Monday, April 24, 2006

Minangkabau, the land of Indonesia's Founding Fathers...

Sebut saja: Moh. Hatta, Sutan Sjahrir, Tan Malaka, Agus Salim, M. Yamin, M. Natsir, dan entah siapa lagi.

Beberapa minggu lalu, aku ke sana, bersama Ibu, Lis, dan Ani, berjalan-jalan. Buatku, ini kedua kalinya aku mengunjungi daerah di luar Jawa (yang pertama: Bali). Dan aku penasaran, seperti apa sih daerah yang mencetuskan banyak intelektual di masa-masa Indonesia masihlah berupa janin.

Universitas Andalas
Universitas ini, sangat mirip dengan University of Queensland yang ada di Gatton. Benar-benar luas, ada beberapa ternak. Perbedaannya adalah, di Gatton, tidak ada Fakultas Teknik.

Perhatikan pula gerbangnya yang menunjukkan ciri khas daerah Minang. Yang pertama adalah atapnya yang seperti tanduk kerbau. Yang kedua adalah tiangnya yang miring.







Bukit Barisan

Pertama kali menjejakkan kaki di bumi Minang, pemandangan yang tertangkap olehku adalah Bukit Barisan yang megah dan indah. Percayalah, beberapa kali aku melihat gunung di Pulau Jawa, tak pernah setakjub ini.

Aku membayangkan para bapak bangsa kita dahulu sedih, mengapa sebuah bangsa yang memiliki pemandangan alam nan indah mesti takluk pada bangsa lain yang nun jauh di sana.

Sekarang aku menyadari, kenapa Soe Hok Gie, yang lahir dan besar di Jakarta, berkali-kali naik gunung sebelum kembali ke kota untuk memprotes ketidakadilan. Dengan berada di pemandangan alam yang indah, kita menyadari bahwa kampung atau kota tempat kita tinggal, hanyalah sebagian kecil dari bumi ini. Dan gunung-gunung yang indah menunjukkan bahwa, masih ada kekayaan kita yang harus kita jaga dari keserakahan tangan-tangan manusia.


Replika Istana Pagaruyung
Istana Pagaruyung yang sekarang sekedar replika sudah tampak megah. Padahal di masa lalu, istana ini berada di atas bukit, yang jelas lebih menggetarkan daripada posisinya di masa kini. Tetapi ada juga kok sisi baiknya, yaitu turis-turis jadi lebih mudah untuk datang (bukitnya terjal sekali.. kalau seandainya replikanya di bangun di posisi yang sama, niscaya awak mesti panjat tebing dulu sebelum bisa memasukinya).



Istana yang asli sudah dibakar oleh Belanda. Aku salut mendengarnya, berarti kerajaan ini bukanlah kerajaan serakah yang tunduk sama Belanda, seperti yang umumnya dilakukan oleh kerajaan-kerajaan lain seperti Mataram pasca-Sultan Agung. Padahal, menilik sejarahnya, kerajaan ini tak lebih dari simbol belaka, sebagai lambang minang walaupun sebelum kerajaan ini berdiri, Minangkabau sudah ada.

Istana ini adalah tempat tinggal raja dan putri-putrinya (anak cowok, seperti kebiasaan Minang, disuruh tinggal di Surau untuk melatih kemandirian mereka). Di bagian depan Istana, terdapat bangunan yang tak kalah tingginya, yang ternyata adalah lumbung padi (!!!). Di bagian belakangnya, terdapat dapur, sementara di sampingnya, terdapat semacam bedug (lupa istilahnya) yang konon dipergunakan untuk memanggil para menteri dan hulubalang.





Istananya sendiri terdiri dari tiga tingkat di mana tingkat teratas digunakan oleh raja untuk bersemedi sementara tingkat kedua dipergunakan oleh putri-putri raja yang belum menikah. Tingkat pertama, seperti yang bisa kalian tebak, adalah tempat rapat raja dan menteri-menterinya. Tetapi yang sulit dibayangkan oleh para pengunjung adalah bagaimana rasanya tidur berdua dengan pasangan (seperti putri raja dan suaminya, atau sang raja sendiri dengan permaisurinya) di kamar yang hanya dipisahkan oleh tirai.

Sementara kamar sang raja dan permaisuri mungkin dilapisi oleh.. hmmm.. tujuh tirai (koreksi kalau aku salah), sementara ruang-ruang putri dan suami-suami mereka, hanya dipisahkan oleh satu lapis tirai dan itu benar-benar persis di dekat ruang utama. Wah.. Apa para pengawalnya tidak tergoda untuk mengintip yah?

Danau-Danau nan Indah




Ke Bumi Minang serasa tak lengkap tanpa mengunjungi danau-danau yang ada di sana. Ada empat danau di bumi Minang tetapi karena terbatasnya waktu, hanya dua danau yang kami kunjungi yaitu Danau Singkarak dan Danau Maninjau.

Danau Singkarak (di sebelah kiri, yang ada foto Lis), berada di antara kota Padang dan Bukittinggi. Dan saat kalian menelusurinya, kalian akan kagum, betapa besarnya danau ini, lebih besar daripada danau-danau yang ada di pulau Jawa. Selain itu, danau ini sendiri masih bersih, sehingga kita melihat danau ini begitu biru dan indah. Dan ada ganggang yang hidup di danau ini lho..




Sementara, saat kami berada di Danau Maninjau, waktu sudah sore sehingga aku tak bisa mendapatkan foto yang indah, walau pemandangannya masih indah di mata. Dan dari bukit, kami turun melewati Kelokan 44 untuk menikmati pemandangan Danau Maninjau dari dekat yang sayangnya hanya bisa dinikmati beberapa menit karena matahari telanjur tenggelam. Namun kami sempat menikmati teh manis hangat sambil memandangi karamba-karamba di danau tersebut.

Ngomong2, kalau kalian pergi melewati Kelokan 44, bawalah makanan-makanan kecil untuk diberikan kepada kera-kera jinak yang berada di sekitar kelokan bawah.

Pantai Malin Kundang

Hah? Pantai Malin Kundang? Emang ceritanya benar-benar terjadi?
Pasti itu yang ada di pikiran kalian.


Nama pantainya sendiri sih Pantai Air Manis, dan sebenarnya, tanpa atraksi Malin Kundang, kita bisa menikmati pemandangan matahari terbenam yang indahnya ratusan kali lebih indah daripada pemandangan matahari terbenam di Anyer, dan jutaan kali lebih indah daripada pemandangan matahari terbenam di UI Depok (jelas lah!!!).



Si Ricky, lulusan ITB yang sedang berada di Padang, tergoda untuk mengambil foto adikku saat berada di pantai ini dengan ponselnya. Aku heran, apakah hasilnya bisa jelas mengingat kondisi cahaya yang begitu minim.

Aku sendiri tergoda untuk mengambil foto siluet Lis di detik-detik terakhir menjelang matahari terbenam. Hasilnya sih lumayan indah, seandainya tidak ada anjing yang nongol di sebelah kanan.

Oh ya..
Satu hal yang tak kusangka akan kulihat di Bumi Minang adalah banyaknya anjing-anjing di sini. Ternyata masyarakat Minang banyak memelihara anjing. Katanya sih, untuk berburu Babi Hutan. Dan sekedar berburu (bukan untuk dimakan).

Jembatan Siti Nurbaya


Dijamin kalian pasti bingung lagi.
Bukankah Siti Nurbaya hanyalah sekedar cerita yang ditulis oleh almarhum Marah Rusli?
Entah tipuan atau beneran (seperti halnya cerita Malin Kundang). Tetapi jembatan yang berada di kota Padang ini memberikan pemandangan unik di malam hari, yaitu pinggirannya menjadi tempat rekreasi alias duduk-duduk gak jelas sambil bersama teman atau pasangan dan menikmati teh botol. Mereka, juga melakukan hal seperti ini di pinggir pantai (dan di malam hari!!!).

Sayangnya, aku tidak membawa tripod dari Jakarta, sehingga aku harus pasrah dengan foto-foto kabur yang kuambil saat berada di jembatan ini.

Melihat kapal dari jembatan ini ternyata asyik juga. Aku tak mengira akan melihat lagi banyak kapal dari jembatan setelah aku berpisah dari Brisbane. Maklumlah, bayanganku, semua sungai seperti sungai-sungai di Jawa yang kecil, kotor, dan tidak bisa dilewati oleh kapal-kapal.


Bukit Tinggi

Bukit Tinggi adalah kota kelahiran M. Hatta. Dan di kota ini terdapat beberapa obyek wisata seperti Jam Gadang yang berada di tengah kota. Walaupun sebenarnya biasa-biasa saja, tetapi taman tempat Jam Gadang ini berada adalah tempat rekreasi buat warga sekitar. Yang menarik bagiku, di tangga di taman ini, ada tulisan peringatan, "pacaran itu haram" ^^*!.

Obyek wisata lain yang bisa dikunjungi adalah Gua Jepang. Jangan khawatir jika anda termasuk Claustrophobia (trauma gelap dan sempit). Gua ini sudah diterangi oleh lampu neon. Yang jadi masalah adalah, kalian harus menuruni tangga sejauh 200 m ke bawah untuk melihat guanya dan sesudah puas melihat-lihat, kalian harus menaiki tangga 200 m, dan percayalah, bikin lelah. Kalau kalian hanya butuh sekali istirahat saat menaiki tangga, berarti kalian sudah termasuk hebat (aku butuh sekali istirahat, yang kedua karena aku menunggu ibu untuk sampai).

Di Gua Jepang, sangat disarankan untuk menyewa pemandu untuk mendengar kisah yang mungkin terjadi di Gua Jepang. Hati-hati, para pemandu akan mengisahkan cerita-cerita kekejaman yang akan membuat kalian bergidik dan akan membuat kalian marah kepada orang-orang Jepang. Tetapi sebelum hal itu terjadi, ingatlah, orang Jepang di masa itu, tidak hanya kejam kepada orang-orang Indonesia, tetapi juga kejam terhadap diri mereka sendiri. Generasi muda Jepang sekarang, adalah generasi frustasi, yang muat terhadap kemunafikan generasi tuanya (itu sebabnya banyak komik-komik dan game-game bagus berasal dari Jepang). Jangan ikuti orang-orang Cina dan Korea yang begitu dendam terhadap Jepang.

Jangan lupakan pula, tanpa orang Jepang, mungkin kita tidak akan siap berperang melawan Belanda saat mereka kembali untuk menjajah kita. Dari latihan Jepanglah, tentara kita siap untuk melawan Belanda.

Ngomong-ngomong, aku lupa memberitahu kalau sesungguhnya panjang Gua Jepang ini 7 km dan berada persis di bawah kota Bukit Tinggi, termasuk di bawah Jam Gadang. Yang dibuka untuk umum, hanyalah 1,4 km, karena ditakutkan gua ini runtuh suatu saat, dan juga memperhitungkan oksigen dan kelembapan udara.



Obyek wisata lain yang bisa dilihat adalah Ngarai Sianok yang indah walau beberapa tebingnya tampak lebih terjal akibat gempa bumi yang menerpa Padang tahun lalu.

Sebenarnya sih, pemandangan ini untukku serupa dengan pemandangan jalur lava Gunung Merapi yang ada di Kaliurang, Yogyakarta, tetapi serupa bukan berarti jiplakan karena tetap saja mempunyai keistimewaan sendiri dan tetap saja membuatku takjub.

Oh ya,
salah satu pintu keluar dari Gua Jepang adalah ngarai (catatan: ngarai = lembah) ini. Lebih tepatnya, setiap mayat-mayat dari gua, akan dibuang oleh tentara Jepang dari gua ke ngarai ini. Terbayang gak, betapa mengerikannya di tahun 1946, ketika orang-orang yang menemukan Gua Jepang, menemukan tumpukan mayat-mayat tentara Jepang yang harakiri di ngarai ini?

Apapun kisahnya, ngarai ini tetap indah dipandang. Salah satu obyek wisata yang wajib dikunjungi bila berkunjung ke Bukit Tinggi (jangan cuma ke pasarnya doang!).

Akhir kata,
sebenarnya masih banyak pemandangan indah yang ada di negeri ini. Minangkabau adalah salah satu contoh daerah dengan banyak panorama nan memukau. Mungkin sebelum kita berpikir untuk berwisata ke luar negeri (apalagi hanya dengan tujuan belanja), cobalah untuk ke daerah-daerah dahulu.

Wednesday, April 12, 2006

[Preview] Heart: Ambisi Chand Parvez...

Sebenarnya waktu awal melihat posternya di Cinemags minggu lalu (edisi Ekspedisi Madewa), aku tidak begitu tertarik dengan film ini. Aku tidak mengatakan film ini pasti jelek tetapi drama romantis mendayu-dayu bukanlah tipe film kesukaanku. Tetapi sebuah DVD promosi dari Starvision mengubah pandanganku. Film ini mungkin lebih menarik daripada yang kukira pertama kali.

The Music
Kalau disebut penata musiknya, kalian pasti bosan..
Yup.. Melly Goeslaw dan suaminya Anton Hoed.

Tetapi yang membedakan film ini dengan film Indonesia sebelumnya adalah penggunaan orkestra, walau sangat kecil, sebagai musiknya. Usaha ini perlu diacungkan jempol walau sayangnya, nada-nadanya tetap saja 'ala Goeslaw. Yang menambah perasaan gak sreg adalah penggunaan sebait bahasa Inggris di lagunya. Mungkin zaman sudah berubah. Mungkin pencipta lagu Indonesia mulai mengikuti pencipta lagu Jepang dan India yang sering menambahkan kata-kata Inggris di dalam lagu-lagu mereka.

Usaha kedua yang perlu diacungkan jempol adalah memaksa aktor dan aktrisnya untuk menyanyi(!!). Iya! Jadi themesong di film ini dinyanyikan oleh pemeran-pemeran utamanya. Hehehehe...

The Panorama
Keunggulan lainnya adalah, panorama dalam film ini. Memang ada film-film yang menonjolkan gambar-gambar indah seperti Ruang (dan aku belum nonton). Tapi apakah film-film itu menampilkan pemandangan lanskap alam yang sangat luas? Ada beberapa cuplikan adegan di behind the scene dari DVD promosi yang menampilkan perbukitan teh dan percayalah, kalian akan merasa ingin pergi ke sana.

The Story
Sejujurnya.. klise.
Hei..
Kalau berbicara tentang film Indonesia, jangan gunakan kata-kata wasiat itu ^^*!

Kurang lebih ceritanya seperti ini.
Rachel dan Farel sudah bersahabat sejak kecil dan bahkan bisa dikategorikan sebagai TTM. Namun kemudian, Farel jatuh cinta kepada Luna, cewek berambut panjang, lemah lembut, yang... pokoknya berbeda 180 derajat dengan Rachel. Di akhir cerita, salah satu dari wanita ini mati (dugaanku, Luna, mungkin karena TBC atau kalau mengikuti standar klise film-film romantis: Leukimia).

Walau begitu, ada beberapa adegan yang unik, seperti adegan Rachel mengamuk dengan mobilnya dan mengejar Farel. Percayalah, Nirina sebagai Rachel tampak mengerikan di adegan ini. Bahkan beberapa adegan stunt dalam sinetron-sinetron laga macam Jackie (itu lho.. yang ada Ari Wibowo) masih kalah dengan adegan ini.

Conclusion
Mungkin film ini lebih menarik daripada yang kukira. Sayangnya, film drama romantis mendayu-dayu bukanlah tipeku. Tapi mungkin aku ingin menonton, menikmati pemandangan yang ditampilkan di film ini. Film ini sendiri akan tayang di bioskop Jakarta tanggal 11 Mei 2006.

Thursday, April 06, 2006

Tenanglah, Wahai Pendukung NKRI...


Ada satu hal yang membuatku salut dengan Partai Demokrasi Indonesia - Perjuangan (PDIP). Mereka adalah partai yang berpandangan paling konservatif saat ini. Mereka satu-satunya partai yang terang-terangan menolak langkah amandemen terhadap UUD'45. Karena itu, kita harus bisa memahami sikap wakil-wakil mereka di DPR seperti Effendi MS Simbolon dari komisi I, yang mencoba membuktikan adanya konspirasi di Australia untuk memecah Papua dari Indonesia[1].

Menurut penyelidikan Effendi, mereka yang mencoba bersekongkol memisahkan Papua adalah:

  1. John Rumbiak, direktur Lembaga Studi dan Advokasi Hak Asasi Manusia (ELSHAM)
  2. Greg Sword, anggota parlemen tingkat negara Melbourne dari Partai Buruh (ALP) di tahun 2000 (sekarang tampaknya ia di Victoria [2])
  3. Bob Brown, ketua Partai Hijau (Green Party)
  4. Kerry Nettle, anggota parlemen dari Partai Hijau
  5. Andrew Barlet, anggota partai Demokrat
  6. Asia Pacific Human Rights (APHRN)
  7. West Papua Action Australia (WPA-A)
  8. Action in Solidarity with East Timor (ASIET)
  9. Australian Council for Overseas Aid (ACFOA)
  10. East Timor Action Network (ETAN)
  11. The Centre for People and Conflict Studies The University of Sydney
  12. Prof. Denis Leith,
  13. Chris Richard, redaktur New Internationalist Magazine
  14. Duncan Ken (dari Tasmania)
  15. Susan Conely
  16. John Barr (bekas ketua Uniting Church)

Yang perlu diperhatikan adalah, keterlibatan seorang anggota partai yang jabatannya hanya di tingkat State (negara bagian) tidak mencerminkan kebijakan partai secara nasional. Greg Sword tidak mencerminkan Partai Buruh keseluruhan (walau bisa digunakan untuk memprotes). Berbeda dengan Indonesia yang partai daerah harus tunduk pada partai pusat (dan itu pun masih banyak terjadi perselisihan tajam seperti yang sering dialami oleh PDIP), di Australia, kebijakan di daerah biasanya benar-benar bebas, tidak terlalu terikat pada pusat.

Partai Hijau (Green Party) adalah partai beraliran kiri yang memang sering menggunakan isu-isu kontroversial seperti euthanasia atau pelegalan obat-obat terlarang[3]. Bahkan beberapa surat pembaca di media-media Australia, mengritik kebijakan Bob Brown yang sengaja mencari popularitas melalui isu-isu yang dikemukakannya. Dengan kata lain, partai ini tidak perlu diperhatikan, dan begitu juga dengan Partai Demokrat yang sangat kecil pengaruhnya di Australia.

New Internationalist Magazine tidak begitu terkenal, bahkan tidak pernah kutemukan selama aku tinggal di Brisbane. Mungkin majalah ini hanya mencoba mencari popularitas dalam rangka menaikkan oplah.

Beberapa LSM luar negeri yang disebutkan oleh Effendi MS. Simbolon, tidak begitu terdengar di kalangan awam Australia. Setahu saya, LSM yang benar-benar punya jaringan kuat adalah Amnesty International dan Oxfam. Dan ketika Oxfam lebih suka berjuang dengan menjual barang-barang dari negara ketiga (hei, orang Australia bisa membeli tenunan Sulawesi lewat LSM ini), Amnesty International lebih perduli pada perjuangan melawan ketidakadilan dan penyiksaan yang dilakukan oleh negara. Misalnya, Amnesty International pernah memuat dalam majalahnya mengenai pemukulan yang dilakukan oleh kepolisian terhadap orang-orang yang mengibarkan bendera Bintang Kejora.

Dengan kata lain, saya menyetujui ucapan Ginandjar Kartasasmita bahwa isu Papua bagi Australia hanyalah manuver politik belaka bertujuan jangka pendek yang jangan sampai membuat hubungan Indonesia dan Australia terputus[4]. Pendapat ini memperkuat pendapat saya sebelumnya bahwa apa yang dilakukan oleh beberapa politisi kita sangatlah emosional[5].

Bila ada yang membaca Kompas hari ini (6 April 2006), cobalah membaca salah satu opini di Kompas yang sejalan dengan pikiranku sebelumnya[6] tetapi ditulis dengan bahasa lebih bagus dan bahkan dengan latar belakang ilmu diplomasi yang baik karena kebetulan penulisnya adalah Direktur Eksekutif Imparsial, The Indonesian Human Rights Monitor[7]. Tulisan Pak Rachland Nashidik ini terdiri dari tiga hal yaitu:

1. Setiap Warga Negara Indonesia Berhak Mendapat Suaka Politik dari Negara Lain
Pasti sedikit yang mengetahui bahwa dalam salah satu amandemen Undang-Undang Dasar, lebih tepatnya pasal 28G berbunyi "Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain".

Sebelum kalian, terutama dari pihak konservatif yang menentang amandemen UUD'45, memprotes, pada tahun 1998, Indonesia juga menandatangani Convention Against Torture yang prinsip non-refoulement (tidak boleh mengembalikan pengungsi ke tempatnya semula yang menyebabkan ia atau kebebasannya terancam) adalah salah satu landasannya. Di tahun 1956, Mr. Ali Sastroamidjojo juga menandatangani Surat Edaran Perdana Menteri Nomor 11/RI/1956 tentang Perlindungan Pelarian Politik yang menyatakan, "Indonesia melindungi pelarian politik yang masuk dan yang sudah berada di wilayah Indonesia, berdasarkan hak dan kebebasan asasi manusia, serta sesuai dengan hukum kebiasaan internasional". Tentu saja, Indonesia tidak boleh bersikap ganda (munafik) dengan memusuhi negara lain yang memberikan suaka kepada warga negaranya.

2. Visa Proteksi Sementara
Di bagian ini, Rachlan menyatakan, Deplu harusnya memberi penerangan kepada Presiden bahwa visa sementara bukanlah akhir bahagia. Visa sementara ini akan dievaluasi setelah tiga tahun dan sementara mendapat visa ini, mereka tidak berhak pergi dari Australia, tidak memiliki fasilitas negara untuk kesejahteraan, bantuan pekerjaan, atau sekedar biaya untuk belajar bahasa Inggris. Satu-satunya harapan untuk mereka adalah LSM-LSM yang aksesnya dibatasi terhadap dana masyarakat yang tersedia.

Setelah tiga tahun itu, mereka akan dievaluasi apakah mereka sah sebagai pengungsi atau tidak. Walau Rachlan tidak berani menerka, angka penerimaan pengungsi untuk negara Australia tergolong kecil bila dibandingkan dengan Inggris atau Tanzania.

3. Saran Rachlan untuk Pemerintah
Rachlan menyarankan agar pemerintah berjuang membuktikan ketidakbenaran dari klaim yang diajukan oleh pencari suaka namun hak mereka untuk meninggalkan Indonesia harus dihormati. Dengan proses pembuktian, Australia, paling banter hanya bisa mereka menyediakan mekanisme naturalisasi, bukan pengungsi.

Selain itu, Rachlan mendesak Indonesia untuk meratifikasi Konvensi Geneva 1951 atau setidaknya Geneva Convention Relating to the Status of Refugees (kalau perlu dari tahuan 2009 ke tahun depan), sehingga untuk kedepannya, perselisihan antar negara mengenai pengungsi bisa ditangani melalui International Court of Justice. Belumnya penandatanganan oleh pihak Indonesia menyebabkan Indonesia tidak bisa memanfaatkannya untuk menantang keputusan Australia.

Selain itu, Rachlan mengingatkan, bahwa potret papua yang dipasang Australia di Hall of Shame adalah potret yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia sendiri. Mereka hanya memungutnya dan memberinya figura. Dengan kata lain, Indonesia harus bergegas dengan sungguh-sungguh untuk memperbaiki sikap dan kebijakannya atas Papua.


Untuk para pecinta teori konspirasi, sebelum bersikap memusuhi Australia, berpikirlah dewasa. Kalian bukanlah anak kecil yang langsung marah saat dihina oleh anak-anak lain. Kalian adalah orang dewasa, yang seharusnya mampu memilih langkah yang tepat dan menghindari langkah menguntungkan sesaat namun di kemudian hari malah menjadi kontra produktif seperti yang dilakukan oleh Rakyat Merdeka[8].


NB:
Kunderemp Ratnawati Hardjito A.K.A Narpati Wisjnu Ari Pradana adalah seorang mahasiswa Fakultas Ilmu Komputer yang tidak pernah belajar formal tentang politik dan mendapat nilai jelek di SMU untuk mata pelajaran Sosiologi dan Geografi.

Referensi:
[1] Nugroho, Nurfaji Budi. Anggota DPR Beberkan Jaringan Pendukung Separatis di Papua. (2006). Detik.com. http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2006/bulan/04/tgl/06/time/081816/idnews/571617/idkanal/10 (diakses 6 April 2006)

[2] Wikipedia. Australian Labor Party National Executive. (2006). Wikipedia.org. http://en.wikipedia.org/wiki/Australian_Labor_Party_National_Executive (diakses 6 April 2006)

[3] Wikipedia. Australia Greens. (2006) Wikipedia.org. http://en.wikipedia.org/wiki/Australian_Greens (diakses 6 April 2006)

[4]. Hertanto, Luhur. Isu Papua hanya Manuver Senator Australia. (2006). Detik.com. http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2006/bulan/03/tgl/28/time/143634/idnews/566999/idkanal/10 (diakses 6 April 2006)

[5]. Pradana, Narpati Wisjnu Ari. Kebijakan Emosional. (2006). Cacian Qalb dan Aql. http://cacianqalbukunderemp.blogspot.com/2006/03/kebijakan-emosional.html (diakses terakhir 6 April 2006)

[6]. Pradana, Narpati Wisjnu Ari. Belum Tentu (2006). Cacian Qalb dan Aql. http://cacianqalbukunderemp.blogspot.com/2006/03/belum-tentu.html (diakses terakhir 6 April 2006)

[7]. Nashidik, Rachlan. Mencari Suaka itu Konstitutional.(2006). Harian Kompas, 6 April 2006 halaman 7

[8]. Pradana, Narpati Wisjnu Ari. Terima Kasih Rakyat Merdeka. (2006). Cacian Qalb dan Aql. http://cacianqalbukunderemp.blogspot.com/2006/04/terima-kasih-rakyat-merdeka.html (diakses terakhir 6 April 2006)

Wednesday, April 05, 2006

Kalau Gue Sutiyoso...

Hari ini akan jadi hari di mana emosiku memuncak. Hari di mana dua kerusuhan terjadi di kota gue.

Gue tau, buruh-buruh kemarin pada kesal, tetapi apa hak mereka buat merusak fasilitas publik di Jakarta? Apa hak mereka buat merusak bus yang jadi sarana transportasi buat ratusan pekerja? Mau lu-lu pade apa? Lu marah tapi kagak ke orang yang tanggung jawab. Lu marah tapi malah ngehancurin salah satu kendaraan pekerja lain.

Belum lagi ada wanita geblek yang mencoba membakar TransJakarta.
Hei!!
Lu tau gak, apa yang lu bakar?
Tau gak lu, kendaraan yang mau lu bakar, berbahan bakar apa?
Untung aja tangkinya gak meledak. Kalau aja meledak, gak hanya lu yang bakal mati, tapi juga teman-teman lu, sesama perusuh yang akan mati.

Hari ini, gak cuma Thamrin yang ade masalah.
Lenteng Agung juga bermasalah.

Apasih maunya mahasiswa-mahasiswa itu? Ngakunya aja mahasiswa tapi kelakukan kayak anak bau kencur. Ngapain sih, ngamuk-ngamuk ampe bikin macet lalulintas dari Depok? Kagak malukah kalian, berantem cuma gara-gara.. Futsal!!

Lu-lu udah pade gila apa yah?
Lu mahasiswa, bukan ABG! Lu mestinya nyadar kalo lu bisa masuk penjara.

Mungkin seharusnya gue minta polisi nembak perusuh di tempat saat itu kali ye?

EMFest yang Misterius...

Sejak minggu lalu, ada jejak kaki misterius di gedung fakultasku, Fak. Ilmu Komputer Universitas Indonesia. Jejak kaki gak jelas berwarna kuning itu hanya berisi petunjuk kecil EMFest yang setelah ditelusuri adalah singkatan dari Everybody Movie Festival.

Pada awalnya, aku tidak bisa menebak apakah EMFest itu, apakah sekedar pemutaran film atau seminar film. Namun, akhirnya tadi pagi aku berhasil mengetahui mahluk bernama EMFest ini.

Dan ternyata, EMFest juga punya situs sendiri. Cobalah lihat:
http://www.emfest.ui.edu/

Buruan.. Deadline-nya 29 April!!

Tuesday, April 04, 2006

Terima Kasih Rakyat Merdeka...


Seminggu atau dua minggu lalu, jeritan protes pemerintah dan politisi kita tidak diacuhkan oleh media massa Australia. Walaupun pemberian suaka terhadap 42 warga Australia menghiasi judul-judul utama media massa kita, di Australia sana, bahkan tidak dianggap. Paling banter, mereka hanya mengutip pendapat Alexander Downer, yang cuma berbasa-basi "hubungan kita dengan Indonesia penting, jangan sampai putus". Dalam tulisanku sebelumnya, aku sampai menulis, "jangan sampai kita menjadi anjing yang kelelahan menggonggong".

Namun, terimakasih untuk Rakyat Merdeka, salah satu koran yang memang sudah tenar karena sifatnya yang sering merusak suasana, kali ini mereka membuat kartun menyindir Australia, namun dilakukan dengan cara yang tidak sopan, menggambarkan dua anjing bermuka John Howard dan Alexander Downer. Barulah setelah itu, media massa Australia terkejut dan menyadari adanya ketegangan antara Indonesia dan Australia.

Di saat-saat seperti itu, tidaklah heran bila kemudian timbul aksi balasan seperti yang dilakukan oleh kartunis Bill Leake. Namun kali ini, politisi dan media massa kita tampaknya tidak mau menerima balasan penghinaan. Beberapa politisi kita, seperti Zaenal Maarif, bahkan MMI (!!) tidak mau menyadari bahwa kesalahan pertama berada di MEDIA MASSA KITA YANG BERNAMA RAKYAT MERDEKA !!

Dan terimakasih, Rakyat Merdeka, karena kalian, akhirnya media massa Australia memberitakan ricuhnya hubungan Indonesia dengan Australia... TAPI... karena masalah kartun!!

Kita lupa, banyak hal lebih penting untuk dikerjakan untuk memulihkan citra Indonesia di mata dunia (termasuk Australia).

Ralat...

Banyak hal penting untuk dikerjakan untuk memulihkan citra Indonesia di mata dunia (termasuk Australia) dan urusan kartun-kartun sampah itu, bukanlah urusan yang layak untuk mendapatkan perhatian. Cobalah, daripada marah-marah terhadap kartun SBY, lebih baik pemerintah dan politisi lain serta media massa memberi perhatian pada

  1. Freeport, termasuk perselisihan Freeport dengan masyarakat Papua

  2. kasus penembakan terhadap Arsio Ricard


Adakah yang masih ingat kasus-kasus tersebut? Haloooo????

Dan buat Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) yang akhir-akhir ini getol bersuara di media massa: Kopiah itu bukan lambang Islam!! Kopiah itu lambang melayu. Kalian boleh bilang budaya Melayu berkembang karena Islam tetapi tetap saja, Kopiah itu bukan lambang Islam!! Jawarhlal Nehru juga pakai kopiah. Atau kalian mau menuhankan kopiah??


Baca juga:
  1. Kebijakan Emosional
  2. Belum Tentu

Saturday, April 01, 2006

Microsoft Beli "1" dan "0"??...

Semoga aku tidak telat. Cobalah baca berita aslinya di:
http://www.theonion.com/content/node/29130

Perlukah kita bertindak?