Sunday, July 08, 2018

[Bukan Review] KOKI-KOKI CILIK -- Film yang Mengandalkan Karakter Anak Bukan Pemandangan Indah



"Dunia orang dewasa itu rumit. Kelak kamu akan tahu" -- Janitor Rama

Ada dua film anak-anak Indonesia muncul dalam dua pekan ini yakni KULARI KE PANTAI dan KOKI-KOKI CILIK. Sementara film pertama dibuat oleh Miles Production yang menjadi nilai jual, film kedua (diproduksi MNC Pictures) memanfaatkan Ifa Isfansyah (Sang Penari, 9 Summer 10 Autums) sebagai sutradara. Selain itu ada Yadi Sugandhi sebagai Penanggung Jawab Gambar.

Untuk memilih di antara dua film ini, saya sengaja membiarkan putri saya memilih berdasarkan iklan dari dua film itu. Putriku ternyata lebih tertarik pada film Koki-Koki Cilik karena iklannya sukses menimbulkan kesan dibandingkan iklan film Kulari Ke Pantai yang terlalu biasa.

Menit-menit pertama ketika nama-nama pemain dan kru disebutkan, kami sudah menangkap keunikan dari film ini yakni penggunaan sapaan "Om", "Tante", dan "Kakek" dalam penyebutan nama aktor dan kru. Ketika cerita berjalan, sudah jelas bahwa film ini tidak menonjolkan sosok ganteng atau cantik dan tidak pula menjual pemandangan indah walau Om Yadi tetap mengambil shot-shot ciamik. Oh iya, untuk menghormati kredit pembuka film ini, saya juga akan menggunakan sapaan Om dan Tante untuk setiap penyebutan aktor dewasa.

Alkisah, ada sebuah sekolah memasak , Cooking Camp, yang berjalan selama liburan, didirikan oleh Pak Malik (diperankan Kakek Ardi Kurdi) yang ahli memasak. Sekolah memasak ini berada di pegunungan, memiliki perkebunannya sendiri dan peternakannya sendiri. Dipimpin oleh Chef Grant (diperankan Om Ringgo Agus Rahman) dan didukung sejumlah staf termasuk janitor Rama (diperankan Om Morgan Oey), sekolah ini menjadi terkenal karena kompetisi internal yang selalu diliput oleh TV. Dikisahkan, kompetisi internal Cooking Camp sudah tiga tahun berturut-turut dimenangi oleh Audrey (diperankan Chloe Xaviera), putri seorang janda ambisius yang memiliki restoran kelas atas (diperankan Tante Aura Kasih).

Kemudian kita diperkenalkan kepada tokoh utama, Bima (diperankan Farras Fatik), putri seorang janda yang menjadi penjahit di dekat pasar (diperankan Tante Fanny Fabriana). Bima yang terinspirasi mendiang sang ayah, juru masak di sebuah warung, ingin mengikuti Cooking Camp dan bersama sang ibu, mereka menabung karena uang pangkal yang cukup mahal untuk sekolah mereka.

Singkat cerita, Bima berhasil mendaftar di Cooking Camp namun rasa rendah dirinya muncul melihat kawan-kawannya berasal dari kalangan atas yang sudah mencicipi berbagai makanan. Untuk mengimbangi rasa rendah dirinya, Bima mengandalkan buku panduan pramuka siaga eh... buku resep masak warisan mendiang sang ayah walau dengan segala keterbatasan pengetahuan ayahnya.

Di tangan sutradara dan penulis lain, kisah ini mungkin akan menjadi kisah standar persaingan antar dua anak, namun di tangan Om Ifa Isfansyah dan naskah garapan Tante Vera Varidia (juga pernah menulis Me vs Mami -- film kocak yang tak banyak orang tahu), setiap anak di Cooking Camp memiliki karakternya sendiri. Apalagi, ternyata tak semua anak di Cooking Camp berambisi menjadi koki yang hebat, ada yang sekedar mengisi waktu liburan dan ada juga yang bahkan sekedar ingin punya kesempatan makan.

