Monday, March 27, 2006

Sorry, You Don't Have That Luxury...

Sekitar dua atau tiga minggu yang lalu, aku mendengar permohonan pemberian amnesti kepada para pejabat KPU yang dipidana korupsi. Permintaan ini, konon, disampaikan secara informal kepada Presiden SBY oleh wakil ketua KPU, Ramlan Subakti. Keinginan ini disampaikan dengan dua dasar pemikiran:

  1. korupsi yang dituduhkan hanyalah sekedar kesalahan prosedur, yang tidak secara eksplisit merugikan negara dan tidak ada sepeser pun yang masuk ke kantong pribadi

  2. kesalahan prosedur tersebut dilakukan oleh anggota-anggota KPU demi menjamin berlangsungnya pemilihan umum 2004, sehingga jasa mereka lebih besar daripada dosa yang mereka lakukan

Lepas dari seberapa bencinya aku kepada anggota-anggota KPU, lepas dari sebesar apakah dosa mereka, aku tetap menganggap permintaan tersebut (seandainya memang permintaan tersebut pernah dikeluarkan Pak Ramlan) sangatlah tidak pantas.

Pertama, mereka kembali menggunakan sebuah eufisme yang seharusnya sudah dilempar ke keranjang sampah. Tentu masih belum lekang dari ingatan kita penggunaan kata "salah prosedur" yang sesungguhnya hanyalah sekedar sinonim dari "korupsi". Perilaku menggunakan kata-kata ini sangat disayangkan karena pembodohan rakyat ternyata masih terjadi.

Kedua, kita tidak boleh lupa bahwa mereka, seperti Mulyana W. Kusumah, yang menjadi anggota KPU berlatar belakang seorang dosen. Sebagai seorang dosen, sudah selayaknya mereka dituntut untuk bersikap idealis atau kalaupun terpaksa harus melakukan kompromi, ia dituntut melakukannya secara transparan dan jujur karena ia adalah seseorang yang diteladani masyarakat luas, atau minimal mahasiswanya.

Seandainya anggota-anggota KPU hanyalah para pejabat sipil yang lulusan SMU dan tidak tahu apa-apa, bolehlah mereka mengelak dengan mengatakan, "kami terpaksa menyimpang. Kami tak tahu harus berbuat apa-apa". Tapi untuk seorang dosen yang punya pengetahuan luas, dilatih kejujurannya, dan menjadi teladan untuk mahasiswanya, kemewahan mengelak seperti itu tidak dimiliki oleh mereka.

Maaf,
bapak-bapak dosen yang kebetulan melakukan penyimpangan saat menjabat di KPU harus rela untuk hidup di balik jeruji.

Regards,
Kunderemp Ratnawati Hardjito A.K.A
Narpati Wisjnu Ari Pradana

0 comments: