Saturday, November 30, 2013

Ide Film terinspirasi Kasus Siska Makatey dan Dugaan Malpraktek Dr. Ayu

Setelah membandingkan kedua dokumen putusan Pengadilan Negeri Manado NO.90/PID.B/2011/PN.MDO dengan putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 365 K / Pid / 2012, kayaknya kasus ini cocok banget buat film.

Ayolah.. Kapan terakhir kita membuat film berdasarkan kasus hukum yang benar-benar terjadi di Indonesia dan filmnya 'mencerahkan' publik tentang aspek hukum kasusnya? Rasanya gak pernah. Kayaknya paling banter cuma dari sisi emosional. Lebih parah lagi, ada yang bikin film cuma dari sisi 'darah' lalu ditambah aspek sekwilda.

Kasus ini cocok untuk jadi film tiga babak, tidak harus ada klimaks, bisa juga ditutup dengan non-klimaks. Yang penting, begitu selesai menonton, para penonton merasa tidak nyaman dan menggosip kepada sesama penonton lainnya.

Oke, begini rincian film fiksi -- Ya! Mesti disebut sebagai film fiksi kalau perlu nama karakternya diubah sekalian --  yang terinspirasi dari kisah nyata tersebut :




BABAK PERTAMA adalah dari sudut pandang Ibu Sisca. Pokoknya trailer film ini sebagian besar bakal berasal dari babak pertama. Babak pertama harus mengharukan dan bikin banjir air mata para penontonnya*lebay*. Akhir babak pertama adalah si Ibu melihat benang di hidung sepanjang 2 cm dan melaporkan pada kepolisian. Tentu saja penggarapannya harus membuat kesan ambigu apakah sang ibu benar-benar melihat kejanggalan ataukah itu efek dari limpahan emosi sepanjang hari.




BABAK KEDUA adalah Pengadilan Negeri Manado. Ini babak paling sulit untuk digarap. Tetapi bayanganku ya.. bakal seperti serial TV Law and Order. Walaupun temanya pengadilan yang sebenarnya membosankan tetapi harus digarap menarik. Misalnya bagaimana si Ibu membantah kesaksian terdakwa.

Babak kedua bakal berisi bagaimana para jaksa berusaha menunjukkan bahwa terdakwa sebenarnya tidak punya izin praktek dan tidak punya pelimpahan wewenang, bagaimana terdakwa mengabaikan catatan medis dari surat rujuk Puskesmas, bagaimana terdakwa memalsukan tanda tangan korban. Sementara terdakwa membela diri dengan menceritakan dari sudut pandangnya, bagaimana mereka melakukan kegiatan mereka hari itu dengan flashback menunjukkan bahwa mereka memeriksa ulang kondisi bukaan pasien dan memutuskan ada kemungkinan bisa melahirkan normal kemudian setelah pukul 6 mereka gelisah karena belum melahirkan juga dan mereka memutuskan untuk melakukan operasi.

Di babak kedua ini juga, penonton akan dibawa tentang birokrasi perizinan praktek dokter di mana ada saling tuding antara Dekan dengan Dinas Kesehatan. Kalau perlu di sini nanti ada babak di mana para terdakwa, agak menangis, menunjukkan bahwa mereka sudah dipercaya di rumah sakit untuk melakukan 100 kali pembedahan Cesar dan tidak ada masalah. Rekan-rekan mereka juga akan membela mereka di mana mereka berpendapat bahwa para terdakwa sudah mandiri walau ada yang berpendapat bahwa mandiri dalam hal ini masih dalam pengawasan. Nanti juga ada bagian di mana pembela menunjukkan keputusan Mahkamah Konstitusi No.4/
PVV-V/2007 tanggal 19 Juni 2007 yang membuat majelis hakim Pengadilan Negeri memutuskan bahwa ketiadaan praktek Surat Izin Praktek  bukan ranah pidana.

Babak kedua juga akan membawa penonton mengenai emboli, penyebab kematian Sisca. Bagian ini mesti mirip-mirip CSI, nanti ada orang forensiknya segala. Termasuk membantah kesaksian Ibu Sisca di babak pertama mengenai benang di hidung. Intinya, majelis hakim percaya bahwa prosedur operasinya sudah benar dan bukan penyebab kematian.

Majelis Hakim di babak kedua ini mengabaikan dakwaan mengenai tanda tangan palsu karena menganggap tidak ada yang bisa membuktikan siapa yang membubuhkan tanda tangan tersebut walau tanda tangan tersebut dinyatakan sebagai rekaan.

Babak kedua ditutup dengan pernyataan bahwa terdakwa tidak bersalah dan diputuskan bebas dari semua tuntutan.



BABAK KETIGA diawali dengan sidang di Mahkamah Agung. Saksi Ahli di Mahkamah Agung menyatakan bahwa dari pertama masuk UGD, seharusnya berdasarkan rujukan, sudah dianggap sebagai keadaan darurat, bukan dibiarkan begitu saja. Selain itu mungkin akan ada adegan di mana para hakim mencecar para terdakwa dengan pertanyaan ulang dan mengungkap ketidaktahuan terdakwa obat apa saja yang ada di infus. Ditambah dengan fakta (cuma sekilas ditunjukkan di babak pertama) bahwa ibu korban pernah ditolak apotek karena membeli obat yang sama dua kali. Hal ini meyakinkan hakim bahwa terdakwa telah lalai.

Hakim juga mencecar terdakwa, bagaimana mungkin sebuah tindakan cesar darurat yang sebenarnya tidak membutuhkan permohonan izin tetapi ternyata malah ada surat persetujuan tindakan. Majelis Hakim menganggap tindakan ini sebagai ketidakkonsistenan kesaksian. Hakim di Mahkamah Agung juga cenderung berpihak pada keluarga korban dengan tidak mempercayai bahwa para terdakwa sudah menjelaskan resiko operasi. Hakim menganggap, bahwa setelah peringatan operasi memiliki resiko tinggi, kewajiban menjelaskan pada keluarga korban tidak ditunaikan tetapi terdakwa sibuk membuat surat persetujuan tindakan.

Para saksi ahli saat persidangan Mahkamah Agung tidak secara eksplisit menyatakan tindakan operasi yang dilakukan oleh terdakwa menyebabkan kematian korban. Namun hakim melihat pertimbangan bahwa ada kemungkinan kematian korban akibat komplikasi dan reaksi tubuh korban akibat obat dan ketidaktahuan para terdakwa mengenai obat apa saja yang telah diberikan kepada korban, inisiatif terdakwa yang kurang untuk melakukan rekam medis seperti pemeriksaan jantung EKG sementara surat rujukan sudah memberi peringatan riwayat buruk kesehatan korban adalah bukti kelalaian terdakwa.

Selain itu keberadaan tanda tangan rekaan sudah cukup bagi Mahkamah Agung untuk menunjukkan pemalsuan tanpa harus dibuktikan siapa di antara ketiga terdakwa yang membubuhi tanda tangannya.

Babak Ketiga ditutup dengan wajah ketidakpuasan rekan-rekan terdakwa yang menghadiri sidang.

Nanti di credit-title bakal ada semacam fakta sekilas seperti nasib ketiga terdakwa, apakah Peninjauan Kembali sukses atau tidak dan juga tentang reaksi rekan-rekan sejawat mereka.

Nah,
yang susah untuk bikin film ini adalah..
Bagaimana caranya membuat ambigu.

0 comments: