Soerabaja'45
Sepuluh November.....
Kok aku tidak menemukan stasiun televisi yang berencana memutar film lama Soerabaja'45 yah? Padahal film tersebut adalah film bagus kedua mengenai perang kemerdekaan. Film bagus pertama adalah Oeroeg yang dibuat oleh tiga negara (termasuk Belanda) dan itu dari sudut pandang Belanda.
Dengan demikian film paling bagus mengenai perang kemerdekaan yang diambil dari sudut pandang Indonesia, adalah Soerabaja'45.
Mengapa aku menyukai film tersebut?
Walaupun film tersebut (seperti kataku di imdb.com) mendekati propaganda, tetapi film tersebut dengan berani menggambarkan kenaifan pemuda. Mulai dari tidak sabar ingin menembak penumpang pesawat (padahal isinya presiden Sukarno.. tapi si pemuda mengira isinya orang Belanda), main keroyok orang-orang bule (padahal warga negara Jerman), sampai ada yang patah semangat saat kota Surabaya terbakar.
Jujur saja,
mengatakan 10 November sebagai hari Pahlawan adalah terlalu berlebihan dan tidak menghargai para pahlawan lain yang tidak berperang di Surabaya. Bahkan beberapa kisah sekitar peristiwa itu dibumbui mitos berlebih2an sampai membuat Eyang Rosihan menulis versinya kemarin pagi.
Bahkan sejujurnya, kalau mau ditilik kembali, peristiwa November didahului oleh pembangkangan para pejuang di Surabaya terhadap Soekarno (setidaknya bisa ditafsirkan begitu).
Namun pertempuran November itu membawa sebuah hasil penting yang berpengaruh, walaupun kita kalah.... Pertempuran November, menunjukkan semangat kakek-kakek kita untuk merdeka, untuk tidak dijajah kembali. Walaupun kita kalah, Inggris akhirnya meninggalkan perkara kemerdekaan kita kepada Belanda dan kita. Selama tiga tahun setelahnya, sekutu hanya berperan sebagai perantara, tidak ikut campur dalam urusan Belanda dan bangsa kita.
Agak unik,
membaca analisis dari JGA Parrot, "Who Killed Brigadier Mallaby?". Walaupun Parrot mempercayai bahwa orang Indonesia lah yang membunuh Brigjen Mallaby, Parrot tetap menitik beratkan kesalahan pada pihak Inggris yang meremehkan situasi di Indonesia sehingga menimbulkan kekacauan.
Sebenarnya,
belajar sejarah itu nyaris tiada guna,
kecuali kita bisa merefleksikannya pada kehidupan sekarang. Sejarah bukanlah sebuah kisah dari sudut pandang satu atau dua orang atau sudut pandang pemenang. Sejarah demikian tak lebih dari sekedar kisah dongeng atau propaganda belaka.
Sejarah adalah sebuah peristiwa yang terjadi karena banyak faktor, di antaranya kondisi sosial masyarakat tempat peristiwa tersebut terjadi. Selama kondisi-kondisi tersebut tetap ada, maka sejarah akan selalu mungkin untuk terjadi dan terjadi lagi.
Pertempuran November adalah peristiwa yang mencerminkan masyarakat kita, antara lain: bandel, mudah emosi, sukar diatur. Benar bahwa sifat-sifat seperti itu yang akhirnya mengantarkan kita ke masa kini, yang membuat gentar tentara Inggris. Pertanyaannya adalah, apakah kita belajar dari kesalahan tentara Inggris?
Mereka meremehkan tabiat kakek kita. Mereka menganggap rakyat Indonesia cukup ditakut-takuti dengan senjata. Mereka menganggap enteng keinginan rakyat Indonesia.
Tidakkah karakteristik peristiwa tersebut terdengar familiar? Tidakkah hal yang sama terulang berkali-kali? Bagaimana kemarahan para kyai dan santri-santrinya yang membalas dendam pada PKI di tahun 60-an setelah sebelumnya partai tersebut begitu sombong dengan aksi-aksi sepihaknya? Bagaimana dengan Mei tahun 1998 di mana kematian 4 mahasiswa bukannya meredakan demonstrasi justru membangkitkan semangat padahal sebelumnya cara represi yang sama berhasil membungkam demonstrasi di tahun-tahun sebelumnya (Malari 1975, 27 Juli 1996)?
Tentu saja kita juga perlu bertanya. Haruskah semua penindasan, kekejaman, ketidakadilan diakhiri dengan kekacauan dahsyat? Tidak bisakah kita mencegahnya dari awal, sebelum semuanya terlambat dan hancur lebur?
Kok aku tidak menemukan stasiun televisi yang berencana memutar film lama Soerabaja'45 yah? Padahal film tersebut adalah film bagus kedua mengenai perang kemerdekaan. Film bagus pertama adalah Oeroeg yang dibuat oleh tiga negara (termasuk Belanda) dan itu dari sudut pandang Belanda.
