Thursday, June 12, 2008

May-nya Viva Westi

Layak ditonton.
Dari awal aku sudah cukup suka dengan judulnya. Yang satu menunjukkan bulan kelabu tersebut, yang satu lagi menunjukkan nama yang cukup tegas etnisnya.

Berhubung Om Hikmat Darmawan bikin resensinya di Rumah Film lebih bagus dari aku, aku cuma copy-paste ngobrol ngalor-ngidul di milis Budaya Tionghua

Anggap aja resensi setengah hati :P
(lagi sibuuuuk~!!!) ampuun...


2008/6/12 Narpati Pradana :
2008/6/11 Ulysee :

Gue jadi penasaran, emang Anton nya kenapa sih?
dia jualan tiket? Calo tiket atau apa?
hadoohhh besok gue nonton deh!


Antonnya jualan tiket pesawat pada bulan Mei 1998. Tapi beli tiketnya pakai sertifikat tanah dan semacamnya karena ATM2 rusak dan bank2 tutup.




Gue tertarik kalimat yang ini :
"Seakan-akan peristiwa memilukan di tahun 98 hanya sebuah mimpi bagi
mereka."

Gue nyengir, getir.
Emang iya, buat sebagian yang mengalami memang kayak mimpi.... mimpi
buruk yang nggak pengen diingat-ingat lagi.


Lha memangnya diharapkan kayak apa toh?


Tonton filmnya dulu deh, mBak Uly.
Nanti pasti terasa di bagian akhirnya. Terlalu dipaksakan happy end ^_^
Filmnya layak untuk ditonton kok. Setidaknya digarap dengan serius (gak kayak komedi2 selangkangan produksi Raam Punjabi yang kualitas kameranya buruk banget) walau editingnya agak lompat-lompat.

Tapi kalau gak sempat, silakan baca resensi dari Hikmat Darmawan di RumahFilm, http://www.rumahfilm.org/resensi/resensi_may.htm .Lihatlah, ia juga merasa nggak nyaman dengan akhir film. Tapi bedanya, beliau lebih melihat ke musik film.

Viva menutup May dengan sebuah pertanyaan terbuka tentang "akhir bahagia" bagi sebuah film. Seperti saya duga saat menonton (dibenarkan oleh keterangan Viva sendiri dalam konperensi pers, karena banyak wartawan film kebingungan), musik bernada menekan dan menggelisahkan dari Dwiki Dharmawan (yang menata latar musik film ini dengan piawai) yang mengiringi sebuah adegan bahagia para tokoh film ini membuat kita curiga: benarkah akhir bahagia ini yang "terjadi"? Apalagi kamera memang melakukan penyimpangan angle dan tak stabil, seperti nervous (gugup, gelisah), untuk adegan ini.

Adegan yang "aneh" dan tiba-tiba itu sangat pendek, sangat tidak memadai bagi sebuah "akhir bahagia". Sampai-sampai seorang wartawan film masih muda bertanya pada Viva, kalau ending-nya begitu, apa berarti Viva berpikir akan ada sekuel bagi film May ini? Setelah sedikit tercekat, Viva menjawab diplomatis, "Nggak. Sekuelnya biarkan ada di hati para penonton saja."


Tapi baca resensinya Hikmat Darmawan, jadi ingat satu kutipan lagi dari filmnya

"kita mau ngungsi ke mana? Kita sudah dua ratus tahun tinggal di sini"



Oh iya.. aku lupa.
water cannon itu sudah dipakai di bulan Mei 1998 atau belum sih? Seingatku, water cannon itu baru dipakai di demonstrasi Semanggi November 1998. Yang aktivis saat itu siapa yah? Mas Suma Mihardja?

Soalnya di film, di tayangan TV-nya ada adegan itu.

Aku juga gak yakin saat itu ada politikus yang berani memajang poster Che Guevara sangat besar di kantornya. Mau digrebek ama intel orba apa..






-----Original Message-----
From: budaya_tionghua@yahoogroups.com
[mailto:budaya_tionghua@yahoogroups.com] On Behalf Of Narpati Pradana
Sent: Tuesday, June 10, 2008 4:46 AM
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: karakter Anton dalam film May ===>
Potogan beberapa artikel film May


Jadi intinya, apakah karakter Anton itu beneran pernah ada?
Karena jujur saja, aku kaget ada yang mencari untung dengan menjual
tiket. Lebih kaget lagi, di film 'May' terlihat bahwa karakter Anton itu
bermata sipit.

