Sunday, January 18, 2015

Secuil Kisah dari Pinggiran Solo

Alkisah, di sebuah kerajaan di Pulau Jawa, sang raja baru dibesarkan sang Ibu dan paman yang anti Eropa. Walau memiliki pemahaman xenofobia yang disuntikkan dari dini, sang raja tidak berani mengusir orang-orang asing dari Pulaunya.

Hingga kemudian, orang-orang Tionghoa dibantai besar-besaran oleh orang Eropa. Mereka yang masih hidup melarikan diri. Kaum pribumi bersimpati dan memberikan perlindungan dan salah satunya melapor kepada raja. Sang raja menganggap kesempatan menunjukkan kedahsyatannya telah tiba dan ia menitahkan sang patih untuk memberi bantuan kepada orang-orang Tionghoa menyerang orang-orang Eropa.

Orang-orang Eropa itu kelabakan dengan serangan balik orang-orang Tionghoa. Mereka pun mengirim persenjataan kepada bupati pembangkang dari Timur dan menjanjikan kemerdekaannya bila mengkhianati sang raja. Maka orang-orang Eropa berubah kedudukannya setelah dukungan Pembangkang dari Timur.

Sang raja melihat perubahan posisi lawan menjadi takut dan melempar kesalahan kepada sang patih untuk mendekati orang-orang Eropa. Maka sang patih pun menjadi buronan dan akhirnya terbunuh.

Orang-orang Tionghoa beserta pasukan sang patih serta orang-orang Jawa anti-Eropa kecewa pada sang raja dan memilih pemimpin baru dan Pasukan Kuning mereka menyerang istana sang raja. Sang raja pun terusir dari istananya, terlunta-lunta.

Sang Pembangkang dari Timur berhasil merebut istana sang raja dari para Pasukan Kuning dan menyerahkannya kepada Eropa. Orang-orang Eropa ternyata menyerahkan istana itu kembali kepada sang raja.

Sang raja kecewa, tanah kekuasaannya sedikit dan membuat sayembara bagi siapa yang bisa merebut tanah kekuasaannya dahulu dari tangan musuh. Salah satu mantan pendukung Pasukan Kuning kembali ke pihak sang raja, memenangkan sayembara tersebut namun kemudian dikhianati sang raja atas bisik-bisik orang dekatnya. Si panglima yang dikhianati raja kembali mengangkat senjata. Sementara masih ada juga panglima pemberontak lain yang masih meneruskan perlawanannya.

Situasi politik semakin kacau dan sang raja pun pusing.
Akhirnya, sang raja menyerahkan kekuasaannya kepada orang-orang Eropa.

Sang raja yang dilahirkan dan dibesarkan dengan propaganda-propaganda anti-Eropa, akhirnya menutup hayatnya dengan menyerahkan kekuasaannya, secara sukarela, tanpa paksaan kepada orang Eropa.

Catatan:
Nama sengaja saya samarkan supaya tidak ada yang googling nama.
Penyamaran nama memiliki efek samping menimbulkan persepsi yang salah di mata pembaca.

0 comments: