Dwipangga, sang Penyair Pemerkosa
Ada pria manipulatif macam Dwipangga yang mampu mendapatkan wanita dengan cara "sopan". Pertama, ia menurunkan kewaspadaan si target baik melalui bujuk rayu kata-kata maupun bantuan obat-obatan.
Kemudian saat wanita tersadar ia tak mau melakukan, ia sudah mendapati dirinya dalam kondisi tak sanggup melawan.
Pria macam Dwipangga ini, mungkin saja berusaha membuat korban senyaman-nyamannya untuk memperkecil kemungkinan korban melawan. Ia mungkin melakukan godaan-godaan sensual untuk memancing reaksi biologis korban.
Ketika hubungan usai, korban berada dalam keadaan bingung apa yang baru saja terjadi. Apakah pemerkosaan ataukah hubungan suka sama suka? Begitu juga Nari Ratih dan Mei Hsin, keduanya pucat dan tak tahu apa yang sesungguhnya baru saja terjadi.
Nari Ratih terkekang oleh desakan lingkungan sosial. Sebagai gadis yang tak punya kemandirian dalam membuat keputusan, ia didesak menikahi si perayunya walaupun sebenarnya ia menyukai pria lain, Kamandanu yang tak lain adik si pemerkosanya.
Ketertundukannya pada tekanan sosialnya membawanya ke kehidupan pernikahan tanpa cinta. Penyesalannya membuat sang suami kesal dan akhirnya membuat si suami menyiksanya bahkan di depan anaknya.
Mei Hsin berbeda, sebagai pendekar ia punya keputusan sendiri. Tubuhnya boleh telah dinodai tetapi ia tak sudi menikahi pemerkosanya.
Ketika pria lain, yang lagi-lagi ternyata Kamandanu, menawari menikahinya, ia tak langsung mengiyakan, melihat apakah sang pria dermawan mencintainya atau sekedar bersimpati padanya.
Apa yang dilakukan Dwipangga kepada Nara Ratih maupun Mei Hsin pada dasarnya tindakan yang sama, pemerkosaan, gak perduli senyaman apapun si korban saat mereka digauli. Pada dasarnya, si pelaku ingin menguasai tubuh korban walau tahu korban tak mencintainya, tak menginginkan akibat dari hubungan itu.
0 comments:
Post a Comment