Wednesday, July 15, 2020

Mempermasalahkan Keperawanan Itu Bukan Budaya Islam

Berbeda dengan yang disangka banyak orang, bertanya tentang "keperawananan" bukanlah budaya Islam. Hampir semua istri Rasulullah tidak perawan saat dinikahi dan hanya Aisyah radhiyallahu 'anhu yang berstatus perawan.

Ada hadits yang meriwayatkan tentang memilih perawan sebagai mempelai tetapi hadits itu bersifat khusus dan sang sahabat dalam hadits itu, Jabir ibn Abdillah tetap memilih janda. Terkait keperawanan pun, di situ bukan tentang apakah si wanita masih memiliki selaput dara melainkan status si wanita sebagai belum menikah.

Berikut alasan mengapa orang-orang yang mengaku Islam berhenti mempermasalahkan keperawanan:
1. kondisi selaput dara tidak membuktikan langsung keperawanan;
2. ada kerancuan antara keperawanan dengan kesucian;
3. mempertanyakan keperawananan sama saja menutup pintu taubat seseorang

Mari kita bahas satu per satu.

Kondisi Selaput Dara Tidak Membuktikan Langsung Keperawanan
Berbeda dengan imajinasi para pria, selaput dara atau hymen bukanlah dinding yang harus ditembus oleh pria di malam pertama. Hymen adalah selaput di pintu vagina yang menutupi sebagian (bukan seluruhnya).

Memang kadang pemerkosaan bisa dilihat dari bentuk hymen, sayangnya itu tidak selalu benar. Selaput dara bisa robek karena olahraga ekstrim. Selain itu, beberapa hymen bisa cukup tebal sehingga tidak robek saat terjadi penetrasi dan ingat, selaput dara tidak menutupi seluruh vagina.

Jadi selaput dara bisa saja robek walaupun si wanita tidak pernah berhubungan seks dan sebaliknya bisa saja tidak robek walaupun si wanita pernah berhubungan seks.


Ada Kerancuan Antara Keperawanan dengan Kesucian
Islam peduli pada kesucian tetapi tidak dengan keperawanan.

  1. seorang wanita perawan adalah suci;
  2. seorang istri tidaklah perawan tetapi suci;
  3. seorang janda yang diceraikan suami dan tidak terbukti berzina, tidaklah perawan tetapi tetap dianggap suci (ahsan)
Dalam Islam, harga diri seorang wanita sangat dihargai. Seseorang tidak boleh sembarang menuduh seorang wanita berzina. Menemukan seorang pria dan wanita berada dalam satu kamar saja tidak cukup menjadi bukti berzina karena Al-Quran memuat kisah Nabi Yusuf yang terjebak berdua bersama Zulaikha. Itu sebabnya ada beberapa ulama yang mendefinisikan zina sebagai bertemunya zakar (kemaluan laki-laki) dengan farji (kemaluan wanita) dan tidak ada keraguan (syubhat) dan disengaja.

Pengadilan Islam di masa lalu, tidak akan menghukum laki-laki dan wanita bukan suami istri yang terpergok berciuman, berpelukan, berduaan dengan hukuman zina selama tidak ada kejelasan itu tetapi menggunakan ta'zir. 

Seorang yang menuding seorang wanita berzina diwajibkan mendatangkan empat orang saksi yang melihat langsung perzinahan itu. Tanpa kehadiran saksi maka si penudinglah yang akan dihukum karena telah melakukan qadzaf.  Hanya seorang suami yang bisa bebas dari hukuman qadzaf tetapi harus melalui proses li'an (saling melaknat). 

Ustadz Kholid Samhudi dalam tulisannya Menuduh Istri Selingkuh yang dimuat di Almanjah.or.id menyatakan bahwa istri yang diputuskan pernikahannya melalui sumpah li'an "Wanita tersebut tidak boleh dituduh berzina untuk yang kedua kali dan tidak boleh dikatakan ia telah berzina setelah proses mulâ’anah. Demikian juga anaknya tidak boleh disebut anak zina."



Mempertanyakan Keperawanan Sama Saja Menutup Pintu Taubat
Dua alasan di atas saja sebenarnya sudah cukup bagi umat Muslim untuk tidak mempertanyakan keperawanan seseorang tetapi biasanya tetap ada yang berkilah, "bagaimana jika dipersempit mempertanyakan keperawanan hanya untuk yang sudah berzina sebelum menikah? Bukankah itu untuk menilai karakter seseorang?".

Umar ibn Khattab pernah menghardik seorang ayah menceritakan puterinya yang pernah berzina,
"Apakah kamu membuka suatu aib yang sudah ditutupi oleh Allah? Demi Allah, jika kamu memberi tahu seseorang tentang dirinya, saya pasti akan menjadikanmu sebagai pelajaran bagi orang-orang yang hidup di wilayah-wilayah lain. Nikahkanlah dia seperti pernikahan orang perempuan yang iffah (menjaga harga dirinya)."

Ustadz Ammi Nur Baits mengutip Muwatha
مَنْ أَصَابَ مِنْ هَذِهِ الْقَاذُورَاتِ شَيْئًا فَلْيَسْتَتِرْ بِسِتْرِ اللَّهِ
“Siapa yang tertimpa musibah maksiat dengan melakukan perbuatan semacam ini (perbuatan zina), hendaknya dia menyembunyikannya, dengan kerahasiaan yang Allah berikan.” (HR. Malik dalam Al-Muwatha’, no. 1508)
dan beliau menyarankan seorang istri penzina (anonim) untuk bertaubat dan jangan bercerita kepada siapapun. Beliau juga mengatakan bahwa menceritakan dan melaporkan dosa zina kepada orang lain bukanlah syarat taubat.

Ustadz Buya Yahya pun juga berpendapat serupa pada tanya jawab "Menutup Aib Zina Di Depan Calon"


Begitu juga redaksi AlManhaj, mendapati seorang suami yang resah karena istrinya mengakui pernah berpacaran sebelum menikah, mereka mengatakan:
Sesungguhnya sepasang suami istri tidak perlu menjelaskan masa lalu mereka berdua, apalagi yang berupa kemaksiatan, hal ini dilarang oleh agama.
... 
(redaksi alManhaj membahas lengkap dengan dalil) 
... 
Demikian jawaban kami, dan hendaklah Anda bersegera mengurusi istri dan mempergaulinya dengan sebaik-baiknya.

Jadi, marilah kita mulai berhenti kasak-kusuk mempertanyakan keperawanan seorang perempuan.




Catatan:

Tentang Nabi bertanya mengapa Jabir ibn Abdillah memilih janda bukan perawan.
Shahih al-Bukhari : http://sunnah.com/bukhari/34/50
atau pada artikel yang ditulis Wiwit Hardi Prijanto berjudul Perawan atau Janda: https://muslim.or.id/24619-pilih-perawan-atau-janda.html


Tentang Selaput Dara
Artikel yang ditulis dr. Rio Aditya di Klik Dokter berjudul "Jangan Nyinyir, Ini yang Dimaksud dengan Tes Keperawanan atau Hymen!" di https://www.klikdokter.com/info-sehat/read/3635391/jangan-nyinyir-ini-yang-dimaksud-dengan-tes-keperawanan-atau-hymen . Saya kutip:
Tidak seperti yang dipahami kebanyakan orang, selaput dara bukan seperti tirai yang menutup semua bagian vagina, lalu koyak tertembus setelah penetrasi.
Selaput dara tidak menutupi seluruh liang vagina. Hymen hanya berupa lipatan tipis jaringan lunak dan pembuluh darah di pinggiran, bagian depan pintu masuk vagina.
.....
Pemeriksaan semata tidak bisa menentukan dengan pasti apakah seorang wanita sudah tidak “perawan” lagi akibat suatu hubungan seksual atau bukan.  

Artikel Jawa Post berjudul "Penting untuk tahu, 4 Tipe Selaput Dara Perempuan" dengan narasumber dr. Ni Komang Yeni Dhana Sari, Sp.OG  memberikan contoh visual selaput dara. Bisa dilihat di: https://www.jawapos.com/lifestyle/09/03/2019/penting-untuk-tahu-kenali-4-tipe-selaput-dara-perempuan/
Nina Dølvik Brochmann & Ellen Støkken Dahl memberikan peraga berupa hulahoop dan plastik dalam topik mereka The Virginity Fraud di Ted-Ex Oslo. Bisa ditonton di https://www.youtube.com/watch?v=fBQnQTkhsq4


Tentang Li'an
Ustadz Kholid Samhudi menulis Menuduh Istri Selingkuh yang dimuat di Almanjah.or.id dan bisa dibaca di https://almanhaj.or.id/3355-menuduh-istri-selingkuh.html

Tentang Umar ibn Khattab yang menghardik seorang ayah yang bercerita aib puterinya, kisah ini bisa ditemukan di antaranya melalui Biografi Umar bin al-Khattab yang dtulis oleh Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shallabi. Ash-Shallabi mendapatkan kisah ini dari Sya-Sya'bi dan menurut sumbernya kisah ini shahih tetapi Ash-Shallabi mengatakan sanad antara Asy-Sya'bi dan Umar terputus. Ash-Shallabi menganjurkan melihat Mahdh Ash-Shawab.

Pendapat Ustadz Ammi Nur Baits tercantum dalam artikel "Jangan Ceritakan Dosa Zina Kepada Siapapun Sampai Mati !!" yang dimuat di Konsultasi Syariah.com. Bisa dibaca di https://konsultasisyariah.com/31017-jangan-ceritakan-dosa-zina-kepada-siapapun-sampai-mati.html
Untuk hadits yang dikutip dari Muwattha, bisa dibaca di http://sunnah.com/urn/415850.

Video tanya jawab Buya Yahya tentang menutupi aib ada pada https://youtu.be/Rgy-tb50EC0.

Jawaban redaksi AlManhaj terhadap suami yang resah karena istrinya mengakui aib yang dilakukan bisa dibaca di: https://almanhaj.or.id/658-tutupi-keburukan-masa-lalu.html.

0 comments: