Tuesday, March 08, 2011

Tulisan Pak JB Kristanto 5 Maret yang lalu

Ada yang mengatakan bahwa ciri-ciri orang Munafik adalah bila berjanji maka ia akan melanggarnya.

Ternyata saya termasuk orang munafik, terbukti belum menepati janji di postingan sebelumnya.

Untuk sekedar menghibur, ada tulisan Pak JB Kristanto.
Bisa dibaca di:
http://filmindonesia.or.id/post/sengketa-pajak-royalti-film

Yang menarik adalah apa yang kukutipkan di bawah ini:

Besaran pajak royalti untuk film nasional sama dengan film impor asal AS. Ini berlaku untuk film impor yang langsung diedarkan di negeri ini. Untuk film impor yang hak edarnya dibeli (film-film non-MPA), maka nilai pajak royaltinya tentunya berdasarkan besaran harga beli hak edarnya. Hal terakhir ini yang bisa jadi masalah, karena importir film sering tidak membuka kontrak jual-belinya (atau memanipulasi?), padahal dia seharusnya melampirkan kontrak itu saat mengajukan rekomendasi impor ke Departemen Pariwisata dan Kebudayaan.

Ini sudah berjalan selama dua tahun terakhir. Sebelum itu tidak ada potongan pajak penghasilan royalti itu. Seorang produser film yang mengedarkan filmnya pada Januari 2009 tidak terkena potongan, karena peraturan baru keluar 4 Juni 2009. Dengan demikian, berita yang menyebutkan bahwa ada penunggakan pajak sejak 1995 seperti dikatakan Direktur Teknis Kepabeanan Heri Kristiono (Kompas, 22-02-2011) agak diragukan kebenarannya. Begitu juga: Direktur Jenderal Bea dan Cukai Thomas Sugijata yang memperkirakan kurang bayar pungutan atas royalti film impor selama dua tahun terakhir sekitar Rp 30 miliar dari 1.759 (?) judul film (Tempo, edisi 53/39. 28 Februari 2011). Sementara Menteri Keuangan hanya menyebut 250 judul selama dua tahun dengan tunggakan Rp 30 milyar (Kompas, 25 Februari 2011). Nilai tunggakan pajak ini belum termasuk denda. Jumlah judul film terakhir ini lebih masuk akal, karena setahunnya film impor yang masuk sekitar 180 judul. Artinya: ada sebagian yang sudah membayar.


Bandingkan dengan terkaanku yang saat itu belum baca peraturan pajak di postingan sebelumnya:

3. Mereka gak bayar pajak dari tahun 1995

Nope.. Mereka sudah bayar pajak. Hanya saja, pihak pajak kali ini membuat tafsiran baru atas aturan perpajakan lama. Sebelumnya pihak pajak cuma menilai dari nilai material, alias tiap salinan. Kali ini, nilai hak cipta intelektual dihitung.

Intinya sih,
jangan terlalu percaya propaganda-propaganda baik dari pihak importir film maupun pemerintah. It's business as usual.

~masih belum menulis artikelnya :(

1 comments:

jpmrblood said...

Hmm... gw gak mudeng soal pernyataan lo munafik di mananya, musti berkali-kali gw membaca baru _ngeh_... Well, khan kita punya kehidupan, jadi gak mungkin bisa mengisi blog terus-terusan. Lagipula, yang mau lo tulis sesuatu yang bermakna bukan tulisan nyampah kayak gw hahaha...

Btw, look the bright side, almost every day I'm pinging your blog waiting for your blog post ;D

Setuju:

Bisnis seperti biasa.