Monday, November 08, 2021

Kenapa Peraturan Pencegahan Kekerasan Seksual Selalu Gagal di-Undang-Undang-kan



"Jika KORBAN SETUJU apakah hal tersebut DIPERBOLEHKAN dalam pergaulan mahasiswa/kampus di Indonesia?", pertanyaan semacam ini selalu muncul setiap kali ada upaya membuat peraturan pencegahan kekerasan seksual. 

Ini adalah jenis kesalahan logika orang-orangan sawah (STRAWMAN FALLACY). Pengguna logika ini menganggap bahwa orang yang mendukung aturan pencegahan ini adalah pendukung kebebasan seksual. Dengan asumsi ini, mereka membangun argumen tandingan yang mereka anggap adalah argumen lawan mereka lalu mereka serang sendiri argumen khayalan ini.

Pertanyaan yang benar adalah, SEANDAINYA TIDAK ADA PERATURAN ini, APAKAH pelaku pelecehan seksual yang menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium BISA DIHUKUM ? 


Sepintas, kalau melihat jawaban Sovia Hasanah SH di Hukum Online pelaku bisa ditindak. Namun kalau dilihat argumennya maka kita akan melihat masalah. 


Pertama, dari sekian banyak pasal pencabulan, Sovia memilih pasal 289 KUHP, yakni dengan ancaman kekerasan berbeda dengan kasus yang ia pilih, yakni kasus di Luwu. Apakah mungkin Bu Sovia kurang teliti? Karena hakim membebaskan terdakwa dari dakwaan primair (pasal 289).

Kedua, membuktikan ancaman itu sulit. Bu Sovia mengakui dalam jawabannya. Jadi pasal 289 yang dipilih sebenarnya juga sulit untuk diterapkan karena ada unsur pembuktian "kekerasan" atau "ancaman kekerasan". 

Ketiga, bahkan dalam jawabannya, Bu Sovia tetap menyarankan MEDIASI SEBELUM MELAPORKAN ke kepolisian. Padahal proses "mediasi" ini akhirnya seringkali menjadi pembungkaman kasus pelecehan seksual. 

Keempat, kasusnya sendiri adalah kasus PERCOBAAN PEMERKOSAAN di mana terdakwa membuka baju korban dan MENEMPELKAN KEMALUAANNYA pada KELAMIN KORBAN. Dan kasus ini dianggap sebagai pencabulan;

Kelima, salah satu penyebab hakim AKHIRNYA tetap MENJATUHKAN HUKUMAN  adalah karena ada saksi yang mendengar teriakan korban. 


Sekarang bagaimana seandainya kasusnya seperti ini:

Ada dosen yang  "tidak sengaja" menyentuh payudara mahasiswinya berkali-kali sehingga membuat korban risih. Tidak ada jeritan minta tolong, hanya ungkapan kekesalan korban, "Pak, jangan begitu dong". 


Paling banter dianggap sebagai melanggar kode etik dan ditegur lisan atau peringatan tertulis sesuai Pasal 60 dan Pasal 78 UU No 14 tahun 2015 dan itupun kalau korban sudah berani melaporkan. 


Bahkan karena tidak ada detail eksplisit apa yang dimaksud dengan kode etik, bisa jadi tindakan pelaku tidak dianggap melanggar kode etik atau normal setempat atau dianggap wajar saja. Ujung-ujungnya pelaku cuma diajak bercanda, "Bro, ente kurang ahli merayu cewek" lalu pelaku dan korban "didamaikan".


Sekarang bandingkan dengan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021:


1. tindakan-tindakan yang disebutkan di atas sudah secara eksplisit dinyatakan sebagai Kekerasan Seksual. Tidak boleh lagi dijadikan bahan bercandaan;

2. tindakan administrasi yang paling ringan adalah teguran tertulis DAN PERNYATAAN PERMOHONAN MINTA MAAF SECARA TERTULIS YANG DIPUBLIKASIKAN !

Jadi tak ada lagi cerita pelecehan yang disembunyikan diam-diam, pelaku hanya ditegur tak serius dan kasus tersebut hanya dijadikan canda; 

3. kampus diwajibkan membuat layanan pelaporan dan prosedur pendampingan korban. Jadi tidak ada lagi cerita usul mediasi yang ternyata hanya berniat "mendamaikan" dan membungkam cerita pelecehan. 



BACAAN YANG JADI RUJUKAN:


Jawaban Sovia Hasanah di Hukum Online

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5852311678437/jerat-hukum-bagi-dosen-yang-mencabuli-mahasiswinya


Kasus di Luwu 

Putusan PN LUWUK Nomor 37/Pid.B/2014/PN.Lwk

Tanggal 24 September 2014 — Pidana - MUKHLIS A. LAADI, S.Pd., MM

https://putusan3.mahkamahagung.go.id/direktori/putusan/cdb7ca1462490974f3bd2f67e2c8909d


Undang-Undang no 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen

https://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/25759/nprt/729/uu-no-14-tahun-2005-guru-dan-dosen


Salinan Permendikbud nomor 30 tahun 2021

https://jdih.kemdikbud.go.id/sjdih/siperpu/dokumen/salinan/salinan_20211025_095433_Salinan_Permen%2030%20Tahun%202021%20tentang%20Kekerasan%20Seksual%20fix.pdf

0 comments: