reporter wanita cantik yang sempat jadi korban Taharrush


Sementara kasus pemerkosaannya memang nyata dan kita mengenal beberapa kasus pelecehan seksual di Timur Tengah, apakah benar ada budaya "Taharrush Gamea" itu?

Kesimpulan saya membaca artikel tahun 2013 tentang pemerkosaan di Mesir menyatakan tidak.

Pertama, tentang nama "Taharrush Gamea" itu sendiri

The word taharrush (harassment) is a relatively new term in the daily lexicon. Until recently, sexual harassment was referred to as mu‘aksa (flirtation). That term alone reveals the multiple layers of denial, misogyny, and violence Egyptians must confront in tackling sexual harassment. In addition to rape and physical assault we must equally tackle name-calling, groping, and the barraging of women with sexual invitations. All of these acts normalize violence and hatred against women and they must become socially unacceptable.

Artinya,
walaupun bentuk pelecehan seksual itu ada tetapi tidak pernah dinamai 'taharrush' (transliterasi Indonesia: taharrusy ) . Sukar diterima oleh nalar bahwa ada budaya yang sudah dilakukan ribuan tahun menggunakan nama yang baru dikenal belakangan.

Istilah gamea pun bukan istilah Arab. Kemungkinan besar adalah salah ketik dari kata gama'i yang merupakan aksen Afrika Utara untuk kata jama'i.

Kedua, apakah benar budaya pemerkosaan massal tersebut ditujukan untuk wanita-wanita yang tidak menutupi auratnya?

Group sexual assaults in public are not a recent phenomenon in Egypt. Over the holiday festivities in 2006, following Ramadan, Egyptian bloggers reported cases of group sexual assault in downtown Cairo, where large groups of men groped veiled and unveiled women, and in some cases ripped their clothes off. This crime continues to occur in public spaces, especially during public holidays, and lately during political protests. 

Dengan kata lain, di "Arab" (dalam hal ini Mesir, walau sebenarnya Mesir bukan bangsa Arab tetapi budayanya terpengaruh Arab) sendiri, pemerkosaan massal tersebut juga mencakup wanita-wanita yang menutupi aurat.

Dari sini saja sudah jelas, tidak pernah ada budaya taharrus gamea untuk menghukum wanita-wanita yang tak menutupi aurat.

Ketiga,
apakah benar budaya pemerkosaan tersebut tidak ada di negara Eropa sendiri sehingga mengagetkan Eropa?

Tidak juga,
Misalnya tradisi Oktoberfest sudah memakan korban pemerkosaan berkali-kali antara lain:

  • di tahun 2002 ada 6 kasus pemerkosaan dan 11 kasus serangan seksual yang dilaporkan walau diperkirakan kasus sesungguhnya ada 120 kasus; 
  • di tahun 2012 ada 91 kasus serangan seksual yang dialami di festival yang sama dan dilaporkan ke titik bantuan;
  • di tahun 2014, bahkan ada seorang pria dari Leeds, UK, diperkosa oleh dua pria di Oktoberfest;


Dengan kata lain,
Jerman, negara di mana isu taharrus gamea ini bermula, pun punya masalah dengan budaya pemerkosaannya.

Tulisan ini tidak membela pelaku pemerkosaan massal di manapun berada. Namun menggunakan kasus pemerkosaan untuk memancing sentimen ras dan anti asing tidak bisa dibenarkan.



Sumber:

tulisan Antropologi Agama:
https://www.facebook.com/wacana.antropologi.agama/videos/298684980476244/

tulisan tahun 2013 tentang kekerasan seksual di Mesir
http://www.jadaliyya.com/pages/index/13007/sexual-violence-in-egypt_myths-and-realities-

tulisan tahun 2003 tentang kekerasan seksual di Oktoberfest
http://www.telegraph.co.uk/news/worldnews/europe/germany/1442185/Sex-sanctuary-set-up-at-Oktoberfest.html

tulisan tahun 2012 tentang kekerasan seksual di Oktoberfest
http://www.thelocal.de/20121004/45349

1 comments:

BELAJAR BAHASA said...

Wah itu berita yang heboh dan menggemparkan, tidak bisa berpendapat apapun tentang itu