Dengan demikian film paling bagus mengenai perang kemerdekaan yang diambil dari sudut pandang Indonesia, adalah Soerabaja'45.
Mengapa aku menyukai film tersebut?
Walaupun film tersebut (seperti kataku di imdb.com) mendekati propaganda, tetapi film tersebut dengan berani menggambarkan kenaifan pemuda. Mulai dari tidak sabar ingin menembak penumpang pesawat (padahal isinya presiden Sukarno.. tapi si pemuda mengira isinya orang Belanda), main keroyok orang-orang bule (padahal warga negara Jerman), sampai ada yang patah semangat saat kota Surabaya terbakar.
Jujur saja,
mengatakan 10 November sebagai hari Pahlawan adalah terlalu berlebihan dan tidak menghargai para pahlawan lain yang tidak berperang di Surabaya. Bahkan beberapa kisah sekitar peristiwa itu dibumbui mitos berlebih2an sampai membuat Eyang Rosihan menulis versinya kemarin pagi.
Bahkan sejujurnya, kalau mau ditilik kembali, peristiwa November didahului oleh pembangkangan para pejuang di Surabaya terhadap Soekarno (setidaknya bisa ditafsirkan begitu).
Namun pertempuran November itu membawa sebuah hasil penting yang berpengaruh, walaupun kita kalah.... Pertempuran November, menunjukkan semangat kakek-kakek kita untuk merdeka, untuk tidak dijajah kembali. Walaupun kita kalah, Inggris akhirnya meninggalkan perkara kemerdekaan kita kepada Belanda dan kita. Selama tiga tahun setelahnya, sekutu hanya berperan sebagai perantara, tidak ikut campur dalam urusan Belanda dan bangsa kita.
Agak unik,
membaca analisis dari JGA Parrot, "Who Killed Brigadier Mallaby?". Walaupun Parrot mempercayai bahwa orang Indonesia lah yang membunuh Brigjen Mallaby, Parrot tetap menitik beratkan kesalahan pada pihak Inggris yang meremehkan situasi di Indonesia sehingga menimbulkan kekacauan.
Sebenarnya,
belajar sejarah itu nyaris tiada guna,
kecuali kita bisa merefleksikannya pada kehidupan sekarang. Sejarah bukanlah sebuah kisah dari sudut pandang satu atau dua orang atau sudut pandang pemenang. Sejarah demikian tak lebih dari sekedar kisah dongeng atau propaganda belaka.
Sejarah adalah sebuah peristiwa yang terjadi karena banyak faktor, di antaranya kondisi sosial masyarakat tempat peristiwa tersebut terjadi. Selama kondisi-kondisi tersebut tetap ada, maka sejarah akan selalu mungkin untuk terjadi dan terjadi lagi.
Pertempuran November adalah peristiwa yang mencerminkan masyarakat kita, antara lain: bandel, mudah emosi, sukar diatur. Benar bahwa sifat-sifat seperti itu yang akhirnya mengantarkan kita ke masa kini, yang membuat gentar tentara Inggris. Pertanyaannya adalah, apakah kita belajar dari kesalahan tentara Inggris?
Mereka meremehkan tabiat kakek kita. Mereka menganggap rakyat Indonesia cukup ditakut-takuti dengan senjata. Mereka menganggap enteng keinginan rakyat Indonesia.
Tidakkah karakteristik peristiwa tersebut terdengar familiar? Tidakkah hal yang sama terulang berkali-kali? Bagaimana kemarahan para kyai dan santri-santrinya yang membalas dendam pada PKI di tahun 60-an setelah sebelumnya partai tersebut begitu sombong dengan aksi-aksi sepihaknya? Bagaimana dengan Mei tahun 1998 di mana kematian 4 mahasiswa bukannya meredakan demonstrasi justru membangkitkan semangat padahal sebelumnya cara represi yang sama berhasil membungkam demonstrasi di tahun-tahun sebelumnya (Malari 1975, 27 Juli 1996)?
Tentu saja kita juga perlu bertanya. Haruskah semua penindasan, kekejaman, ketidakadilan diakhiri dengan kekacauan dahsyat? Tidak bisakah kita mencegahnya dari awal, sebelum semuanya terlambat dan hancur lebur?
1 comments:
Mas Narpati,
dari dulu aku dah ngerasa kamu tu pinter buanget, sampe kadang ga pede diskusi denganmu.
Tapi baca ulasanmu kali ini, aku baru sadar, Mas Narpati ga sepinter dugaannku... tapi lebih pinter dari dugaanku! Fiuh!
Kenapa sih kamu selalu bisa melihat dari sudut yang tidak biasa orang lihat? Dan kamu mengulasnya dengan cerdas dan tajam. Sebbbeell!!
Post a Comment