Friday, June 26, 2009

Apakah UU ITE belum berlaku?

Saya merasa aneh dengan keputusan sela hakim kemarin karena hakim menyatakan UU ITE belum berlaku. Setahu saya, UU ITE sudah berlaku dan pelaksanaan pertamanya adalah pemblokiran Youtube dan Multiply saat beredar film Fitna.

Bung Ajo, narablog merangkap praktisi hukum dalam blog-nya, http://arijuliano.blogspot.com/2009/06/apakah-uu-ite-belum-berlaku.html , mengatakan:


Pendapat ini jelas salah besar. Pasal 54 ayat (1) UU ITE telah secara tegas dan jelas menerangkan bahwa:
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Dengan demikian, harus dibaca bahwa UU ITE sudah berlaku sejak tanggal 21 April 2008.


Pasal 54 ayat (2) UU ITE menyatakan bahwa:
Peraturan Pemerintah harus sudah ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun setelah diundangkannya Undang-Undang ini.
Dengan demikian, amanat pasal itu adalah ketentuan pelaksanaan berupa PP dari beberapa ketentuan dalam UU ITE harus sudah ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun sejak tanggal 21 April 2008. Jadi, bukannya menunda pelaksanaan UU ITE sampai 21 April 2010. Lagipula, ketentuan Pasal 27 ayat (3) UU ITE sama sekali tidak membutuhkan adanya pengaturan lebih lanjut dalam PP.





Bung Anggara malah lebih kritis lagi di http://anggara.org/2009/06/26/ibu-prita-ini-bukan-bebas-murni/ :

Yang harus diingat ini bukanlah bebas murni, karena putusan sela hanya mempersoalkan teknis dakwaan dan bukan mempersoalkan pokok perkara. Menurut saya, putusan sela yang aneh ini bisa jadi muncul sebagai jawaban Majelis Hakim terhadap kemungkinan intervensi dari pihak yang berkepentingan agar Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak digunakan saat ini dan bisa juga ada pihak yang berkepentingan agar kasus ini mereda di masyarakat dan pada saat sudah mereda maka itulah saat untuk melakukan serangan kembali



Redaksional Tempo Interaktif mengingatkan di http://www.tempointeraktif.com/hg/opiniKT/2009/06/26/krn.20090626.169305.id.html :

Jangan lupa, masyarakat juga bisa diancam dengan Pasal 310 atau 311 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Delik pencemaran nama baik yang juga digunakan menjaring Prita ini hingga sekarang masih berlaku. Hakim Pengadilan Negeri Tangerang memang berpandangan bahwa pasal ini tidak tepat untuk menjerat Prita, tapi belum tentu hakim lain. Buktinya, delik warisan Belanda ini telah membuat banyak kalangan, termasuk wartawan dan penulis, masuk penjara.

Aturan yang buruk memang tidak serta-merta membahayakan masyarakat bila kita memiliki penegak hukum yang berintegritas tinggi. Penegak hukum yang baik akan lebih mengutamakan keadilan dibanding aturan yang kaku. Masalahnya, yang sering terjadi justru sebaliknya. Polisi, jaksa, dan hakim cenderung menerapkan aturan secara membabi-buta demi membela kepentingan penguasa atau pihak yang lebih kuat.



Jadi, walaupun saya mengucapkan selamat pada Bu Prita, apa yang terjadi saat ini adalah api dalam sekam. Kita perlu waspada.

1 comments:

narpen said...

hmm, api dalam sekam. agak mengerikan sepertinya.
di satu sisi bikin orang jd lebih berhati-hati menulis, tapi di sisi lain jadi agak paranoid..