[Bukan Review] Jatuh Cinta Seperti di Film-Film
Dahulu di era 2000an awal, saya menonton Ringgo Agus Rahman dari zaman Jomblo hingga Leher 2013. Kemudian saya agak abai mengikutinya sampai terakhir kali menonton Keluarga Cemara. Menurut saya, ia termasuk aktor yang berkembang walau mungkin tak sampai menarik perhatian. Karena itu ketika iklan menampilkan dia di film hitam putih, saya langsung tertarik.
Nirina Zubir juga termasuk aktris yang berkembang dari zaman culun tomboy di Heart, seksi di Comic 8. Terakhir kali saya menontonnya beradu akting dengan Cut Mini Theo di Saiyo Sakato. Walau tokohnya sama-sama janda, karakter yang diperankan di JCSFF berbeda dengan karakternya di Saiyo Sakato.
Jatuh Cinta Seperti di Film-Film seperti nostalgia buat pecinta film Indonesia dari masa 2000an dan lebih sukses daripada Ada Apa Dengan Cinta 2. Jika akhir AADC2 memberikan akhir menjengkelkan -- syukurlah kemudian ada spin-off Milly & Mamet, maka JCTSFF memberikan akhir semanis saccharin.
Skenario adalah kekuatan utama di film ini. Membuat film bergenre romansa membutuhkan dialog-dialog yang bisa membuat penonton terpikat pada tokoh-tokohnya. Penulis skenario sebenarnya menempuh jalan riskan dengan menempatkan karakternya seperti Jesse dari trilogi Before-nya Richard Linklater. Namun Yandi Laurens, penulis sekaligus sutradara, berhasil menciptakan percakapan panjang tetapi tak membosankan.
Kekuatan lain dari film ini adalah keputusan-keputusan sinematografi. Pilihan riskan awal yang terlihat sejak di iklan adalah penggunaan warna hitam putih. Pilihan lainnya adalah perubahan resolusi, menyesuaikan mood. Kemudian, bahkan di segmen hitam putih pun ada color grading berbeda. Tentunya juga ada variasi penggunaan kamera, sudut pandang, dan seterusnya.
Kekuatan lain film ini adalah makeup dan busana, terutama pemilihan makeup dan busana untuk karakter Hana -- Nirina Zubir. Entah bagaimana, kombinasi antara make up, busana dan akting Nirina berhasil mengeluarkan "aura janda" dan ini terlihat ketika karakter lain memerankan Hana, Julie Estelle, aura ini tidak muncul walaupun "Julie" berusaha memerankan Hana sebaik mungkin. Tim make up dan tim busana sukses membuat dua Hana ini berbeda walau dialognya sama.
Namun, di luar hal-hal teknis itu, apakah filmnya bisa dinikmati? Iya, film tersebut bisa dinikmati. Hanya satu hal kecil yang mengganggu: pilihan supermarketnya terasa tak cocok dengan mobil yang dikendarai karakter Hana.
0 comments:
Post a Comment