Saturday, January 06, 2007

MSJ bagian IV: Kehidupan Penjajah

Museum Sejarah Jakarta

Bagian keempat: Kehidupan Penjajah

tulisan ini bagian keempat dari tujuh tulisan.

tulisan lain:
  1. MSJ bagian I: Kesan Pertama
  2. MSJ bagian II: Prasejarah dan Awal Tulisan
  3. MSJ bagian III: Kedatangan Portugis dan Belanda
  4. MSJ Bagian V: Perang Batavia
  5. MSJ Bagian VI: Kehidupan Batavia
  6. MSJ Bagian VII: Kritik Terhadap Museum
Tulisan dari sudut pandang ibuku bisa dilihat di:
http://edratna.wordpress.com/2007/01/04/menikmati-liburan-dengan-naik-busway

Buatku, bagian ini adalah bagian paling menarik. Aku mengambil banyak foto di bagian ini. Sebagian besar berlokasi di lantai dua walau beberapa ada di lantai dasar.

Bagian ini menarik untukku karena melihat barang-barang koleksi mereka, aku mencoba berkhayal, seperti apakah jalan pikiran orang-orang yang dengan teganya memperbudak sesama manusia. Apakah mereka orang-orang yang buas atau mereka orang-orang yang sombong.



Papan Nama

Papan Nama ini terletak di lantai dasar. Tidak begitu jelas apakah papan nama ini menunjukkan gedung yang sekarang menjadi museum ataukah berasal dari gedung lain. Mencoba menerjemahkan di babelfish (aku tidak bisa bahasa Belanda) dan membandingkannya dengan selebaran yang didapat dari petugas Museum, hasilnya kontradiksi.



Selebaran menunjukkan bahwa Stadhuis (balai kota) kedua yang jadi Museum Sejarah Jakarta ini diselesaikan tahun 1626. Tetapi terjemahan amatiran menggunakan babelfish menyatakan Stadhuis mulai dibangun tahun 1707 setelah menghancurkan yang lama, dan diselesaikan tahun 1710. Adakah yang bisa menjelaskannya?




Raad Van Justitie (Dewan Pengadilan)

Seperti yang sudah diceritakan sebelumnya, selain sebagai balaikota, gedung ini juga berfungsi sebagai tempat Dewan Pengadilan. Lukisan yang terpajang sepanjang ruangan persis setelah balkoni di lantai dua mungkin dipasang di tempat itu sebagai ilham untuk anggota dewan






Lukisan ini terinspirasi dari kisah di Perjanjian Lama, mengenai dua ibu yang memperebutkan seorang bayi yang masih hidup di hadapan Raja Sulaiman. Salah satu dari mereka telah tertimpa tragedi kematian anaknya dan berusaha mengakui bayi yang masih hidup sebagai buah hatinya. Sang Raja akhirnya memutuskan untuk membelah bayi tersebut menjadi dua. Ibu yang asli berusaha menyelamatkan sang bayi dan ibu yang telah ditinggal mati oleh bayinya mengiyakan keputusan Sang Raja. Dua sikap berbeda dari para ibu ini membuat Sang Raja berhasil membedakan ibu kandung asli dengan ibu kandung palsu.



Di lantai dua juga terdapat balkoni tempat Gubernur Jenderal dan para hakim melihat eksekusi yang dilakukan oleh para algojo terhadap narapidana. Balkoni ini menghadap ke Lapangan Fatahillah.







Pedang ini tersimpan di ruangan sidang Dewan Pengadilan. Konon Pedang inilah yang digunakan untuk memancung para terhukum. Disimpan di dalam kotak kaca







Di ruangan yang sama terdapat meja tempat anggota dewan pengadilan bersidang. Di latar, terlihat lemari besar terdiri dari rak-rak buku. Lemari tersebut dibuat dengan gaya Renaissance pada tahun 1747, dari kayu jati,






Di atas, di sudut kanan dan kiri lemari, terdapat dua figur. Figur di sebelah kanan konon adalah Dewa Kebenaran sementara figur di sebelah kiri konon adalah Dewa Keadilan. Pertanyaannya adalah, dewa dari mitologi apa? Siapakah namanya? Sayangnya pertanyaan- pertanyaan tadi, lagi-lagi tidak terjawab di kertas keterangan pada lemari




Di atas lemari, terdapat hiasan yang tidak terlalu kelihatan karena begitu tingginya lemari buku ini. Kuperkirakan, tingginya mencapai 3 meter. Sayang sekali tidak ada tangga agar bisa memperhatikan hiasan di atas dengan lebih jelas






Konon sih, hiasan paling atas berisi 14 lambang dari para anggota dewan. Tetapi siapa saja sih yang menjadi anggota dewan? Apakah mereka bagian dari VOC atau di luar struktur VOC? Dan seperti yang kusebutkan sebelumnya, amat disayangkan tidak ada tangga untuk melihat hiasan paling atas dengan lebih jelas.


Lebih malang lagi, Museum Sejarah Jakarta tidak memiliki buklet yang bisa menjelaskan koleksi-koleksi mereka dengan lebih rinci. Kami hanya mendapatkan selembar kertas yang menjelaskan sejarah Museum Sejarah Jakarta secara sepintas lalu






Perabotan

Lantai 2 mengandung banyak perabotan. Misalnya pemisah ruangan yang terbuat dari kayu ini. Tinggi sekitar 2 meter, namun tampaknya tidak berasal dari ruangan tempat ia berada sekarang karena posisinya di Museum Sejarah Jakarta tidak memisahkan ruangan apapun. :p






Bagian tengah dari pemisah ruangan ini terdapat ukiran seorang prajurit berhelm dengan hiasan kepala singa dan menggunakan perisai berlambangkan kepala orang (Medusa?). Apakah dia Perseus? Tidak jelas karena itu hanya berupa lambang di perisai.






Di bagian atas lagi-lagi terdapat lambang. Lebih tepatnya ada 7 lambang. Mewakili apa sajakah lambang-lambang tersebut? Yang jelas lambang yang ditengah sama dengan lambang yang ada di perisai pada patung Singa VOC. Apakah itu lambang VOC? Lagi-lagi tidak ada kejelasan






Di ruangan lain terdapat perabotan- perabotan lain yang termasuk perabotan standar seperti, lemari penuh laci- laci kecil. Ada juga meja belajar


Sayang sekali, laci-laci mereka dikunci dan gak bisa dibuka. Padahal pengen tahu apakah laci-laci mereka seperti laci-laci lemari kita di masa sekarang atau berbeda jauh. Atau jangan-jangan ada barang-barang yang masih tertinggal di laci tersebut. Peta harta karun misalnya? (Hush! Ngayal aja, kerjaannya!)




Orang-orang Belanda di masa lalu rupanya juga punya permainan untuk menghilangkan kebosanan. Meja tidak jelas ini konon dinamakan Meja Trik Trak. Meja ini dibuat pada abad 18 dan digunakan untuk permainan Backgammon.






Tempat tidur ini juga dibuat pada abad 18. Di atasnya terdapat palang, kemungkinan untuk menaruh kelambu. Dibuat dari kayu jati, tempat tidur seperti ini konon disebut sebagai bergaya Empire.






Tentu saja, tidak ada kehidupan mewah tanpa lampu- lampu kristal gemerlapan. Eh.. Ini lampu atau tempat lilin yah? Pokoknya sesuatu yang mengkilap.






Di lantai dasar sendiri ada kumpulan tabung-tabung gelas yang kami (aku dan Ibu) perkirakan sebagai penutup lampu. Mungkin lampu murahan yang tidak perlu bergaya mewah-mewah.






Hampir lupa.. jangan lupakan rumah tanpa tempat mandi. Ada bak mandi juga lho.. Sederhana banget ternyata.










Kalau yang ini adalah tempat tinta. Bayangkan, Jan Pieterzon Coen harus bolak-balik mencelupkan penanya kedalam wadah tinta agar bisa menulis. Pasti hal yang membosankan. Orang yang menemukan ballpoint benar-benar berjasa.







Keramik dan Piring-Piring



Di atas adalah piring-piring dan barang-barang keramik lain yang didapat dari seluruh penjuru dunia termasuk Eropa, Cina, dan Jepang. Terlalu banyak untuk diceritakan satu-satu, lagipula ceritanya terlalu sedikit :p



Ada juga piring yang dicap lambang VOC. Yup.. Seperti itulah lambangnya. Huruf V besar, lalu huruf O dan C pada masing-masing sisi huruf V.


Di lantai dasar juga terdapat piring logam (bukan keramik) yang juga dicap dengan lambang VOC. Pertanyaannya adalah, kenapa mesti dicap? Apakah pegawai VOC tidak mau makan dari piring yang tidak dicap? Ataukah terjadi kehilangan piring berkali-kali sehingga piring tersebut harus dicap? (Pertanyaan ngaco yah? Hehehehe)











Figur Pada Lukisan dan Patung

Oke.. Kenapa ada patung kepala Sir Thomas Raffles di sini? Memang ia pernah menjabat sebagai Gubernur Jenderal pada tahun 1811-1816 tetapi mewakili Inggris. Siapakah yang menyimpan patung kepalanya? Orang Belanda kah? Atau Orang Belanda membiarkan patung kepala Raffles ada di sini?








Lukisan Herman Willem Daendels. Terkenal karena memaksa rakyat Indonesia untuk membangun jalan raya Pos sepanjang 1000 km dari Anyer sampai Panarukan. Memerintah Nusantara sebelum akhirnya jatuh ke tangan Inggris di tahun 1911. Sayang sekali, replika lukisan ini sudah lama dan warnanya sudah pudar menjadi merah kemerahan. Pencahayaan yang salah juga menyulitkan untuk diambil gambarnya.






Yang ini adalah lukisan Petrus Albertus van der Parra, Gubenur Jendral dari VOC yang memerintah Batavia pada 1761-1775. Berarti sesudah masa Mataram terpecah menjadi dua akibat perjanjian Giyanti.








Kalau yang ini adalah suami istri DeWitt. Konon mereka salah satu orang kaya di Batavia pada abad 19. Sayangnya tidak ada keterangan nama lengkap mereka sehingga aku sulit mencari cerita tentang mereka di internet.






Di atas lantai 2 (dekat atap) terdapat ceruk yang juga diisi oleh patung. Tidak ada keterangan siapakah mereka. Aku merasa familiar dengan figur cowok yang sedang menggendong wanita. Rasanya aku pernah melihat gambar patung itu di sebuah buku. Mungkin ada tema yang sama dan patung kecil di ceruk itu adalah tiruannya.






Maket Tempat Ibadah

Ayo, tebak! Maket apakah ini? Petunjuknya adalah ini tempat ibadah. Masjid? Salah!


Ini adalah maket Gereja Kubah (Koepelker)yang kini sudah tak ada karena digantikan oleh gedung-gedung Geo Wehry & Co. Salah satu gedung itu kini menjadi Museum Wayang.


Tau gak, Jan Pieterszoon Coen, konon dimakamkan di bawah Gereja Kubah. Dan tidak hanya dia, tetapi juga 18 Gubernur Jenderal lainnya.




Mencoba Cermin

Silakan pingsan! Hehehe.
Kapan lagi aku bisa bercermin di cermin yang usianya lebih tua dari aku. Di belakangku, terlihat ibuku yang berbaju putih. Di dinding lainnya, terlihat pemisah ruangan (yang sudah tidak memisahkan ruangan) yang detail gambarnya bisa dilihat di bawah.





Ini, lagi-lagi adalah hiasan yang membuatku bertanya-tanya. Gambar apakah ini? Yang jelas, seorang wanita, berpakaian prajurit. Lalu apa maksudnya meriam di sebelah kanan dan kiri? Lagi-lagi tidak ada penjelasan. Bahkan tulisan yang tergantung cuma menjelaskan bahan baku pemisah dinding tersebut.




... untuk dilanjutkan

0 comments: