Wednesday, April 29, 2015

Kenapa sih Kartini Dirayakan?

Dari status Facebook saya di
https://www.facebook.com/kunderemp/posts/10152873063669226

Masih tentang Kartini (sigh!),
begini, Nusantara sudah mengenal wanita-wanita perkasa. Saya gak usah jauh-jauh ke Aceh atau ke Minahasa atau ke Maluku. Mari kita bicara tentang wanita Jawa pra-Islam.

1. Ratu Simha dari Kalingga
Sang ratu terkenal dengan ketegasannya tentang hukum. Bahkan sang pangeran pun nyaris dihukum mati karena melanggar, hanya karena bujukan seluruh pejabat, hukumannya diringankan sehingga "hanya" dipotong kakinya.

2. Ken Dedes dari Tumapel
Kisahnya memang tidak menonjol, tampak seperti sekedar sebagai "harta" buat para lelaki. Tetapi perhatikan bahwa, seorang prajurit mantan rampok yang sudah memiliki kekasih, berani menikam atasannya demi mendapatkan dia. Perhatikan pula bahwa anaknya membunuh ayah angkatnya demi baktinya padahal si anak tadinya masih dalam kandungan ketika ayah kandung tertikam alias hanya Ken Dedes yang menyaksikan kejadian sebenarnya.

Jelas di balik kelemahannya, Ken Dedes adalah wanita yang berbahaya. (hmm.. kapan ya difilmkan? Terakhir sih, zaman George Rudy dan adegan 'uhuy'-nya tongue emotikon )

3. Ratu Gayatri Rajapatni dari Majapahit
Pasca tewasnya si anak angkat, Jayanegara oleh tabib kesayangan sang raja, Majapahit kehilangan pemimpin. Sang Ratu yang sebenarnya sudah menjadi bhikkuni, mengambil inisiatif, mengendalikan kerajaan dan mengangkat putrinya, Tunggadewi sebagai ratu boneka di Majapahit. Begitu ia wafat, sang putri langsung mengundurkan diri dan mengangkat Hayam Wuruk, menjadi raja.

Jadi sebenarnya wanita-wanita perkasa bukanlah hal yang aneh dalam sejarah Jawa. Namun, pasca penyerahan kekuasaan dari seorang Raja Jawa kepada VOC, dunia Jawa berubah. Para Bangsawan Jawa sudah mulai kehilangan rasa percaya dirinya.
Apalagi pasca Perang Jawa (Java Oorlog), para Bangsawan yang tadinya "pemilik tanah" berubah menjadi sekedar orang upahan. Bisa dibilang, di masa-masa ini, kita sudah tak pernah mendengar wanita perkasa, walaupun di istana Mangkunegara ada pasukan khusus wanita.

Lalu apa peran Kartini?
Kartini adalah wanita cerdas, tidak kalah dengan sang kakak, RM SosroKartono. Namun ia hidup dalam alam Priyayi Jawa di mana wanita sangat direndahkan. Secerdas apapun dia, tak bisa mengelak dari takdirnya untuk menjadi istri muda seorang bangsawan yang mata keranjang dan korup.

Jadi kisah Kartini adalah kisah seorang wanita tragis yang sebenarnya mewakili zaman dan budaya tempat dia hidup. Kebetulan, teman-teman curhatnya adalah orang-orang Belanda dan salah satu penyebab kesengsaraannya adalah rendahnya pengetahuan para bangsawan berkat pemerintahan Belanda.

Jadilah Kartini diangkat menjadi simbol oleh orang-orang Belanda sebagai simbol politik etis sama halnya dengan cerita Saijah dan Adinda. Bedanya, yang belakangan adalah fiksi (walau berdasarkan kisah nyata) Multatuli, sementara Kartini adalah sosok nyata. Mereka malu bahwa bangsa mereka menyebabkan kemunduran di Nusantara.

Dan pasca kematian Kartini kita melihat:
1. beberapa sekolah Kartini didirikan oleh Belanda dan beberapa para wanita Belanda datang untuk mengajar di Hindia Belanda;
2. Rohana Kudus ditawari kerjasama beberapa kali oleh Belanda untuk memasarkan karyanya. Walau pasca perselisihan dengan temannya menyebabkan ia lebih mandiri tanpa bantuan Belanda;
3. Dewi Sartika diberi penghargaan oleh Belanda atas sekolah-sekolahnya;
4. Permintaan Maria Walanda Maramis agar wanita memiliki hak memilih dikabulkan oleh Belanda;
5. diterimanya beberapa murid wanita di STOVIA dan di sekolah-sekolah Belanda.

Kembali ke kisah Kartini,
ia bukan hanya seorang wanita yang pandai menulis curhat-curhat belaka.
Alkisah, Belanda sempat menawarinya beasiswa untuk melanjutkan sekolah ke Belanda. Kartini menolak beasiswa tersebut karena ia, dengan jejaring temannya, mendengar ada seorang pribumi Minang di Batavia yang jauh lebih membutuhkan beasiswa tersebut. Maka Kartini meminta agar beasiswa untuknya, diserahkan kepada pemuda Minang tersebut.

Jadi, ya, Kartini bersikap sebagai seorang pahlawan, mengorbankan nasib dirinya untuk orang lain. Untuk hal ini saja, kurasa tak layak kita mencaci maki Kartini.
Memang sih, di akhir cerita, pemuda Minang yang tampan itu, menolak beasiswa untuknya begitu tahu Belanda memberikannya karena permintaan seorang bangsawan wanita. Pemuda itu tersinggung, merasa dirinya dinilai Belanda lebih rendah dibandingkan bangsawan sehingga tidak jadi prioritas. Kelak pemuda Minang tampan itu banyak aktif di Jawa membantu Tjokroaminoto.

Dari salah satu komentar mBak Novita di status tersebut.

Sebenarnya kalau baca catatan Kartini pemikiran yahh jauh ke depan, yang berpolemik harus baca tulis tulisan Kartini dulu. Mengenai pengorbanan Narpati,kenapa akhirnya Kartini memilih untuk dipoligami karena berdasarkan pertimbangan pertimbangan, salah satunya Bupati Rembang calon suaminya mengijinkan untuk mendirikan sekolah Keputrian di Rembang

Narpati sudah pernah baca buku ini? Juga bagus buat referensi, setiap surat Kartini diuraikan kembali oleh Pramoedya dan disertai rujukan tulisan Kartini.

Sebagian orang mungkin hanya mengetahui Kartini menulis dalam"curahan hati" yang dikumpulkan lewat buku Habis Gelap Terbitlah Terang,padahal Kartini sudah menulis sejak umur 14 tahun dan dipublikasikan ke umum di usia 16 tahun,tulisan pertama yang dipublikasikan adalan sebuah tinjuan atropologi tentang Perkawinan Pribumi di Koja Jepara.Kartini seoarng pemikir yang revolusioner,alasan kenapa satra yang menjadi pilihanya,karena ruang lingkup dan jangkuan yang lebis luas setiap gagasan,ide,perlawanannya akan dipublikasikan. 
Jadi menurut saya, Kartini layak diberikan gelar Pahlawan Emansipasi Wanita.

Jadi,
kurasa cukup jelas ya?
Walaupun ada banyak pahlawan-pahlawan wanita di bumi nusantara ini,
Kartini mempunya peran yang cukup "menggugah" di masa-masa awal pergerakan modern menuju Indonesia merdeka.

0 comments: