Thursday, July 14, 2022

[BUKAN REVIEW] Ms. Marvel (episode 1-6)


Awalnya aku agak ragu dengan adaptasinya saat melihat iklan. Mulai bagaimana ketika iklannya menampilkan Nakia yang gaul dan ngiler melihat tubuh bugar Kamran, sosok Aamir sang kakak yang tidak salafi, sosok ayah yang lucu. Intinya, Ms Marvel versi Disney+ memang berbeda sekali dengan versi komik.


Untungnya, sudah berminggu-minggu menyiapkan mental sehingga, saat akhirnya tayang, sudah tidak terkejut lagi. Bisha K. Ali menafsirkan Ms Marvel dengan cara yang berbeda dengan G Willow Wilson. Nakia menjadi liberal walau tetap cerdas. Aamir tidak menampilkan atribut tertentu (selain jenggot) dan lebih banyak bercanda. Sang ayah tidak lagi menjadi sosok yang serius seperti di komik tetapi lebih banyak humor.

Saya tidak akan mengomentari tentang mazhab di Ms Marvel karena bahkan seandainya mazhab-nya sama pun, perbedaan lokasi negara akan menyebabkan praktik berbeda. Misalnya, jangan harap budaya mazhab Syafi'i orang-orang yang sudah lama tinggal di Amerika bakal sama persis dengan NU di Indonesia. Apalagi ini mazhab berbeda. Dan latar belakang Bisha K. Ali pun juga berbeda dengan G. Willow Wilson.

G. Willow Wilson, wanita kulit putih kelahiran New Jersey yang belajar Islam di Mesir, saat menulis Ms Marvel, lebih banyak membahas tentang gegap budaya antara imigran dengan masalah sosial di Amerika Serikat, termasuk tentang pengangguran di antara kaum muda, tentang gentrifikasi, dan semacamnya. Baru jilid ke sekian, akhirnya Kamala pergi ke Pakistan, mencari jati diri. Ada kisah tentang partisi/pemisahan India-Pakistan namun tidak semassif di versi Disney+.

Bisha K. Ali, pemimpin tim penulis Ms Marvel untuk Disney+ tampaknya lebih tertarik menggali ke-Pakistan-an Kamala. Ada ibu-ibu menggosip soal perempuan yang memilih batal menikah dan mengejar 'gora' di Eropa. Ada tarian di pernikahan Aamir. Dan puncaknya adalah episode 5 yang mengisahkan partisi/pemisahan India-Pakistan. Komiknya memang menampilkan pemisahan tetapi tidak sedramatis yang ditampilkan serial Disney+.

Episode terakhir mulai menyatukan kembali Ms Marvel dengan versi komiknya, mulai dari pakaian lengkap dengan selendang merah, hingga teriakan "embiggen". Namun di akhir Ms Marvel versi Disney+ tetap berbeda dengan versi komik. Lagu latar mengakhiri perdebatan fans apakah Ms Marvel tetap seorang inhuman di versi MCU. "Apapun itu, tak lebih dari sekedar label lain", ucap Kamala yang mungkin menyadari kemungkinan perdebatan lanjut.

Kalau kalian menonton Ms Marvel dengan harap menonton superhero yang kebetulan beragama Islam, kalian mungkin agak sedikit kecewa karena berbeda dengan yang dibayangkan. Versi komik mungkin lebih sesuai karena ada beberapa isu seperti *uhuk... ciuman pertama.

Saya melihat versi Disney lebih ringan tetapi menekankan pada keragaman termasuk identitasnya sebagai keturunan Pakistan. Episode 4 dan episode 5 adalah episode paling menarik menurutku.


0 comments: