Wednesday, August 13, 2008

Ngawur Tetapi Berdampak Besar

Tulisan Joko Su'ud Sukahar di Detik.com pada 12 Agustus 2008 kemarin berjudul "Merdeka Tapi Ngawur" adalah tipe tulisan yang kusebut "Kubenarkan tetapi Aku Tidak Sepakat".

Benar, situasi tahun 1945 itu kacau. Begitu kacaunya, ada salah satu angkatan 45 dalam kenangannya di "Mengenang Sjahrir" (sayangnya, bukunya sedang hilang ke mana jadi saya tidak bisa mengoreksi lagi) mengatakan bahwa Angkatan 45 yang sesungguhnya tidak akan bangga dengan gelar itu karena betapa chaosnya generasi itu.

Selain peristiwa-peristiwa yang dituliskan oleh Bang Joko Su'ud, saya masih menyebut peristiwa-peristiwa lain yang tidak akan pernah muncul di sejarah resmi versi Depdiknas seperti pemerkosaan perawat berkebangsaan Inggris oleh para pemuda Minang, atau bagaimana Sjahrir sampai mengangkat Tan Po Goan menjadi menteri urusan minoritas untuk melindungi kaum minoritas ( Catatan: Jangan samakan Menteri Urusan Minoritas di masa Sjahrir ini dengan bagian urusan Cina di BIN zaman orde baru yang mempunyai tujuan berbeda ), atau bagaimana orang-orang Ambon pro-Republik Indonesia seperti Johannes Leimena ( dipanggil akrab sebagai Om Jo oleh para pemuda saat itu) harus melindungi orang-orang Ambon lain paska Proklamasi.


Benar...
situasi saat itu kacau..

Tetapi apakah berarti kemerdekaan yang kita punya ini harus kita lepaskan? Haruskah kita menunduk pada tanggal 17 Agustus 1945, mengenang betapa rasisnya para pendahulu kita, betapa tak terkendalinya para pendahulu kita?

Tidak!

Ngawurnya para pendahulu kita mempengaruhi negara-negara lain untuk meneriakkan kemerdekaan. Ngawurnya para pendahulu kita mempengaruhi negara-negara Eropa untuk berpikir dua kali.

Saya pernah membaca laporan dari pihak Inggris mengenai peristiwa Soerabaja'45. Apakah mereka menyalahkan Bangsa Indonesia? Tidak!

Brigjen Mallaby beruntung tewas dalam November itu. Seandainya ia tidak tewas, ia pasti akan diadili di Mahkamah Militer karena ketidakkompetennya. Banyak terjadi kesalahpahaman dan komunikasi di dalam tentara Inggris, termasuk penyebaran ultimatum oleh Angkatan Udara Inggris yang akhirnya menyebabkan peristiwa berdarah 10 November.

Sebelum Soerabaja'45,
tentara sekutu (di Indonesia diwakili oleh Inggris) datang dengan harapan membawa perdamaian dan dielu-elukan oleh pribumi. Bayangan mereka, revolusi-revolusi yang mereka dengar hanyalah omong kosong, hanyalah agitasi boneka Jepang yang mencoba meneruskan status quo. Rencana mereka, cukup dengan menekan kepala pemberontakan, maka kekuasaan negara-negara di Asia Tenggara akan kembali ke tangan mereka.

Apa yang mereka temui?
Keinginan untuk merdeka adalah keinginan rakyat di masa itu. Ada atau tidak ada pemimpin, rakyat menginginkan Indonesia merdeka. Keberadaan pemimpin saat itu, yang tadinya dicurigai sebagai provokator, justru malah yang menenangkan gejolak rakyat. Keberadaan provokator-provokator seperti Bung Tomo lah, yang menunjukkan, para pemimpin boleh takut pada sekutu tetapi rakyat tidak akan pernah tunduk pada sekutu.


Hasil ngawurnya para pendahulu kita di Surabaya?
Indonesia kalah pertempuran tetapi tidak kalah perang. Setelah peristiwa itu, Inggris meninggalkan Belanda sendirian. Inggris juga merupakan salah satu pendukung Indonesia Merdeka di forum PBB.


Kita ngawur di tahun 1945, tetapi apakah pendahulu kita ngawur terus-terusan?
Tidak!

Sejarah mencatat, antara tahun 1946 hingga 1948, pemerintah kita tidak tunduk pada gejolak emosi, tidak tunduk pada keinginan kaum radikal. Sejarah mencatat, pemerintah kita melakukan kebijakan-kebijakan kontroversial seperti penandatanganan Perjanjian Linggarjati di November 1946, penandatanganan Perjanjian Renville di Januari 1948. Sejarah mencatat pemerintah tidak bersedia dimanfaatkan oleh blok-blok lain (yang saat itu populer adalah komunis) dan bahkan, yang jadi kontroversi hingga kini, membinasakan pihak-pihak yang mencoba mendatangkan bantuan dari negara lain.

Baca peristiwa-peristiwa itu dari sudut emosi, kita akan menganggap tindakan pemerintah adalah pengecut, tindakan menjadi antek-antek asing, sama persis dengan tindakan menyerah pada asing.

Baca peristiwa-peristiwa itu dari sudut pandang politik dunia, ekspansi Uni Sovyet, jumlah amunisi yang dimiliki oleh Republik, pembuktian diri sebagai negara yang tidak xenophobic (sebagai salah satu bukti kontra-propaganda Indonesia sebagai bukan bentukan Jepang), kita akan memahami bahwa tindakan-tindakan kontroversi Pemerintah saat itu adalah demi kebaikan kelangsungan Republik.

Saat Belanda menyerang Yogyakarta di Agresi Militer II ( Belanda menyebutnya Operasi Gagak/Operatie Kraai), RI-Yogya sedang menerima wakil-wakil dari PBB di Kaliurang. Percaya atau tidak, setelah itu, produk-produk Belanda diboikot di pasar Internasional, sementara Amerika Serikat menghentikan bantuan Marshall Plan. Hal ini, sesuatu yang tidak akan bisa dilakukan hanya dengan perang belaka.

Ketika kebijakan-kebijakan kontroversial Pemerintah di masa itu dibela di tulisan ini, bukan berarti saya mengatakan nilai diplomasi lebih tinggi daripada nilai perang fisik tetapi kedua hal itu saling membantu untuk akhirnya meyakinkan Belanda untuk menyerah dan mengakui kedaulatan Republik Indonesia.

Dan kembali ke topik awal,
menjelang Proklamasi dan sepanjang tahun 1945,
memang banyak hal-hal ngawur yang terjadi. Tetapi kekacauan yang terjadi akibat ngawur itu, yang menyebabkan bangsa-bangsa lain memahami bahwa dunia sedang berubah.

Dan pesimis dan menyangka tindakan-tindakan ngawur yang terjadi di awal kemerdekaan adalah penyebab mengapa Indonesia merana di masa sekarang adalah satu hal yang tidak berdasar. Tahun-tahun selanjutnya, Pemerintah unjuk gigi untuk mengendalikan rakyat, bukan sekedar agitasi dan membiarkan lepas begitu saja. Itu sebabnya orang-orang PKI dan Tan Malaka menjadi korban karena Pemerintah menunjukkan bahwa negara ini memiliki Pemerintah, bukan sebuah negara anarki tanpa pemimpin.




Sumber:
Sukahar, Joko Su'ud. Merdeka Tapi Ngawur. Detik.com, 12 Agustus 1945
http://www.detiknews.com/read/2008/08/06/092018/983633/103/merdeka-tapi-ngawur

Untuk membaca laporan dari pihak Inggris tentang Soerabaja'45,
silakan lihat hasil penelitian J G A Parrot, "Who Killed Mallaby"


0 comments: