Tuesday, April 10, 2007

Junior juga salah, Bung!

Gue pesimis kalau ada yang mengusulkan pemutusan hubungan junior-senior, pemotongan satu generasi. Priadi bercerita tentang Sindrom Stockhlom di mana korban bisa menjadi bersimpati terhadap pelaku bahkan akhirnya ikut menjadi pelaku itu sendiri. Dan Bung T. Ronny Nitibaskara, di masa kasus STPDN awal pernah menulis tahapan-tahapan bagaimana sebuah kekerasan kolektif bisa terjadi, berawal dari kepatuhan, identifikasi, dan akhirnya penyerapan nilai-nilai tersebut.

Dan maaf, Leo,
korupsi juga di luar sistem dan sistem juga disalahkan karena tidak bisa mencegah korupsi terjadi. Dan siapa bilang yang melakukan korupsi hanya segelintir (korupsi = mencuri)? Saya banyak melihat korupsi dari rakyat kecil sampai pejabat tinggi, dari generasi tua hingga generasi muda. Dan korupsi juga menular. Kita tidak tahu seberapa parah virus kekerasan di IPDN telah menular.


Dan anda di mana saat Cliff Muntu disiksa? Anda sudah bukan junior lagi saat itu, kan?


UPDATE:
Oktavianus Kentz dalam "Sindrom Kekerasan IPDN" mengatakan

"Pembubaran suatu sistem adalah jalan terbaik, namun demikian langkah ini tetap tidak bisa menghilangkan sindrom IPDN begitu saja. Perlu suatu rehabilitas mental dan intervensi sistem yang meruntuhkan waham-waham yang melekat kuat.

Dengan demikian pembubaran yang saya maksud bukanlah pembubaran lembaga pendidikan, namun lebih ditekankan pada perombakan total sistem pendidikan yaitu dengan mengganti rektor, dan menyeleksi kembali pengajar dan pengasuhnya. Langkah selanjutnya adalah mengganti sistem pendidikan yang mengarah pada rehabilitasi mental para praja."

2 comments:

lassadad said...

:-)

Anonymous said...

hehe.. Waham menurut KBBI Balai Pustaka 1989 adalah keyakinan atau pikiran yang salah karena bertentangan dengan dunia nyata, serta dibangun atas unsur-unsur yang tidak berdasarkan logika; sangka; curiga.

Saya ingin meluruskan, menurut pendapat saya apa yang terjadi di IPDN sama sekali tidak mirip dengan Sindrom Stockhlom. Sindrom tersebut adalah bentuk simpati yang biasanya terjadi pada korban penyanderaan. Sedangkan pada kasus IPDN sama sekali bukan bentuk simpati, namun merupakan suatu perilaku yang terjadi karena terbentuknya waham-waham secara sistematik dalam diri pelaku kekerasan tersebut.