Wednesday, July 15, 2020

Mempermasalahkan Keperawanan Itu Bukan Budaya Islam

Berbeda dengan yang disangka banyak orang, bertanya tentang "keperawananan" bukanlah budaya Islam. Hampir semua istri Rasulullah tidak perawan saat dinikahi dan hanya Aisyah radhiyallahu 'anhu yang berstatus perawan.

Ada hadits yang meriwayatkan tentang memilih perawan sebagai mempelai tetapi hadits itu bersifat khusus dan sang sahabat dalam hadits itu, Jabir ibn Abdillah tetap memilih janda. Terkait keperawanan pun, di situ bukan tentang apakah si wanita masih memiliki selaput dara melainkan status si wanita sebagai belum menikah.

Berikut alasan mengapa orang-orang yang mengaku Islam berhenti mempermasalahkan keperawanan:
1. kondisi selaput dara tidak membuktikan langsung keperawanan;
2. ada kerancuan antara keperawanan dengan kesucian;
3. mempertanyakan keperawananan sama saja menutup pintu taubat seseorang

Mari kita bahas satu per satu.

Kondisi Selaput Dara Tidak Membuktikan Langsung Keperawanan
Berbeda dengan imajinasi para pria, selaput dara atau hymen bukanlah dinding yang harus ditembus oleh pria di malam pertama. Hymen adalah selaput di pintu vagina yang menutupi sebagian (bukan seluruhnya).

Memang kadang pemerkosaan bisa dilihat dari bentuk hymen, sayangnya itu tidak selalu benar. Selaput dara bisa robek karena olahraga ekstrim. Selain itu, beberapa hymen bisa cukup tebal sehingga tidak robek saat terjadi penetrasi dan ingat, selaput dara tidak menutupi seluruh vagina.

Jadi selaput dara bisa saja robek walaupun si wanita tidak pernah berhubungan seks dan sebaliknya bisa saja tidak robek walaupun si wanita pernah berhubungan seks.


Ada Kerancuan Antara Keperawanan dengan Kesucian
Islam peduli pada kesucian tetapi tidak dengan keperawanan.

  1. seorang wanita perawan adalah suci;
  2. seorang istri tidaklah perawan tetapi suci;
  3. seorang janda yang diceraikan suami dan tidak terbukti berzina, tidaklah perawan tetapi tetap dianggap suci (ahsan)
Dalam Islam, harga diri seorang wanita sangat dihargai. Seseorang tidak boleh sembarang menuduh seorang wanita berzina. Menemukan seorang pria dan wanita berada dalam satu kamar saja tidak cukup menjadi bukti berzina karena Al-Quran memuat kisah Nabi Yusuf yang terjebak berdua bersama Zulaikha. Itu sebabnya ada beberapa ulama yang mendefinisikan zina sebagai bertemunya zakar (kemaluan laki-laki) dengan farji (kemaluan wanita) dan tidak ada keraguan (syubhat) dan disengaja.

Pengadilan Islam di masa lalu, tidak akan menghukum laki-laki dan wanita bukan suami istri yang terpergok berciuman, berpelukan, berduaan dengan hukuman zina selama tidak ada kejelasan itu tetapi menggunakan ta'zir. 

Seorang yang menuding seorang wanita berzina diwajibkan mendatangkan empat orang saksi yang melihat langsung perzinahan itu. Tanpa kehadiran saksi maka si penudinglah yang akan dihukum karena telah melakukan qadzaf.  Hanya seorang suami yang bisa bebas dari hukuman qadzaf tetapi harus melalui proses li'an (saling melaknat). 

Ustadz Kholid Samhudi dalam tulisannya Menuduh Istri Selingkuh yang dimuat di Almanjah.or.id menyatakan bahwa istri yang diputuskan pernikahannya melalui sumpah li'an "Wanita tersebut tidak boleh dituduh berzina untuk yang kedua kali dan tidak boleh dikatakan ia telah berzina setelah proses mulâ’anah. Demikian juga anaknya tidak boleh disebut anak zina."



Mempertanyakan Keperawanan Sama Saja Menutup Pintu Taubat
Dua alasan di atas saja sebenarnya sudah cukup bagi umat Muslim untuk tidak mempertanyakan keperawanan seseorang tetapi biasanya tetap ada yang berkilah, "bagaimana jika dipersempit mempertanyakan keperawanan hanya untuk yang sudah berzina sebelum menikah? Bukankah itu untuk menilai karakter seseorang?".

Umar ibn Khattab pernah menghardik seorang ayah menceritakan puterinya yang pernah berzina,
"Apakah kamu membuka suatu aib yang sudah ditutupi oleh Allah? Demi Allah, jika kamu memberi tahu seseorang tentang dirinya, saya pasti akan menjadikanmu sebagai pelajaran bagi orang-orang yang hidup di wilayah-wilayah lain. Nikahkanlah dia seperti pernikahan orang perempuan yang iffah (menjaga harga dirinya)."

Ustadz Ammi Nur Baits mengutip Muwatha
مَنْ أَصَابَ مِنْ هَذِهِ الْقَاذُورَاتِ شَيْئًا فَلْيَسْتَتِرْ بِسِتْرِ اللَّهِ
“Siapa yang tertimpa musibah maksiat dengan melakukan perbuatan semacam ini (perbuatan zina), hendaknya dia menyembunyikannya, dengan kerahasiaan yang Allah berikan.” (HR. Malik dalam Al-Muwatha’, no. 1508)
dan beliau menyarankan seorang istri penzina (anonim) untuk bertaubat dan jangan bercerita kepada siapapun. Beliau juga mengatakan bahwa menceritakan dan melaporkan dosa zina kepada orang lain bukanlah syarat taubat.

Ustadz Buya Yahya pun juga berpendapat serupa pada tanya jawab "Menutup Aib Zina Di Depan Calon"


Begitu juga redaksi AlManhaj, mendapati seorang suami yang resah karena istrinya mengakui pernah berpacaran sebelum menikah, mereka mengatakan:
Sesungguhnya sepasang suami istri tidak perlu menjelaskan masa lalu mereka berdua, apalagi yang berupa kemaksiatan, hal ini dilarang oleh agama.
... 
(redaksi alManhaj membahas lengkap dengan dalil) 
... 
Demikian jawaban kami, dan hendaklah Anda bersegera mengurusi istri dan mempergaulinya dengan sebaik-baiknya.

Jadi, marilah kita mulai berhenti kasak-kusuk mempertanyakan keperawanan seorang perempuan.




Catatan:

Tentang Nabi bertanya mengapa Jabir ibn Abdillah memilih janda bukan perawan.
Shahih al-Bukhari : http://sunnah.com/bukhari/34/50
atau pada artikel yang ditulis Wiwit Hardi Prijanto berjudul Perawan atau Janda: https://muslim.or.id/24619-pilih-perawan-atau-janda.html


Tentang Selaput Dara
Artikel yang ditulis dr. Rio Aditya di Klik Dokter berjudul "Jangan Nyinyir, Ini yang Dimaksud dengan Tes Keperawanan atau Hymen!" di https://www.klikdokter.com/info-sehat/read/3635391/jangan-nyinyir-ini-yang-dimaksud-dengan-tes-keperawanan-atau-hymen . Saya kutip:
Tidak seperti yang dipahami kebanyakan orang, selaput dara bukan seperti tirai yang menutup semua bagian vagina, lalu koyak tertembus setelah penetrasi.
Selaput dara tidak menutupi seluruh liang vagina. Hymen hanya berupa lipatan tipis jaringan lunak dan pembuluh darah di pinggiran, bagian depan pintu masuk vagina.
.....
Pemeriksaan semata tidak bisa menentukan dengan pasti apakah seorang wanita sudah tidak “perawan” lagi akibat suatu hubungan seksual atau bukan.  

Artikel Jawa Post berjudul "Penting untuk tahu, 4 Tipe Selaput Dara Perempuan" dengan narasumber dr. Ni Komang Yeni Dhana Sari, Sp.OG  memberikan contoh visual selaput dara. Bisa dilihat di: https://www.jawapos.com/lifestyle/09/03/2019/penting-untuk-tahu-kenali-4-tipe-selaput-dara-perempuan/
Nina Dølvik Brochmann & Ellen Støkken Dahl memberikan peraga berupa hulahoop dan plastik dalam topik mereka The Virginity Fraud di Ted-Ex Oslo. Bisa ditonton di https://www.youtube.com/watch?v=fBQnQTkhsq4


Tentang Li'an
Ustadz Kholid Samhudi menulis Menuduh Istri Selingkuh yang dimuat di Almanjah.or.id dan bisa dibaca di https://almanhaj.or.id/3355-menuduh-istri-selingkuh.html

Tentang Umar ibn Khattab yang menghardik seorang ayah yang bercerita aib puterinya, kisah ini bisa ditemukan di antaranya melalui Biografi Umar bin al-Khattab yang dtulis oleh Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shallabi. Ash-Shallabi mendapatkan kisah ini dari Sya-Sya'bi dan menurut sumbernya kisah ini shahih tetapi Ash-Shallabi mengatakan sanad antara Asy-Sya'bi dan Umar terputus. Ash-Shallabi menganjurkan melihat Mahdh Ash-Shawab.

Pendapat Ustadz Ammi Nur Baits tercantum dalam artikel "Jangan Ceritakan Dosa Zina Kepada Siapapun Sampai Mati !!" yang dimuat di Konsultasi Syariah.com. Bisa dibaca di https://konsultasisyariah.com/31017-jangan-ceritakan-dosa-zina-kepada-siapapun-sampai-mati.html
Untuk hadits yang dikutip dari Muwattha, bisa dibaca di http://sunnah.com/urn/415850.

Video tanya jawab Buya Yahya tentang menutupi aib ada pada https://youtu.be/Rgy-tb50EC0.

Jawaban redaksi AlManhaj terhadap suami yang resah karena istrinya mengakui aib yang dilakukan bisa dibaca di: https://almanhaj.or.id/658-tutupi-keburukan-masa-lalu.html.

Saturday, July 11, 2020

Sekedar Teori Tentang G-30-S di Tahun 1965

Saya cenderung untuk menghindar kalau membahas tentang 1965 karena jujur saja masih banyak yang tidak saya ketahui. Namun karena sedang banyak yang menyamakan 1965 dengan 1948, maka saya tergoda untuk membagikan pikiran saya di Quora:

https://id.quora.com/Mengapa-PKI-melancarkan-aksi-G30S-Padahal-kita-tahu-bahwa-pada-saat-kejadian-pemberontakan-di-tahun-1948-PKI-gagal-dan-diulangi-di-tahun-1965-juga-gagal-Bukankah-itu-sama-saja-seperti-menggali-lubang-kubur-sendiri/answer/Narpati-Wisjnu-Ari-Pradana


Jadi saya kutip teori saya sebagai berikut.



Pada tahun 1965, PKI mendukung tindakan sejumlah perwira militer yang berniat menculik jenderal yang diduga "mbalelo" kepada Bung Karno. Ya! Para jenderal yang dibunuh itu, berada di posisi berseberangan dengan Presiden Soekarno walau mereka tidak terang-terangan membangkang. Kalau anda membaca hal-hal sekitar kampanye ganyang Malaysia, seperti tulisan Bung Hatta di Asian Review, diskusi Hario Kecik dan Nasution, ada langkah-langkah "sabotase" yang dilakukan Ahmad Yani, bisa disimpulkan bahwa jenderal-jenderal Angkatan Darat sebenarnya tidak setuju dengan Presiden Soekarno.
Yang terjadi adalah, setelah peristiwa G-30-S, PKI tidak menyangka bahwa Jenderal Soeharto yang mereka abaikan malam itu ternyata kemudian menjadi sosok penting. PKI mengira, urusan penculikan Jenderal tidak akan sampai merembet ke luar tetapi ternyata RRI berhasil direbut kembali, segala media massa diblokir kecuali Angkatan Bersendjata dan Berita Yudha milik Angkatan Darat dan semua tentara disiagakan melawan dan tindakan penculikan itu dijadikan dasar untuk melakukan pembersihan. Kader-kader PKI di daerah tidak sempat melakukan konsolidasi.
Selanjutnya adalah sejarah. Pergerakan Presiden Soekarno dibatasi. MPRS diganti orang-orangnya. Dan.. Benny Moerdani diutus secara rahasia, dibantu oleh Des Alwi (anak angkat Sutan Sjahrir, salah satu musuh Bung Karno) untuk menemui Menteri Pertahanan Malaysia, Tun Abdul Razak. Indonesia dan Malaysia pun akhirnya berdamai.
Oh saya lupa, PKI dinyatakan terlarang dan sejumlah warga membalas dendam terhadap PKI dengan membantai besar-besaran.
Apakah kesimpulan saya terlalu jauh mengaitkan kampanye Ganyang Malaysia dengan G-30-S ? Saya kutip dari "buku putih" Gerakan 30 September Pemberontakan Partai Komunis Indonesia. Pada halaman 34 tertera:
Namun, ABRI terus mengawasi dan mengikuti gerak-gerik PKI. Bagi PKI tidak ada jalan lain untuk menghindar dari pengawasan tersebut, kecuali melancarkan fitnah dan kampanye menjelek-jelekkan Jenderal A.H. Nasution sebagai seorang tokoh ABRI yang dikatakannya ingin menyabot Nasakom.
Pada halaman 47 tertera:
Upaya PKI mewujudkan kekuatan bersenjata di luar ABRI tersebut di atas diuntungkan oleh situasi konfrontasi Indonesia terhadap Malaysia. Secara politis situasi konfrontasi tersebut telah dimanfaatkan untuk meningkatkan situasi revolusioner dengan memperhebat agitasi propaganda anti Nekolim Secara fisik militer pembentukan sukarelawan-sukarelawati (sukwan-sukwati) Dwikora telah memberi peluang kepada PKI untuk juga membentuk sukwan-sukwati dari kalangan Pemuda Rakyat, Gerwani, dan unsur-unsur buruh yang tersebar di dalam satuan-satuan sukwan-sukwati.
Ya! Massa PKI yang ada di Lubang Buaya itu adalah para sukarelawan-sukarelawati yang berlatih untuk melawan Malaysia. Para jenderal yang diculik itu, dibawa ke Lubang Buaya, diperkenalkan sebagai Dewan Jenderal yang akan membunuh Bung Karno.
Saya kutip kesaksian Achmad Muhammad bin Jacub, salah satu yang ikut latihan di Lubang Buaya.
Pada tanggal 2 September, atas perintah Muladi dari Petamburan supaya say amengikuti latihan sukarelawan di Lubang Buaya. Yaitu untuk kesiapsiagaan untuk menghadapi Malaysia. Kemudian saya berangkat ke Lubang Buaya pada tanggal 3, mulai dilatih di sana oleh Pak Kumis dan Pak Djojo, banya yang lainnya saya tidak kenal namanya, yaitu dilatih baris berbaris, dilatih bongkar pasang senjata, dilatih serangan juga sedikit, dan indoktrinasi tentang Manipol Usdek.
….
Kemudian pada tanggal 29, semua Komandan sektor dipanggil oleh Pak Saleh diberikan briefing bahwa pada tanggal 5 Oktober, Dewan Jenderal akan mengadakan coup dan akan membunuh Bung Karno. Karena itu kita harus menyelamatkan revolusi dan mengamankan Bung Karno dari bahaya coup.
Mari saya berhenti dahulu di situ.
Jujur, masih banyak bolong-bolong dan misteri di sekitar peristiwa G-30-S. Misalnya, apakah Biro Chusus Partai Komunis Indonesia di bawah Sjam Kamaruzaman itu sungguh ada? Karena biro khusus ini hanya melapor kepada DN Aidit semata. Anggota CC PKI lain tidak tahu tentang keberadaan birokhusus ini.
Sjam sendiri baru dihukum mati tahun 1986, dua puluh tahun setelah peristiwa G 30 S, sementara teman-temannya sudah pada dihukum mati. Jenazah dan kuburannya tak jelas.
Misteri Sjam membawa ke misteri selanjutnya, siapa yang pertama punya ide menculik jenderal. Apakah para "perwira berpikiran maju" ataukah Aidit ? Atau jangan-jangan Bung Karno? Atau… kalau mau percaya tuduhan dari Kolonel Latief, Soeharto?
Siapapun dalangnya, langkah Aidit dan CC PKI untuk mendukung aksi penculikan bersenjata menangkap para Jenderal adalah sebuah kesalahan fatal, tindakan di luar hukum yang tak seharusnya dilakukan.
Bahan bacaan:
  1. Spektrum Politik di Seputar Kampanye Ganyang Malaysia - Tirto.ID
  2. Operasi Gunting Tuan Sendiri (Majalah Tempo 14 Oktober 2013)
  3. Demi Damaikan Konfrontasi Indonesia-Malaysia, Benny Moerdani Rela Menyamar Jadi Penjual Tiket Pesawat - Semua Halaman - Intisari
  4. Kecik, Hario. Pemikiran Militer 2: Sepanjang Masa Bangsa Indonesia. Yayasan Pustaka Obor Indonesia
  5. Opsus Ali Moertopo Mengakhiri Konfrontasi Indonesia-Malaysia - Tirto.ID
  6. G-30-S Dihadapan Mahmilub I (Perkara Njono). 1966. Pusat Pendidikan Kehakiman Angkatan Darat (AHM-PTM).
  7. Sekretariat Negara Republik Indonesia. Gerakan 30 September Pemberontakan Partai Komunis Indonesia: Latar Belakang, Aksi, dan Penumpasannya. 1994, Sekretarian Negara Republik Indonesia.
  8. Seri Buku Tempo: Sjam Lelaki dengan Lima Alias. Kepustakaan Populer Gramedia;
  9. Misteri Tiga Orang Kiri (Historia)
  10. Sjam Kamaruzaman, sosok yang 'menipu' Letkol Untung & Aidit di G30S | merdeka.com
  11. Sjam, Soeharto, dan Misteri (Tempo)

Tuesday, July 07, 2020

Apa maksud dari Surah Al-Baqarah 2: Ayat 62),apakah itu berarti islam bukan agama satu-satunya yang diterima ALLAH?

Saya pernah menulis topik tentang Al-Baqarah ayat 62 saat masih di Australia. Bisa dilihat di
http://cacianqalbukunderemp.blogspot.com/2006/02/kristen-yahudi-dan-shabi.html

Namun kemarin ada pertanyaan di Quora oleh Jacharia Arifien, Apa maksud dari Surah Al-Baqarah 2: Ayat 62,apakah itu berarti islam bukan agama satu-satunya yang diterima ALLAH? dan saya jadi tergelitik untuk menulis kembali karena setelah empat belas tahun, ada beberapa perubahan sikap dariku.  Jadi saya salin jawaban saya di Quora ke blog.

___________________________________________________________________________

Ini adalah ayat yang cukup lama menghantui saya.
Jawaban saya saat ini adalah tetap sama, "Saya tidak tahu".
Sebenarnya, surat Al-Baqarah ayat 62 ini tidak sendirian. Ada dua ayat lain serupa yakni surat Al-Maidah ayat 69 dan surat al-Hajj ayat 17.
Sebaliknya, ada ayat yang tampak kontradiktif, yakni surat Ali Imron ayat 85:
Siapapun yang mencari agama selain Islam, tidak akan diterima darinya, dan di hari kemudian ia akan termasuk orang-orang yang merugi.
Penafsir seperti Taqiyuddin al-Hilali dan Muhammad Muhsin Khan (yang terjemahannya diterbitkan oleh Arab Saudi) berpendapat tiga ayat tadi sudah mansukh (diganti) oleh surat Ali Imron ini. Kalau kalian pernah ikut liqa yang diadakan di jaringan Tarbiyah pasti sudah akrab dengan surat Ali Imron ayat 85 ini karena sering diulang-ulang tetapi tiga ayat yang tersebar yakni Al-Baqarah ayat 62, Al-Maidah ayat 69, dan surat al-Hajj ayat 17 sendiri malah jarang dibahas.
Duet Hilali-Khan umumnya mendasarkan terjemahan AlQuran mereka dalam tradisi, mengikuti pendapat orang-orang salaf. Menurut Hamka, memang ada riwayat dari Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim, dari yang mereka terima dari Ibn Abbas, bahwa ayat 2:62 ini sudah mansukh (digantikan) oleh 3:85. Berbeda dengan mereka, Hamka tidak melihat ayat ini sudah mansukh tetapi memperkuat ayat 3:85. Tanpa ayat ini, Hamka berpendapat, orang dapat mengakui diri sebagai Islam tanpa mengamalkannya. Walau begitu, Hamka berpendapat, orang-orang Nasrani, Yahudi yang dimaksud jika belum menerima keterangan kerasulan Muhammad. Hamka berpendapat bahwa para pemeluk Kristen dan Yahudi tidak pernah benar-benar mendapat keterangan sesungguhnya karena perhatiannya selalu dihambat oleh gereja. Saya rasa, pendapat Hamka dipengaruhi oleh asbabul nuzul ayat ini yang mengisahkan tentang curhat Salman al-Farisi.
Muhammad A.S Abdel Haleem, Profesor di School of Oriental and African Studies di London punya pendapat berbeda lagi. Menurutnya kata Islam di dalam surat Ali Imron ayat 85 itu tidak dalam arti sempit agama Islam yang diajarkan oleh Nabi Muhammad tetapi dalam arti tunduk, penyerahan diri kepada Tuhan seluruhnya tanpa dicampuri penyembahan yang lain. Jadi berada di agama manapun, jika bersifat monoteisme, maka pemeluk agama itu adalah Islam dan itu diperjelas di ayat sebelumnya, Surat Ali Imran ayat 64, bahwa seruan yang diserukan Rasulullah adalah:
Katakanlah (Muhammad), “Wahai Ahli Kitab! Marilah (kita) menuju kepada satu kalimat (pegangan) yang sama antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan kita tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, dan bahwa kita tidak menjadikan satu sama lain tuhan-tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah (kepada mereka), “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang Muslim.”
Penerjemah lain, Muhammad Asad malah tidak menggunakan kata Islam saat menerjemahkan Ali Imron ayat 85 melainkan self-surrender (penyerahan diri). Artinya beliau melihat Islam dari segi arti, bukan dari segi nama agama. Terkait surat Al-Baqarah ayat 62, beliau melihat ayat ini untuk membantah pandangan kaum Yahudi bahwa hanya merekalah kaum terpilih. Sebelum ayat 62 ini, memang AlQuran membahas panjang lebar tentang riwayat Yahudi. Begitu juga sebelum surat Al-Maidah ayat 69, situasi ayat sebelumnya pun polemik dengan Yahudi. Hanya pada surat Al-Hajj ayat 17, situasinya berbeda dan bunyi ayatnya memang sedikit berbeda.
Pada surat Al-Baqarah ayat 62:
ada empat pihak yang disebutkan:
  • الَّذِيْنَ اٰمَنُوْ (orang-orang yang beriman)
  • الَّذِيْنَ هَادُوْا (orang-orang Yahudi)
  • النَّصٰرٰى (orang-orang Nasrani)
  • الصَّابِــِٕيْنَ (Orang-orang Shabiin)
Sementara ada tiga hal yang disebutkan:
  • مَنْ اٰمَنَ بِاللّٰهِ (yang beriman kepada Tuhan)
  • وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ (dan hari akhir)
  • وَعَمِلَ صَالِحًا (dan beramal shalih)
Lalu jaminannya adalah:
فَلَهُمْ اَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ
bagi mereka, pahala dari Tuhannya, tidak ada rasa takut pada mereka, dan mereka tidak bersedih hati.
Pada surat Al-Maidah ayat 69
Ad empat pihak yang disebutkan:
  • الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا (orang-orang yang beriman)
  • الَّذِيْنَ هَادُوْ (orang-orang Yahudi)
  • الصَّابِـُٔوْنَ (orang-orang Shabiun )
  • النَّصٰرٰى (orang-orang Nasrani)
Sementara ada tiga hal yang disebutkan:
  • مَنْ اٰمَنَ بِاللّٰهِ (yang beriman kepada Tuhan)
  • وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ (dan [beriman] kepada hari akhir)
  • وَعَمِلَ صَالِحًا (dan beramal shalih)
Lalu jaminannya adalah:
فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ
maka tidak ada rasa takut padanya dan mereka tidak bersedih hati
Surat Al-Hajj ayat 17 sedikit berbeda.
Ada enam pihak yang disebutkan:
  • الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا (orang-orang yang beriman)
  • الَّذِيْنَ هَادُوْا (orang-orang Yahudi)
  • الصَّابِـِٕيْنَ (orang-orang Shabiin)
  • النَّصٰرٰى (orang-orang Nasrani)
  • الْمَجُوْسَ (orang-orang Majusi/Zoroaster)
  • الَّذِيْنَ اَشْرَكُوْٓ (orang-orang yang mempersekutukan)
Dan tidak ada hal yang disebutkan harus dilakukan oleh pihak-pihak tersebut. Allah langsung memberikan jaminan berupa:
اِنَّ اللّٰهَ يَفْصِلُ بَيْنَهُمْ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ اِنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيْ
Allah pasti memberi keputusan di antara mereka pada hari Kiamat. Sungguh, Allah menjadi saksi atas segala sesuatu.
Yang menarik adalah, dari tiga ayat yang nyaris serupa tadi, yang disebutkan adalah "orang-orang yang beriman" bukan "orang Islam". Apakah "beriman" identik dengan "muslim"? Ternyata di surat Al-Hujurat, berbeda. Berikut kutipan Surat al-Hujurat ayat 14–17.
قَالَتِ الْاَعْرَابُ اٰمَنَّا ۗ قُلْ لَّمْ تُؤْمِنُوْا وَلٰكِنْ قُوْلُوْٓا اَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ الْاِيْمَانُ فِيْ قُلُوْبِكُمْ ۗوَاِنْ تُطِيْعُوا اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ لَا يَلِتْكُمْ مِّنْ اَعْمَالِكُمْ شَيْـًٔا ۗاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ - ١٤
Orang-orang Arab Badui berkata, “Kami telah beriman.” Katakanlah (kepada mereka), “Kamu belum beriman, tetapi katakanlah ‘Kami telah tunduk (Islam),’ karena iman belum masuk ke dalam hatimu. Dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikit pun (pahala) amal perbuatanmu. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (ayat 14)
اِنَّمَا الْمُؤْمِنُوْنَ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا بِاللّٰهِ وَرَسُوْلِه ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوْا وَجَاهَدُوْا بِاَمْوَالِهِمْ وَاَنْفُسِهِمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ ۗ اُولٰ ىِٕكَ هُمُ الصّٰدِقُوْنَ - ١٥
Sesungguhnya orang-orang mukmin yang sebenarnya adalah mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwanya di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar. (ayat 15)
قُلْ اَتُعَلِّمُوْنَ اللّٰهَ بِدِيْنِكُمْ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ - ١٦
Katakanlah (kepada mereka), “Apakah kamu akan memberitahukan kepada Allah tentang agamamu (keyakinanmu), padahal Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (ayat 16)
يَمُنُّوْنَ عَلَيْكَ اَنْ اَسْلَمُوْا ۗ قُلْ لَّا تَمُنُّوْا عَلَيَّ اِسْلَامَكُمْ ۚبَلِ اللّٰهُ يَمُنُّ عَلَيْكُمْ اَنْ هَدٰىكُمْ لِلْاِيْمَانِ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ - ١٧
Mereka merasa berjasa kepadamu dengan keislaman mereka. Katakanlah, “Janganlah kamu merasa berjasa kepadaku dengan keislamanmu, sebenarnya Allah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjukkan kamu kepada keimanan, jika kamu orang yang benar.” (ayat 17)
Terjemahan Kemenag Daring https://quran.kemenag.go.id/sura/49
Dalam pengertian ini, tampak bahwa cakupan "Islam" lebih luas mencakup pihak-pihak yang belum beriman (bisa jadi tunduk karena keuntungan politis) dan istilah "beriman" digunakan untuk orang-orang Islam yang mengikuti Nabi Muhamad.
Walaupun begitu, ada juga pengertian "Islam" yang lebih sempit, antaranya saat digunakan di surat Al-Baqarah ayat 131.
اِذْ قَالَ لَهٗ رَبُّهٗٓ اَسْلِمْ قَالَ اَسْلَمْتُ لِرَبِّ الْعٰلَمِيْنَ
(Ingatlah) ketika Tuhan berfirman kepadanya (Ibrahim), “Berserahdirilah (aslim)!” Dia menjawab, “Aku berserah diri (aslamtu) kepada Tuhan seluruh alam.”
Padahal sudah jelas bahwa Nabi Ibrahim pastilah seorang mu'min tetapi Allah masih menyuruh Nabi Ibrahim untuk tunduk. Dalam konteks di sini, "Islam" lebih sempit daripada yang digunakan di surat Al-Hujurat.
Ah, saya sudah melantur ke mana-mana ya?
Saya tetap tidak tahu atas jawaban dari pertanyaan ini. Saya rasa Hamka benar, ayat-ayat di atas itu untuk mencegah fanatisme, agar umat Islam tidak dangkal, hanya terpaku pada label semata. Begitu juga Muhammad Asad, bahwa ayat ini untuk mencegah umat Islam berperilaku seperti Yahudi, merasa sebagai umat terpilih.
Ayat ini, tidak untuk kemudian membenarkan orang yang pindah-pindah agama tetapi toh, orang yang berpindah agama berarti memang tidak memiliki keyakinan terhadap agama sebelumnya. Untuk apa dipaksa tetap di agama lamanya? Laa ikraha fi-ddiin (tidak ada paksaan dalam agama). Sementara orang yang punya keyakinan agama yang dianutnya, walau dikatakan agama lain juga punya jalan keselamatan, ia tak akan berpindah dari agamanya.
Saya, seorang agnostik, yang bisa dibilang "tak beriman" toh kenyataannya tetap memilih beragama Islam, tetap shalat sesuai yang saya pelajari masa kecil, tetap berusaha mematuhi etika yang diajarkan oleh guru-guru agama saya. Padahal bisa saja saya memilih keluar dari agama ini dengan mudah bahkan menjadi ateis sekalipun tetapi saya merasa tetap nyaman menjalankan ibadah Islam. Apalagi orang yang mengklaim "beriman", maka apakah Allah akan menerima pemeluk agama lain atau tidak, seharusnya tidak menjadi soal baginya, tidak menjadi keresahan baginya, karena seharusnya sebagai orang beriman ia tunduk kepada Allah, apapun putusan Allah.
Saya rasa, ayat-ayat ini (2:62, 5:69, 22:17) menegaskan bahwa Allah itu bukan Zat yang peduli pada label. Untuk apa seseorang "ustadz" begitu bangga beragama Islam kalau kenyataannya ia mengajak umatnya tertipu berjamaah dengan mengatakan investasi yang ia promosikan pasti akan selalu untung hingga akhir dunia dengan mengutip hadits-hadits yang dikutip di luar konteks?
Coba kita lihat ajaran Islam yang sederhana saja:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّنْ قَوْمٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُوْنُوْا خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَاۤءٌ مِّنْ نِّسَاۤءٍ عَسٰٓى اَنْ يَّكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّۚ وَلَا تَلْمِزُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوْا بِالْاَلْقَابِۗ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوْقُ بَعْدَ الْاِيْمَانِۚ وَمَنْ لَّمْ يَتُبْ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الظّٰلِمُوْنَ
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barangsiapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (Surat Al-Hujurat ayat 11)
Berapa banyak orang yang bangga beragama Islam, merasa diri sebagai orang beriman, berteriak menyerukan Islam yang kaffah tetapi dengan ringan mengolok wanita-wanita dan orang-orang yang tidak satu golongan dengan mereka? Apakah mereka kira label Pemeluk Islam yang mereka sandang akan membuat mereka selamat ?
Berbicara tentang ayat-ayat itu, salah satu detail menarik adalah orang-orang Shabiin yang sampai sekarang misterius, siapakah mereka. Ada berbagai versi siapa yang mereka maksud. Ada entri wikipedia-nya sendiri, silakan cek: Sabians - Wikipedia.

Wednesday, July 01, 2020

[Bukan Review] GEN karya Siddharta Mukherjee -- Elitisme Saintis dan Sains Sampah




Judul Buku: Gen: Perjalanan Menuju Pusat Kehidupan
Pengarang: Siddharta Mukherjee
Judul Asli: The Gene
Jumlah halaman: 634 halaman (tidak termasuk daftar pustaka)

Ada banyak sudut pandang untuk membaca karya Siddharta Mukherjee, bisa membacanya sebagai buku pengantar ilmu tentang gen, bisa pula membacanya sebagai curhat si pengarang mengenai kisah keluarganya, atau bisa juga sebagai peringatan dalam menyikapi sains. Saya memilih mengulas buku ini berdasarkan sudut pandang yang terakhir.

Salah satu pantangan dalam menulis tentang sains adalah melibatkan emosi di dalamnya. Siddharta, dengan berani melanggar pantangan ini dan membuka buku ini dengan kisah keluarga yang tercabik-cabik jiwanya akibat pemisahan India dan Pakistan. Tampak tidak relevan dengan topik buku, Siddharta mengisahkan tentang anggota keluarga yang menjadi tak waras karena terguncang akibat tercerabutnya mereka dari daerah asal mereka. Namun setelah kelahiran generasi kedua, tampak bahwa mungkin kegilaan ini juga terwariskan di generasi selanjutnya. Dengan melanggar tabu dalam penulisan sains, Siddharta menunjukkan bahwa sains dekat dengan kehidupan sehari-hari kita, bukan sekedar topik nun jauh terisolasi di dalam laboratorium.

Saya sempat mengira, membaca GEN hanyalah membahas tentang apa yang kita ketahui tentang gen saat ini tetapi saya salah. Selain membahas perkembangan pengetahuan manusia tentang pewarisan sifat, GEN juga mengisahkan bagaimana bias yang dimiliki mempengaruhi sudut pandang orang berilmu dan bisa memiliki dampak sosial yang buruk. Ya, Siddharta blak-blakan dalam membahas sisi kelam penggunaan sains di sini.