Oh ya, tentang resensi dari KG (Kafe Gaul kah?) aku gak setuju kalau
filmnya disebut tidak bertutur. Di filmnya sangat jelas mana bagian dari
10 tahun yang lalu, mana yang masa kini walaupun tidak pakai efek
Sephia, BW atau efek2 yang biasanya sering digunakan untuk flash-back.
Alur loncat-loncat itu sekarang sudah jamak digunakan. Paling gampang,
lihat saja Batman Begins atau Irreversible.

Paling gampang untuk tahu adalah dengan melihat model rambut tokohnya.
Untuk mengesankan karakter May dan Antares muda (usia 20-an), rambut
Jeanny Chang sengaja dibuat berponi, sementara jenggot Yama Carlos
dibuat berantakan dan pakaian seadanya. Sementara untuk May dan Antares
tua (usia 30-an), rambut Jeanny Chang disisir ke belakang sementara gaya
berpakaian Yama Carlos lebih rapih dan jenggotnya lebih tercukur walau
masih ada dan Yama menggunakan kacamata.

Ide karakter-karakter di film juga cukup orisinil untuk film Indonesia.
Ada Ganda (Lukman Sardi), "pribumi" yang merasa bersalah karena mencari
untung saat kerusuhan. Ada Harriandja (Tio Pakusodewo) yang mewakili
politikus yang sebenarnya gak terlalu perduli dengan nasib orang kecil.

Ada beberapa kata-kata yang cukup bagus seperti
"... dengan bekerja seperti ini, kamu masih punya kemewahan untuk
memikirkan nasib kemanusiaan.."
"Mas? Mas? Kau pikir di Indonesia ini cuma orang Jawa?" (sumpah.. aku
tertawa ngakak pas kata-kata yang ini)

Sayangnya, penyelesaian ceritanya tergolong naif dan memaksakan happy
ending. Tidak ada yang salah dengan itu, hanya saja, penyelesaian naif
tersebut membuat penonton tersadar kembali bahwa 'May' memang sekedar
film fiksi. Di akhir adegan, aku sampai penasaran menunggu papan nama
bakmi-nya masuk ke dalam kamera dan aku cukup kecewa menemui papan
namanya masih sama, seakan-akan kehidupan May dan keluarganya seperti
semula. Seakan-akan peristiwa memilukan di tahun 98 hanya sebuah mimpi
bagi mereka.


Lho.. kok malah jadi ngomongin filmnya sih..
kembali ke alasan aku bertanya..
jadi karakter "Anton" itu beneran ada atau tidak sih?






2008/6/9 Purnama Sucipto Gunawan :




Oleh KG film ini sangat oke, kalau bisa dikasih bintang KG memberikan
3 bintang. Di film ini memberi pesan moral bahwa bukan hanya
orang-orang yang meninggal akibat kerusuhan itu yang terluka dan
menjadi korban tapi bangsa Indonesia juga termasuk korbannya.
pengambilan gambarnya sudan terbilang oke, namun sayang alur ceritanya
tidak bertutur, yang mana film ini melompat-lompat antara masa kini
dan sepuluh tahun lalu.



--- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, "Narpati Pradana"
wrote:
>
> Beneran ada kah karakter seperti "Anton" di film May ini?
> Orang-orang yang mencari untung dengan menjual tiket?
>
> --
>






1 comments:

Anonymous said...

Kenapa mesti dipaksakan happy end? Karena anak sudah lama ikut Raymond...apakah mudah berganti ikut ibu? Tak jelas apakah anak tsb hasil hub dengan Ares atau dari hasil perkosaan, kalau disini masalah psychologisnya akan lebih banyak, karena si ibu bisa terus terbayang traumanya.

Btw, apapun hasilnya, salut sama Viva yang berani membuat film ini.Saya yang pernah melihat sendiri kerusuhan Semanggi, sampai saat ini jadi paranoid, jika jalanan Jakarta tiba-tiba macet parah atau bahkan lengang sekali.