Karakter anak yang pertama kali terlihat adalah karakter Oliver. Karakter ini memang terlalu satu dimensi tetapi pemilihan Patrick Milligan cukup tepat untuk menampilkan sosok bengal bermasalah. Sejak pertama melihatnya penonton akan langsung menebak tokoh ini akan menjadi sumber masalah buat tokoh utama.

Kemudian kita diperkenalkan dengan anak aneh Melly (dperankan Alifa Lubis) yang cukup ekspresif. Dari awal sudah jelas bahwa ia memanfaatkan Cooking Camp sebagai ajang menunjukkan keberadaannya. Ia karakter yang paling cerewet, rajin "menasehati" kawan-kawannya, dan mengajarkan teknik-teknik fitness seperti Yoga.

Karakter lain yang juga menonjol adalah Kevin (diperankan Marcello), bocah tergemuk dalam Cooking Camp. Awal melihatnya, kusangka ia sekedar menjadi tokoh pelengkap penderita penghibur penonton namun dalam perjalanan cerita, ia adalah sosok paling optimis dan paling inisiatif sepanjang Cooking Camp. Salah satu subcerita dalam film ini terjadi akibat karakternya.

Karakter lain mungkin lebih mendapat peran kecil seperti Key (diperankan Romario Simbolon) dan Niki (diperankan Clarice Cutie) tetapi di akhir cerita, karakter ini memiliki sumbangan tersendiri untuk perjalanan tokoh utama dalam menempuh tantangan di Cooking Camp.

Film ini sangat kuat di karakter masing-masing anak, tetapi sayangnya cukup lemah dalam mengisahkan proses memasak itu sendiri. Jangan salah, setiap adegan memasak di film ini digarap dengan baik dan hasilnya cukup bikin ngiler para penonton namun informasi tentang proses memasaknya sangatlah minim. Hanya sedikit petikan informasi seperti "nanas untuk melembutkan daging" yang ada di film ini.

Kelemahan lain film ini adalah tata busana dan properti. Bima, sosok yang seharusnya berada dari kalangan yang berbeda dengan peserta lain, tampil dengan baju yang sama modisnya dengan anak-anak lain. Selain itu juga ada adegan Bima menelpon ibunya dengan telepon canggih nan tipis.

Walau dengan kelemahan semacam itu, secara keseluruhan film ini tidak mengecewakan bahkan melebihi harapan saya. Ada proses pendewasaan yang terjadi pada Bima sebagai tokoh utama maupun Audrey sebagai saingan berat.

Om Ringgo Agus Rahman awalnya kusangka memiliki peran macam Pak Marsono di film Naura & Geng Juara, yakni karakter dewasa yang menyebalkan. Untungnya dengan cepat sangkaanku dengan cepat terbantahkan. Sebagai sosok yang awalnya meremehkan karakter utama, ia digambarkan mampu menghargai kemampuan memasak Bima. Om Ringgo bahkan sukses memancing tawa penonton tanpa harus banyak bertingkah laku.

Om Morgan Oey, mungkin perannya tak sekompleks Patrick di film Ngenest, tetapi ia menunjukkan bahwa ia bukan aktor yang mengandalkan sosok ganteng. Ia mampu berperan sebagai paman misterius yang berusaha menyembunyikan dirinya di antara orang-orang dewasa lain. Salah satu adegan yang kusuka adalah ketika aku tak menyadari tukang sapu di latar adalah Morgan Oey.

Film Koki-Koki Cilik adalah film untuk semua umur, dengan kandungan sejumlah tema yang sebenarnya agak dewasa seperti isu kemarahan, tekanan ambisi orang tua, bahkan isu kebahagiaan anak dalam perceraian tetapi hal ini tidak menjadikan film ini menjadi terlalu kelam.

Buat saya pribadi, film Koki-Koki Cilik adalah penebusan dosa Ifa Isfansyah atas film Pendekar Tongkat Emas-nya yang membosankan itu. :P

0 comments: