Mengajarkan Moral Melalui Budaya Populer? Kenapa Tidak?
Mengajarkan anak moral melalui budaya populer itu ijtihad. Saya menggunakannya untuk anak saya setelah mencoba berkali-kali mengajarkan moral dengan karakter nyata konservatif, karena saya temukan:
1. budaya populer memiliki bentuk visual dan audio sehingga lebih mudah dicerna oleh anak-anak,
sementara kisah2 masa lalu terutama dalam budaya Islam yang "mengharamkan" gambar, lebih sulit jika anak-anak tersebut belum cukup usia;
sementara kisah2 masa lalu terutama dalam budaya Islam yang "mengharamkan" gambar, lebih sulit jika anak-anak tersebut belum cukup usia;
2. budaya populer memiliki tema sempit walau sekompleks apapun kisahnya. Rata-rata pun ceritanya sudah diadaptasi agar bisa diterima dengan budaya si pembuat (walau tetap saja ada perbedaan dengan budaya penonton). Berbeda dengan kisah-kisah karakter nyata masa lalu yang kompleks di mana tidak bisa sembarangan kita mencomot kisah tanpa menjelaskan latar belakang budaya biarpun "konon" budaya para karakter nyata masa lalu itu sama;
3. ketika karakter dari budaya populer memiliki kelemahan, kita bisa mudah menyingkirkan pengaruh itu dengan mengatakan budaya populer itu dari budaya berbeda atau bahwa karakter tersebut fiksi dan tidak boleh ditiru 100%. Sementara, kalau anda teliti, karakter-karakter nyata memiliki kelemahan. Lebih sukar menyingkirkan itu kecuali anak kita sudah cukup usia.
Dan jangan salah,
saya tahu ada beberapa ustadz dan ustadzah serta tukang-tukang cerita yang mencoba menyederhanakan kisah-kisah karakter nyata tersebut. Beberapa sudah saya coba gunakan. Sebagian lain, ternyata masih belum masuk ke anak saya. Sebagian lain? Saya tak sependapat dengan kisahnya.
saya tahu ada beberapa ustadz dan ustadzah serta tukang-tukang cerita yang mencoba menyederhanakan kisah-kisah karakter nyata tersebut. Beberapa sudah saya coba gunakan. Sebagian lain, ternyata masih belum masuk ke anak saya. Sebagian lain? Saya tak sependapat dengan kisahnya.
Saya juga mengidolakan beberapa karakter nyata masa lalu, karena itu sebagai orang tua, saya jelas akan menulari anak saya namun saya juga harus mempersiapkan putri saya menghadapi serbuan budaya populer. Mengucilkan anak dari budaya populer juga bukan tindakan bijak kecuali anda hidup di lingkungan steril. Yah, putri saya tidak hidup di lingkungan steril, ia bisa melihat karakter2 itu di mana-mana.
Jadi antara saya yang mengajarinya dengan menyertakan penafsiran saya terhadap karakter budaya populer tersebut atau putri saya yang menafsirkannya sembarangan dan mencomotnya.
sumber status FB: https://www.facebook.com/kunderemp/posts/10153397061984226
sumber status FB: https://www.facebook.com/kunderemp/posts/10153397061984226
0 comments:
Post a Comment