Umumnya, berbicara tentang sejarah genetika, penulis sains akan memulai dari Mendel atau dari Darwin tetapi Siddharta menarik lebih jauh hingga masa Pythagoras, sekitar 530 tahun sebelum masehi. Pythagoras yang terkenal mengidolakan angka ternyata memiliki bias patriarkal menggelikan hingga mengeluarkan teori bahwa hanya pria yang menyumbang anak, sementara wanita hanyalah memberi nutrisi pada janin. Tentu saja teori ini bisa berdampak pada pandangan membunuh ibu atau wanita dianggap lebih ringan karena prialah yang menjadi sumber kehidupan.

Aristoteles, yang tidak punya reputasi sebagai feminis, menyanggah dengan logika. Jika memang manusia hanya sepenuhnya ditentukan oleh mani laki-laki, lalu darimana datangnya alat kelamin perempuan? Maka jelaslah perempuan juga punya andil dalam membentuk janin. Mengamati bahwa siklus menstruasi berhenti saat wanita hamil, Aristoteles menyimpulkan bahwa janin terbentuk dari darah menstruasi dan mani laki-laki. Kesimpulan yang sebenarnya kurang tepat tetapi bisa dimaklumi melihat pengetahuan di masa itu. Bukan hasrat "membela ketimpangan gender" yang menjadi motivasi Aristoteles tetapi cintanya kepada logika.

Babak selanjutnya yang cukup menggugah emosi adalah saat berkisah tentang biarawan bernama Mendel. Gregory Mendel memang bukan sosok yang jenius atau cerdas di bidang sains. Ia gagal berkali-kali dalam ujian tetapi ia punya bakat teliti dan tidak menyerah dalam meneliti. Dengan bahan penelitian yang kebetulan benar (karena ercis tidak berkembang secara aseksual, berbeda dengan beberapa bunga lain), ia meneliti tidak hanya dua generasi ercis tetapi pasti berlanjut hingga ke generasi-generasi selanjutnya. Dari penelitiannya, ditemukan bahwa komponen sifat yang diwariskan bersifat diskrit dan hasilnya bisa tersembunyi (resesif) dan muncul setelah beberapa generasi setelahnya. Di masanya, tak ada yang mengamati sejauh itu tetapi ironisnya, tak ada ilmuwan sezamannya yang peduli dengannya.

Mendel mengirim hasil-hasil penelitiannya ke jurnal yang jarang dibaca tetapi ia meminta empat puluh salinan dan dikirim ke beberapa ilmuwan tetapi sepi tanggapan. Salah satu ilmuwan yang menanggapi, dengan membalas dengan enggan, kadang kasar. Mendel, sebagai seorang peneliti amatir tidak dianggap oleh para saintis dan karyanya diabaikan hingga ia meninggal.

Bukan rekan-rekan biarawan yang kelak mengangkat Mendel tetapi ilmuwan lain, dua puluh tahun setelah kematiannya. Salah satu ilmuwan, terkejut melihat kemiripan percobaan Mendel dengan percobaannya sendiri tetapi mencoba menutupi nama Mendel saat mengumumkan hasil percobaannya. Sayangnya, ternyata bukan hanya si ilmuwan ini yang "tak sengaja" menemukan Mendel tetapi di masanya juga ada ilmuwan lain yang kemudian menegur ilmuwan pertama atas ketidaksopanannya "menjiplak" Mendel. Setelah ditegur, si ilmuwan pertama akhirnya mengakui bahwa Mendel sudah melakukan percobaan serupa tetapi tak patah arang, ia membuktikan bahwa ia sudah melangkah lebih jauh.  Ya, terkadang orang-orang sains pongah dan mengabaikan sejawat yang dianggap tidak sederajat tetapi budaya kejujuran akan memaksa para saintis untuk kembali pada jalan yang "benar".

Bagian paling menguras emosi dari GEN adalah ketika Siddharta menceritakan tentang eugenika, sejarah terkelam dari bidang genetika. Pandangan eugenik sudah ada di masa-masa awal ketika Mendel belum dikenal. Francis Galton, yang kebetulan sepupu Darwin, adalah yang pertama menggunakan teori bahwa kecerdasan itu diwariskan. Darwin, yang hanya membaca 50 halaman, memuji kabur sehingga Siddharta menafsirkan pujian tersebut hanyalah sebuah celaan halus. Usai Darwin meninggal, Galton mengungkapkan ide eugenika pada musim semi 1904 di London School of Economics. Tebak siapa yang ketus mengritiknya? Bateson, seorang ilmuwan yang meneliti gen (melanjutkan Mendel), yang melihat bahwa Galton rancu antara sifat yang tampak (fenotipe) dengan komponen yang diwariskan (genotipe). Walau dicela, Galton tetap bertahan dan delapan tahun kemudian, yakni setahuan setelah ia wafat, konsepnya dibahas dalam konferensi internasional yang dihadiri tokoh-tokoh ternama.

Berbicara tentang eugenika, biasanya para skeptis-terhadap-sains akan memberi contoh NAZI tetapi Siddharta memberi contoh yang lebih mengejutkan, kasus-kasus di Amerika Serikat. Siddharta mengisahkan secara intim tentang Carrie Buck dan ibunya, Emma, serta putrinya, Vivian. Bukannya menyelidiki kasus pemerkosaan, para pendukung eugenika menganggap perilaku Carrie Buck adalah warisan dan demi menyelamatkan masa depan, Carrie harus disterilisasi.

Siddharta, juga menunjukkan pada kejahatan yang dilakukan oleh kaum anti-eugenika, yakni para komunis Uni Sovyet. Ilmuwan terkemuka Uni Sovyet, Trofim Lysenko, dan para sejawat ilmuwan kiri percaya bahwa alamlah yang membentuk perilaku dan gen tak lebih dari khayalan para borjuis. Tentu saja ada para saintis yang mengritik tetapi Lysenko punya dukungan aparat politik. Para saintis yang menentang, seperti Nikolai Vavilov, dikirim ke penjara Saratov yang bereputasi buruk karena menyebarkan sains "borjuis".

Dua mazhab "sains" yang bertentangan, sama-sama menghasilkan kediktatoran. Apakah sains yang salah? Siddharta menunjukkan bahwa saintis seperti Theodosius Dobzhansky, justru bisa menunjukkan kelemahan dari masing-masing mazhab melalui percobaan yang ia lakukan dengan lalat-lalatnya. Dengan percobaan mengisolasi lalat dengan kondisi berbeda, ia menyadari bahwa tidak ada variasi yang lebih superior, lebih kuat dibandingkan variasi yang lain. Yang ada hanyalah variasi yang lebih sesuai dengan kondisi lingkungan.

Tema eugenika akan hadir dalam beberapa bab selanjutnya di mana saintis dengan ceroboh, mengajukan argumentasi bahwa ada perbedaan antara ras manusia seperti kecerdasan. Walau begitu, selalu ada saintis yang bisa melihat kelemahan dan melakukan percobaan tandingan dengan bias yang disingkirkan, sehingga bisa menjelaskan hasil dari si saintis ceroboh tetapi sekaligus juga membuktikan bahwa perbedaan karakteristik antar ras sebenarnya semu.

Pada awal 1970an, sejumlah saintis sudah mulai bermain-main dengan gen. Sanger sudah memperkenalkan cara membaca DNA. Siapakah yang pertama mengingatkan para saintis tentang bahaya ilmu mereka? Bukan para filsuf, bukan para agamawan, bukan para pengamat melainkan lingkungan sesama saintis sendiri.Pada tahun 1973, sejumlah saintis dari bidang virologi, genetika, biokimia, genetika hadir di Asilomar, yang menghasilkan buku Biohazard in Biological Research. Paul Berg tidak puas dengan hasil Asilomar dan memutuskan menyelenggarakan Asilomar II, kali ini bukan hanya para saintis tetapi juga mengundang pengacara, jurnalis, dan penulis. Hasilnya adalah sebuah panduan penelitian yang diterima bulat oleh para peserta. Para ilmuwan telah mengatur kode etiknya sendiri.

Tentu saja, seperti yang diakui oleh Paul Berg, ada hal yang hilang dari Asilomar II yakni etika dan moral dan saya yakin, pembaca yang religius atau filosofis akan tergoda untuk menjadikannya argumentasi bahwa bidang-bidang seperti agama dan filsafat tetap diperlukan. Saya, tidak menyetujuinya karena sejarah membuktikan, pemahaman kita tentang moral berkembang dari masa ke masa.

Contoh paling sederhana adalah, apakah penelitian yang dilakukan untuk menyelamatkan kaum "tak bermoral" dibolehkan? Seandainya ada sebuah penyakit, yang diketahui berkorelasi tinggi dengan sekelompok kaum yang dinilai "tak bermoral", apakah salah menyelamatkan orang-orang itu?

Pada awal 1980an, di Amerika Serikat sebuah penyakit menular terdeteksi. Menyadari bahwa banyak dari pengidap penyakit itu adalah laki-laki homoseksual, para dokter mulai menamainya GRID -- Gay Related Immune Deficiency. Surat-surat kabar menjulukinya "wabah homo".

Seorang religius yang gegabah, dengan berbekal data yang ada mungkin akan tergoda melarang penelitian yang membantu penanganan penyakit ini. Namun perusahaan kapitalis Genentech menyadari sejumlah pasien Hemofilia A terserang penyakit ini. Mereka sadar bahwa wabah baru ini menyebar melalui transfusi darah. Pasien Hemofilia membutuhkan protein khusus, Faktor VIII yang berperan dalam proses koagulasi darah. Mengabaikan stigma yang melekat pada wabah baru, mereka segera melakukan penelitian untuk menyintensis Faktor VIII sehingga bisa membantu pasien Hemofilia tanpa melakukan transfusi darah.

Ternyata wabah baru itu memang bisa menular melalui darah dan pada tahun 1987, pasien Hemofilia pertama disuntikkan Faktor VIII hasil teknologi rekombinan dan sukses. Walaupun datang terlambat, sebagian besar mati pada gelombang pertama, teknologi ini menyelamatkan nyawa.

Buku GEN mengonfirmasi bahwa dunia sains memang memiliki rekam jejak buruk, seperti yang dikhawatirkan oleh para pecinta teori konspirasi. Namun Siddharta juga menunjukkan bahwa bukan sains yang bermasalah melainkan ketika sains sampah, sains yang dibuat dengan bias politik, dengan bias ideologi, mengabaikan rambu-rambu seperti budaya kejujuran dan budaya terbuka terhadap kritik, maka saat itulah sains bisa dibajak ke arah hal-hal mengerikan.

Mengkritik sains bukanlah dengan bersikap pesimis terhadap sains, menganggap para saintis sebagai kaum dungu bin naif nan egois yang tak bisa mengatur dirinya, lalu pongah menganggap ilmunya tak tersentuh oleh tangan-tangan sains. Mengkritik sains adalah dengan memahami sains itu sendiri, menolak kemutlakan mitos kebenaran, menyadari bahwa segala konsep bisa saja salah karena itu harus siap disalahkan (falsifiable).

Mencegah sains disalahgunakan bukanlah dengan cara mengekang sains tetapi dengan membudayakan berpikir secara sains, agar masyarakat tidak mudah terpukau dengan klaim-klaim termasuk yang menyeret-nyeret nama sains sekalipun. Kabar buruknya, sebuah hal yang dianggap sebuah kebenaran bisa jadi kelak terbukti hanya sebagai "kemungkinan" karena tidak bisa direproduksi atau bahkan "tertolak".

Jangan terlalu khawatir melihat "elitisme" kaum saintis yang kadang tampak. Belajar dari kisah Mendel, seorang amatir pun bisa menembus lingkar elit ini.